Kekuatan Gempa Lombok Bisa Mencapai 7,4 Seperti Palu
KoranNTB.com – Dari hasil kajian yang panjang, kini terungkap gempa Lombok bisa mencapai 7,4 magnitudo, persis seperti yang mengguncang Palu dan Donggala pada 28 September 2018.
Beruntungnya, gempa pada 5 Agustus 2018, gempa Lombok bermagnitudo 7,0, karena telah lebih dahulu energi gempa terkini pada 29 Juli dengan magnitudo 6,4.
“Dari kajian yang ada untuk sumber gempa dari akitivitas Flores Back Arc Thrust (Sesar Naik Busur Belakang Flores) adalah 7,4, namun sudah terilis 29 Juli dan 5 Agustus kemarin 6,4 dan 7,0,” ujar Kepala Stasiun Geofisika Mataram Agus Riyanto, Minggu, 17 Maret 2019.
Gempa Lombok 2018 tidak terjadi sekali, melainkan dengan aftershock 6,4 yang disusul mainshock 7,0. Butuh waktu kurang lebih 40 tahun untuk mencapai energi maksimal tersebut. Dengan kata lain, saat ini Lombok aman dari ancaman gempa besar.
Agus Riyanto menambahkan, saat ini yang dibutuhkan masyarakat adalah memperkuat literasi tentang mitigasi bencana. Itu telah dilakukan BMKG dengan melakukan sosialisasi di masyarakat enam bulan terakhir ini.
“Lebih baik kita mengingatkan mempertajam literasi mitigasi bencana dan memberi pemahaman dan kesadaran bahwa Lombok rawan gempa dan potensi tsunami,” jelasnya.
“Bagaimana (mengetahui) apa yang kita siapakan sebelum, saat dan setelah gempa. Yang terpenting bantu siapkan masyarakat kita bahwa bencana setiap saat dapat terjadi,” paparnya.
Perlu diketahui gempa Lombok pada Minggu, 17 Maret 2019 adalah gempa dengan sumber yang berbeda dari gempa 7,0 pada 2018. Sesar pembangkit gempa Lombok tahun lalu adalah Sesar Naik Flores dengan mekanisme naik (thrust fault).
Para ahli sepakat bahwa gempa Lombok Minggu kemarin dipicu sesar aktif dengan mekanisme turun, namun mengapa Lombok bisa muncul gaya pembangkit gempa lokal dengan mekanisme turun saat ini belum ditemukan kata sepakat antara para ahli.
“Ada sebagian ahli menduga bahwa gempa dengan mekanisme turun yang terjadi berkaitan dengan dinamika magma yang memicu runtuhan kerak bumi di zona gunung api aktif,” kata Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono, melalui keterangan tertulis.
Ada pula pendapat berbeda. Penyebab gempa menurut ahli lain adalah adanya aktivitas gempa yang memicu sesar turun di zona back arc (busur belakang) yang menandai terjadinya back arc spreading (perluasan) di busur belakang.
Ada pula pendapat yang mengkaitkan adanya fenomena gravity tectonic yaitu pembebanan massa gunung yang memicu terjadinya penyesaran turun (normal fault) di kaki gunung. (red)