KoranNTB.com – KPK mengungkap kronologis operasi tangkap tangan atau OTT pejabat Kantor Imigrasi Kelas I Mataram.

Sebelumnya, KPK menangkap Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, Kurniadie, Kepala Seksi Inteldakim, Yusriansyah Fazrin dan Penyidik PNS Imigrasi Mataram, Ayyub Abdul Muqsith di tempat terpisah.

OTT tersebut bermula dari kasus penyalahgunaan izin tinggal dua warga negara asing di Lombok, Nusa Tenggara Barat yang ditangani Imigrasi Mataram.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata, mengungkapkan KPK mendapatkan informasi telah terjadi penyerahan uang dari Direkur PT Wisata Bahagia yang juga menjabat pengelola Wyndham Sundancer Lombok, Liliana Hidayat kepada Yusriansah Fazri selaku Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan lmigrasi Mataram di Kantor Imigrasi Kelas I Mataram.

Kasus pelanggaran izin tinggal itu ditangani Penyidik PNS Imigrasi Mataram, Ayyub Abdul Muqsith, yang juga turut ditangkap.

Yusriansah dan Ayyub ditangkap di sebuah hotel di Mataram dini hari kemarin, Selasa 28 Mei 2019. Diamankan berapa amplop berisi uang dengan total Rp85 juta.

KPK juga mengamankan Liliana Hidayat, WYU selaku staf Liliana dan JHA selaku General Manager Wyndham Sundancer Lombok di Wyndham Sundancer Lombok, Senin malam.

Sementara, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, Kurniadie, ditangkap di rumah dinasnya Jalan Majapahit Kota Mataram.

Mereka diamankan di Polda NTB untuk pemeriksaan awal. KPK kemudian memanggil Penyidik PNS Imigrasi Mataram berinisial BWI untuk diperiksa karena diduga menerima uang dalam perkara tersebut. Tidak hanya BWI, sebanyak 13 orang yang diduga menerima uang tersebut juga dipanggil untuk mengembalikan uang itu. Total uang yang dikembalikan mencapai Rp81,5 juta.

Dua WNA

Dua WNA yang diduga terlibat penyalahgunaan izin tinggal berinisial BGW dan MK. Mereka diduga masuk menggunakan visa sebagai turis biasa, tetapi ternyata bekerja di Wyndham Sundancer Lombok.

Pengelola Wyndham Sundancer Lombok, Liliana Hidayat diduga berupaya bernegosiasi dengan Imigrasi Mataram agar kedua WNA itu tidak diproses hukum, karena pada 22 Mei 2019 terbit surat perintah Imigrasi Mataram untuk penyidikan dua WNA itu.

Kepala Seksi Inteldakim, Yusriansyah, menghubungi Liliana untuk ambil SPDP tersebut. Permintaan pengambilan SPDP diduga sebagai kode untuk menaikan harga untuk menghentikan kasus. Liliana menawarkan Rp300 juta untuk hentikan kasus itu, namun ditolak Yusriansyah dengan alasan uang tersebut kecil.

Yusriansyah kemudian berkoordinasi dengan atasnya Kurniadie untuk negosiasi perkara tersebut. Pertemuan kembali dilakukan Yusriansyah dan Liliana. Uniknya, dalam pertemuan mereka berkomunikasi tanpa suara, melainkan melalui tulisan kertas untuk negosiasi perkara tersebut.

Terjadi kesepakatan Rp1,2 miliar untuk mengakhiri penyidikan dua WNA itu. Penyerahan uang pun tak biasa, Liliana datang ke depan ruang Yusriansyah, dengan membawa uang  Rp1,2 miliar.

Uang tersebut disimpan dalam tong sampah depan ruangan Yusriansyah. Selanjutnya Yusriansyah memerintahkan BWI untuk mengambil uang itu dan memberikan Rp800 juta pada Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, Kurniadie.

Penyerahan uang pada Kurniadie diisikan pada ember berwarna merah. Kurniadie kemudian memanggil pihak lain untuk pergi menyetorkan uang Rp340 juta ke rekeningnya dan sisanya diperuntukkan untuk pihak lain.

Kini tiga tersangka ditetapkan KPK. Masing-masing Kurniadie, Yusriansyah dan Liliana.

Kedua WNA asal Singapura dan Australia itu kini sudah dipulangkan ke negara asalnya. (red)