KoranNTB.com – Gempa bumi Minggu sore yang menimbulkan dampak kerusakan cukup parah di Kecamatan Montong Gading, Lombok Timur, dan longsor di kawasan Air Terjun Tiu Kelep, Lombok Utara, membuktikan bahwa daerah NTB memang rawan terjadi bencana alam.

Fakta tersebut tentu akan mendampak pada citra pariwisata NTB jika tidak dikelola dengan baik ke depan.

Selain upaya mitigasi dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk meminimalisir dampak bencana, rencana kontinjensi (contingency plan) dinilai sangat perlu dibuat terutama sebagai panduan teknis ketika bencana terjadi dan berdampak di suatu destinasi wisata.

“Rencana kontinjensi atau contingency plan ini harus mulai dibuat, untuk mendukung sektor pariwisata kita di NTB. Karena memang faktanya Indonesia berada di garis katulistiwa sekaligus dikelilingi cincin api atau ring of fire lempengan bumi, termasuk NTB ini,” kata Calon Anggota DPD RI Nomor Urut 30 Dapil NTB, H Irzani, Selasa, 19 Maret 2019.

Seperti diketahui longsor pasca gempa bumi Minggu sore telah menelan tiga korban jiwa, dua di antaranya adalah wisatawan  Malaysia yang tengah bersama rombongan berwisata di Air Terjun Tiu Kelep, Desa Senaru, Lombok Utara.

Irzani menyampaikan bela sungkawa untuk keluarga para korban, sekaligus mengapresiasi kinerja cepat tanggap dari Pemprov NTB bersama unsur terkait Korem 162/WB dan Polda NTB serta Kantor Pencarian dan Penyelamatan Mataram yang sudah bekerja maksimal dalam proses evakuasi dan penanganan para korban.

“Kami turut bela sungkawa untuk keluarga korban, dan kita juga apresiasi proses evakuasi yang cepat dan tepat,” katanya.

Ia menekankan, bencana alam terutama gempa bumi merupakan sebuah gejala alam yang sulit diprediksi kapan terjadinya dan bagaimana dampaknya.

Oleh karena itu, papar Irzani yang mulai  populer dengan sebutan  Batik Ijo, upaya mitigasi yang harus diperkuat dan terus disosialisasikan di tengah masyarakat.

Menurutnya, dengan rencana kontinjensi bencana yang dibuat maka risiko atau dampak bencana bisa diminimalisir dari sisi jumlah korban.

Dengan rencana kontinjensi bencana itu pula, maka setiap destinasi wisata akan memiliki acuan teknis atau SOP dalam menangani dan mengelola situasi di saat bencana alam terjadi.

“Yang sederhana misalnya, ketika ada gempa bumi terjadi maka ke mana wisatawan harus berkumpul di titik yang aman di sekitar destinasi. Begitu pun dengan bencana lainnya seperti banjir atau longsor, apa yang pertama harus dilakukan untuk meminimalisir korban. Ini yang
harus mulai dipikirkan, terutama oleh Pemda dan stakholders kepariwisatan di Kabupaten dan Kota yang notabene sebagai tuan rumah pemilik destinasi,” ungkap Irzani

Batik Ijo mencontohkan, saat ini belum banyak destinasi wisata di Lombok dan NTB secara umum yang memasang tanda jalur evakuasi atau menentukan sebuah lokasi aman ketika bencana alam terjadi.

Selain soal tanda dan petunjuk yang dipasang di destinasi wisata, peningkatan kapasitas masyarakat terutama kelompok sadar wisata (Pokdarwis) juga harus terus dilakukan dalam hal manajemen kebencanaan. Begitu pun dengan pemandu wisata dan pelaku wisata lainnya.

“Bencana alam ini kan bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Tapi yang paling penting adalah kesiapan kita dalam mengelola bencana, mitigasi ini sangat diperlukan. Apalagi daerah kita ini destinasi wisata yang mulai mendunia,” tukasnya.

Menurutnya, rencana kontinjensi bencana ini bisa dimasukan dalam Perda Pariwisata di Kabupaten dan Kota pemilik destinasi wisata.

Sehingga selain mengatur tentang aturan industri pariwisata, pengembangan destinasi, dan lain sebagainya, Perda juga mengatur tentang rencana kontinjensi di destinasi wisata yang ada.

Sebab, papar Irzani, setiap destinasi wisata memiliki pesona dan daya tarik tersendiri sekaligus menyimpan potensi terdampak bencana yang berbeda-beda pula.

“Misalnya kawasan pantai itu rawan gelombang pasang, dan di perbukitan rawan longsor. Ini kan pendekatannya berbeda-beda dalam hal mitigasi bencana, ini yang harus terus ditingkatkan ke depan,” katanya.

Irzani juga berempati untuk masyarakat di sejumlah Desa di Kecamatan Montong Gading, Lombok Timur yang rumahnya rusak akibat gempa bumi.

Ia berharap masyarakat diberi ketabahan menghadapi cobaan musibah ini, dan bersabar karena pemerintah pasti akan membantu.

Apalagi masa rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa bumi Juli-Agustus 2018 masih terus berjalan hingga saat ini dengan sejumlah percepatan yang
dilakukan.

“Kita harap masyarakat (korban gempa) bersabar, dan juga mengikuti arahan dan petunjuk teknis dari BNPB dan pemerintah terkait pembangunan rumah tahan gempa (RTG) dalam rehab rekons ini. Sebab,
memang harus dibangun itu RTG, sehingga ketika gempa terjadi lagi rumah tidak kembali rusak,” imbuhnya.

Terakhir Irzani mengutarakan, dalam menghadapi bencana dan musibah ini agar tetap kompak, bahu membahu bersama seluruh kabupaten dan kota terutama pemerintah kabupaten Lombok Utara dan Lombok Timur serta Pemda NTB untuk secara aktif menanganinya secara bersama sama dengan penuh kesabaran dan tidak saling menyalahkan. “Apalagi terhasut dengan berita berita hoax yang tidak bisa dipertanggungjawabkan,” tandas Batik Ijo. (red/4)