KoranNTB.com – Alumni Forum Komunikasi Mahasiswa Mataram (FKMM) perlu melakukan reuni akbar paska Gelaran Pemilu Serentak 2019. Hal ini penting sebagai upaya pra kondisi untuk membangkitkan  FKMM agar eksis kembali sebagai wadah perjuangan student movement di era abad  milenial.

FKMM di era milennial selain sarana advokasi kalangan aktivis pergerakan mahasiswa, juga perlu  memahami perkembangan kemajuan tekhnologi dalam melakukan campaign gerakan.

Pesatnya kemajuan platform  tekhnologi Informasi harusnya direspon dengan dengan cara memperkuat kapasitas dan skill kalangan aktivis yang memahami tehnologi, khusus nya 4.0.

Dalam konteks tersebut, alumni atau senior FKMM perlu berkumpul dan memberikan jalan keluar dalam merespon perkembangan tehnologi sebagai sarana mendukung aktivitas pergerakan di era milenial.

Demikian disampaikan Direktur Mi6, Bambang Mei Finarwanto, Selasa, 16 April 2019.

Menurut Dir Mi6 yang akrab disapa Didu, FKMM didirikan dan dideklarasikan pada 10 Desember 1988 di Taman Budaya oleh sekumpulan aktivis Mahasiswa Unram, Muhammadiyah, IKIP menjadi tonggak utama kebangkitan gerakan mahasiswa Mataram di era Orde Baru.

“Aktivis FKMM kemudian menjadi avant garde atau pelopor utama mencetuskan Gerakan Anti Pembodohan Medio Mei 1990 yang mengusung isu  menuntut kebebasan mimbar, pendidikan politik dan penurunan uang SPP dan wisuda,” kata Didu.

Didu menambahkan aksi besar yang diikuti ribuan mahasiswa tersebut berakhir dengan happy ending, Pihak Rektorat Universitas Mataram mengabulkan semua tuntutan Gerakan Anti Pembodohan.

“Dari Aksi tersebut kemudian muncul aktivis-aktivis muda Mataram yg kelak menjadi kekuatan FKMM seperti Nurdin Ranggabarani, Moh Syafik, Alm Hendar Fahmi Ananda yang terkenal dengan oratornya yang memukau, kemudian ada Sirra Prayuna, Budi Adyana, Alm Imtihan Taufan, aktivis perempuan FKMM Sunan Khaerani,” tambah Didu.

Paska Gerakan Anti Pembodohan atau GAP, ungkap Didu aktivis FKMM kemudian seiring dengan kebebasan akademis melakukan penetrasi dan menguasai organ kampus yakni Senat Mahasiswa dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), termasuk mendirikan UKM baru sebagai wadah advokasi yang legal di kampus yakni Wahana Mahasiswa Pengabdi Masyarakat (WMPM) dan Himpunan Mahasiswa Pengabdi dan Peneliti Kemasyarakatan (HMP2K). Selain itu hampir semua Ketua Senat Universitas maupun Senat Fakultas dikuasa aktivis FKMM ataupun afiliasinya, kecuali Senat Fakultas Hukum.

Sementara itu kata Didu, student movement FKMM makin bertambah kritis dan disegani saat Nurdin Ranggabarani menjadi Ketua Presidium FKMM. Serangkaian Advokasi dan Solidaritas untuk Rakyat digalang oleh FKMM.

“Harus diakui Nurdin Ranggabarani adalah pemimpin FKMM yang fenomenal dan berani melawan rezim Orde Baru saat itu. Dia pernah terlibat aksi solidaritas Penembakan Santa Cruz di Timor Timur, Aksi Kedung Ombo dan lainnya. Nurdin menjadi ikon FKMM di kalangan pergerakan saat itu,” kenang Didu.

Lebih jauh Didu menambahkan di era kepemimpinan Nurdin Ranggabarani kala itu, FKMM banyak didatangi para aktivis gerakan luar daerah maupun aktivis gerakan luar negeri seperti dari Hongkong maupun Australia.

“Rasa persaudaraan dan solidaritas sesama aktivis kala itu kuat sekali. Hal ini dibuktikan dengan serangkaian aksi solidaritas yg digalang organ student movement di setiap daerah jika terjadi aksi kekerasan yg menimpah aktivis ataupun rakyat di daerah lain ,” ujar Didu yang di FKMM menjadi Kepala Divisi Jaringan dan  AgiProp (Agitasi dan Propaganda) .

Seiring dengan perubahan zaman dan tantangan ke depan yang makin komplek, lanjut Didu, alumni FKMM tidak boleh egois dan apolitis menyikapi sikon yang ada. Untuk itu perlu direalisasikan Reuni Akbar alumni FKMM.

The Old Soldier Never Die. FKMM Reborn perlu dibangkitkan untuk menghadapi tantangan yang makin komplek di era milenial ini,” ungkap Didu. (red/3)