Suparman Bertekad Tekan Angka Pengangguran di Lombok Tengah
KoranNTB.com – Pesta demokrasi lima tahunan, Pemilu 2019 akan dihelat tak lama lagi.
Sosialisasi dan edukasi kesadaran berpolitik di tengah masyarakat juga terus dilakukan, baik oleh penyelenggara Pemilu, KPU dan Bawaslu, juga oleh jajaran Partai peserta pemilu hingga para Caleg di masing-masing wilayah.
Di Lombok Tengah, tingkat partisipasi pemilih diperkirakan meningkat dari Pemilu 2014 silam seiring kesadaran berpolitik masyarakat.
“Sekarang ini dinamikanya lebih terlihat. Masyarakat lebih sadar dan peduli dengan politik, ini akan menyumbang peningkatan angka partisipasi pemilih,” kata Caleg DPRD Lombok Tengah dari PAN Nomor Urut 10, Suparman, Rabu, 27 Februari 2019 di Mataram.
Menurutnya, kesadaran berpolitik dan peningkatan angka partisipasi itu disebabkan karena Pemilu kali ini cenderung memberi ruang pada masyarakat untuk memilih wakil rakyat yang benar-benar mewakili aspirasi dan kepentingan mereka.
“Terutama bagi Caleg yang berkontestasi di wilayah kabupaten atau kota. Masyarakat sekarang benar-benar ingin ada putra asli dari desa atau wilayah mereka yang tampil,” katanya.
Maju sebagai Caleg di Dapil I melingkupi Kecamatan Praya dan Praya Tengah, Suparman sendiri merasakan hal tersebut.
Politikus muda PAN yang juga praktisi komunikasi media massa ini mengatakan, dukungan untuk dirinya justru muncul dari masyarakat desa di dua Kecamatan di Dapilnya itu.
“Banyak yang sampaikan ke saya, sudah waktunya dorong generasi muda desa yang mumpuni dan punya networking luas. Ya alhamdulillah dengan itu, dan Inshaa Allah amanah akan saya perjuangkan,” katanya.
Bagi Suparman, hal krusial yang harus dilakukan di Lombok Tengah adalah bagaimana menekan angka pengangguran terutama di kalangan generasi muda.
Sebab, Lombok Tengah yang saat ini sedang tumbuh pesat di sektor pariwisata, ternyata masih belum mampu menekan angka pengangguran.
Masih banyak juga warga Lombok Tengah yang akhirnya memilih menjadi TKI di luar negeri karena di daerah sendiri sulit menemukan lapangan pekerjaan.
“Itu yang saya ingin perjuangkan. Jangan ada anak muda yang menganggur lagi, di saat Loteng ini berkembang pesat pariwisatanya. Istilahnya jangan sampai tikus mati di lumbung padi lah,” katanya.
Ia mengatakan, gagasan yang ditawarkan adalah membuka banyak peluang peningkatan ketrampilan kerja di berbagai bidang.
Balai Latihan Kerja yang ada harus dimaksimalkan untuk mengasah skill para lulusan SMA sederajat, untuk siap masuk mengisi lapangan kerja.
Dengan skill yang mereka dapatkan, para pemuda juga bisa memulai membuka usaha sendiri.
“Akses pemuda memperoleh skill ini yang harus dibuka lebih luas. Nah kalau mereka sudah punya skill misalnya perbengkelan, tentu bisa mulai membuka usaha sendiri dan bahkan menjadi lapangan kerja bagi yang lain,” katanya.
Selain itu, peningkatan SDM juga perlu terus dilakukan.
Hal itu juga yang membuat Suparman mulau menggagas dibentuknya program literasi kampung di desa-desa.
“Literasi kampung ini semacam perpustakaan kampung di mana masyarakat bisa menambah wawasan. Ini sudah kita mulai di Desa Jago,” katanya.
Ia menekankan, jika kelak mendapat amanah duduk di kursi DPRD Lombok Tengah, maka kesempatan kerja dan hal-hal kreatif yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat pedesaan akan terus didorong dalam pembangunan daerah Lombok Tengah.
Tolak Politik Uang
Suparman menambahkan, dalam setiap pertemuan dengan masyarakat ia selalu mendorong masyarakat untuk berani menolak praktik politik uang dalam Pemilu 2019 ini.
Hal ini penting, agar masyarakat memilih para Caleg benar-benar karena kapasitas dan kemampuan yang dimiliki, dan tidak seperti “memilih kucing dalam karung”.
Hal tersebut nampaknya efektif, dengan pemahaman-pemahaman yang disampaikan.
“Saya selalu katakan jangan mau politik uang, karena pilihan satu hari itu akan berdampak selama lima tahun ke depan,” katanya.
Menurut Suparman, politik uang ibarat transaksi beli putus. Begitu suara didapat, maka nasib pemilih pun akan ditinggalkan selama lima tahun kemudian.
Hal itu yang selalu ditekankan pada masyarakat. Apalagi nilai uang berkisar Rp50 ribu sampai Rp100 ribu di saat pemilihan, sangat kecil nilainya jika dibagi dalam masa lima tahun ke depan.
“Jadi masyarakat juga sudah cerdas, mereka pasti memilih karena kapasitas dan kemampuan. Sebab, dengan memilih wakil yang tepat, pasti lima tahun ke depan mereka juga diperhatikan dan diperjuangkan,” katanya. (red/4)