KoranNTB.com – Meskipun tahapan gelaran Pilkada serentak 2020 baru dimulai September 2019. Akan tetapi aroma kompetisinya sudah terasa getarannya. Sejumlah wajah baru calon kepala daerah mulai tebar pesona sekaligus melakukan psy-war politik.

Sebagai pendatang baru, mereka digadang-gadang punya kans kuat menaklukan power politik petahana. Hal ini tentu terkait  kemampuan resources para figur baru  tersebut diprediksi memperoleh dukungan nyata, baik yg maju lewat jalur  parpol maupun independen.

Terlepas dari hal itu, Mi6 memandang Pilkada Serentak 2020 merupakan adu kuat pertarungan gengsi dan marwah Parpol dan independen di arena kompetisi Pilkada.

Menurut Direktur Mi6, Bambang Mei Finarwanto, konstelasi perolehan suara Pileg 2019 setidaknya menjadi trigger (pemicu) dengan munculnya figur baru calon kepala daerah.

“Sebagaimana diketahui, hasil pemilihan legislatif di NTB untuk DPRD Propinsi NTB dari 55 anggota DPRD NTB periode 2014 – 2019 hanya menyisakan 14 incumben, sisanya 41 pendatang baru,” ujarnya, Selasa, 18 Juni 2019.

Demikian pula hasil akhir rekapitulasi suara  DPR RI dapil Lombok menyisakan empat incumben serta empat pendatang baru. Sementara perolehan suara DPR RI dapil Sumbawa menyisakan satu incumben, dua muka baru. Sedangkan untuk kuota empat  anggota DPD RI yang terpilih semuanya pendatang baru.

“Bahkan caleg pendatang baru dari Partai  Gerindra, Haji Bambang Kristiono menempati rangking 1 dan Partai Gerindra nyaris memperoleh dua kursi di dapil Lombok,” bebernya.

Didu mengatakan berhembusnya angin perubahan (April Spring)  dalam pileg 2019 ini menjadi salah satu alasan dengan tampilnya figur baru calon kepala daerah. Bahkan ada  keyakinan bahwa posisi politik dan power petahana tidak lagi  istimewa dan superior.

“Jika di era Pilkada sebelumnya ada  hegemoni pikiran (persepsi) yang ditanamkan tentang kedigdayaan  petahana yang menimbulkan phobia, justru saat ini di mata figur baru  menjadi spirit untuk best of the best,” tandas Didu.

“Mi6 menilai munculnya the rising star calon kepala daerah yang baru akan membuat fragmentasi dukungan loyalis votters yang justru  menambah daya pesona pilkada serentak 2020 karena kekuatan kandidat tersebar merata dan memiliki probabilitas  menang yang sama,” tambah Dir Mi6 yang juga Mantan Eksekutif Daerah WALHI NTB 1999-2002.

Rivalitas Parpol vs Independen

Direktur Mi6 mengatakan tidak tertutup kemungkinan akan terjadi  rivalitas pertarungan power politik antara kekuatan Parpol melawan independen. Bagi Parpol, Pilkada 2020 merupakan merupakan momentum politik yang harus dimenangkan sebagai upaya persiapan perebutan kursi Gubernur NTB 2023.

“Jika calon parpol memenangkan semua pilkada 2020, maka Pilgub 2023 menjadi ringan karena infrastruktur politik di kabupaten/kota dikuasai,” tandasnya.

Sementara itu lanjut Didu, munculnya  calon independen harus dipahami dalam konteks sebagai anti tesa atas dominasi parpol dalam setiap kontestasi demokrasi. Selain itu  dalam pentas pilkada 2020, parpol diprediksi akan mengusung kadernya sendiri untuk memastikan loyalitas ideologinya terhadap parpol yang mengusungnya jika kelak terpilih sebagai kepala daerah.

“Di sini calon kepala daerah yang tidak diendors parpol akan banyak maju dan menggantungkan harapannya lewat jalur independen agar bisa terlibat kompetisi,” pungkasnya. (red)