HBK Kembali akan Gelar Nobar Wayang Kulit Sasak
KoranNTB.com – Setelah sukses menggelar nonton bareng atau nobar Wayang Kulit bersama dalang kondang Lalu Nasib di lapangan Tanjung, Lombok Utara akhir pekan lalu, kini H. Bambang Kristiono (HBK) akan menggelar nobar serupa di lapangan Desa Dasan Tapen, Gerung, Kab. Lombok Barat pada hari Sabtu, 2 Maret 2019 mendatang.
Sejumlah pihak mengapresiasi upaya petinggi Partai Gerindra ini dalam mendorong semangat melestarikan budaya warisan nenek moyang terutama Wayang Kulit Sasak tersebut.
Sebab, banyak sekali kearifan lokal para leluhur Sasak di Pulau Lombok yang memiliki nilai-nilai sangat tinggi, terutama dalam seni dan atraksi budaya. Seperti juga pegelaran Wayang Kulit Sasak, yang belakangan eksistensinya terus tergerus kemajuan zaman.
Padahal, jika bisa terus dilestarikan Wayang Sasak bisa menjadi benteng yang kuat bagi generasi muda saat ini untuk tetap bersandar pada nilai-nilai baik, termasuk menjadi basis pengembangan karakter dan moral.
“Wayang Sasak dapat menjadi basis pembelajaran dan pengembangan
karakter sebagai pertahanan moral generasi muda kita (saat ini),” kata
Sekjen Majelis Pemangku Adat Nusantara Raya (Mapan Raya), Lalu Pharmanegara, Kamis, 28 Februari 2019.
Lalu Pharma mengatakan, aspek lainnya dari Wayang Sasak di era milenial ini adalah sebagai warisan pengetahuan tentang filsafat, humaniora, psikologi dan daya budi.
Selain itu, Wayang Sasak juga dapat menjadi pustaka dan panduan moral bagi pola hubungan kemanusiaan yang baik, untuk dapat diproyeksikan di era milenial ini.
“Wayang Sasak adalah wajah keagungan kebudayaan Nusantara, yang dapat memadukan antara pewarisan nilai-nilai budaya, tuntutan keimanan, dan seni pertunjukan yang sangat menghibur,” katanya.
Ia menekankan, kekuatan Wayang Sasak sebenarnya terletak pada kontennya yang timeless, tak lekang oleh waktu maupun zaman.
Sebab, Wayang Sasak adalah wajah masa lalu yang tetap bisa hadir di masa kini, dengan tetap menjaga konsistensinya mengembangkan sumber daya imagologi, dalam bentuk bayangan (shadow), dan irama jiwa yang selaras dengan seni bertimbang khas gaya Sasak.
“Wayang ini memiliki kemampuannya yang luwes untuk memadukan falsafah India, falsafah Islam, dan Falsafah Nusantara dalam suatu sajian seni, dengan menampilkan penokohan lokal seperti Amaq Ocong dan lainnya, sebagai faktor kesadarannya tentang kehadiran (present awaraness), dan pola kesaksian pada perjalanan sejarah manusia,” ujarnya.
Lebih dari itu, papar Lalu Pharma, Wayang Sasak adalah sekolah terbuka bagi masyarakat Lombok, untuk dapat memahami berbagai persoalan dalam masyarakatnya, sekaligus memberikan solusi sederhana dalam kehidupan
sehari-hari.
“Dalam pada itulah, Sang Dalang, bukanlah seni yang jauh kenyataan hidup, namun ia bisa sangat dekat, bahkan dapat merasakan detak kegelisahan yang sedang terjadi pada masyarakat penontonnya,” katanya sembari mengatakan kepiawaian Dalang yang menjadi kunci keberhasilan sajian seni Wayang Sasak.
Eksistensi Wayang Hybrid
Sementara itu, pegiat seni budaya yang juga pengamat budaya Lombok, H. Ahmad JD menjelaskan untuk mempertahankan eksistensi Wayang Kulit di Pulau Lombok, di tengah kemajuan teknologi saat ini, maka para dalang harus piawai menyelaraskan kisah pewayangan yang mereka bawa dengan kepentingan dan kebutuhan modern abad ini.
Hal ini membuat tumbuh pagelaran Wayang Hybrid, atau wayang kulit yang kisah pewayangannya sudah dicangkokan dan dikreasikan dengan kondisi dan situasi masyarakat kekinian.
“Wayang Hybrid di Lombok menggunakan cerita-cerita panji purwa yang sudah dipersingkat. Dalang mengembangkan wayang dalam bentukan hybrid, cangkokan atau rekayasa gen. Ini seni menyelaraskan pertumbuhan dunia saat ini dengan sikap dan rumusan dalang,” katanya.
Dijelaskan, eksistensi wayang kulit di Lombok masuk pada abad 14-15,
dipengaruhi budaya Jawa. Wayang juga menjadi piranti dan sarana dakwah Islam mula-mula di Pulau Seribu Masjid ini.
Pagelaran wayang zaman dulu menjadi wahana efektif untuk bisa
mengumpulkan masyarakat dalam jumlah banyak. Dakwah Islam, nilai-nilai keislaman, dan pesan moral membentuk karakter kemudian bisa diselipkan dalam kisah pewayangan.
“Selain untuk menjadi sarana pendidikan masyarakat, wayang dulu juga menjadi sarana pendidikan kepemimpinan. Selain itu eksistensinya yang bisa mengumpulkan banyak orang di tempat umum,” ungkapnya.
Ia menyampaikan sangat mengapresiasi jika ada yang berupaya turut melestarikan wayang ini. Apalagi dari sisi penerimaan masyarakat dan ketahanan wayang itu sendiri, dirasa masih perlu saat ini.
“Masih ada unsur achievment-nya, ketahanannya masih diperlukan, sebagai sarana yang efektif untuk edukasi, selain melestraikan budaya itu sendiri,” katanya.
Dengan genre hybrid tadi, pegelaran wayang dapat digunakan sebagai media penyampai pesan dan informasi, edukasi dan sosialisasi tentang banyak hal yang berkembang saat ini.
Potensi Wayang Kulit Sasak sebagai sarana edukasi dan sosialisasi ini yang membuat HBK mengadakan seri nonton bareng Wayang Kulit Lalu Nasib.
Ketua Badan Pengawas dan Disiplin (BPD) Partai Gerindra ini berupaya melestarikan budaya ini, dan membangkitkan nostalgia akan wayang kulit. Ada enam lokasi yang sejatinya menjadi sasaran pementasan di Pulau Lombok. Tak tanggung-tanggung, legenda hidup dalang dari Bumigora Lalu Nasib AR yang dipercaya mengemban misi ini.
“Nobar Wayang Kulit Lalu Nasib ini untuk menggali budaya leluhur yang telah diwariskan. Kearifan lokal yang diwariskan para orang tua tak boleh punah. Generasi kini harus ikut menjaga keberadaan Wayang
Sasak ini,” kata HBK.
Selain itu, melalui pagelaran wayang ini HBK juga ingin menyampaikan pesan dan edukasi tentang pentingnya sektor pertanian untuk terus dikembangkan di Pulau Lombok, NTB. Dan yang pasti juga pesan tentang penyelenggaraan Pemilu 2019 yang damai dan bermartabat. (red/2)