Sesar Selatan Lombok dan Catatan Kelam Masa Lalu
KoranNTB.com – Pria tua kurus itu duduk di pojok dermaga Awang Lombok Tengah. Dia bersiap menyambut Anggota DPR RI, Bambang Haryo meninjau pelabuhan. Dia mengeluhkan kebijakan menteri Susi yang melarang nelayan menangkap benih lobster. Karena menurutnya, kebijakan tersebut sangat tidak cocok diterapkan di Awang, karena benih lobster hanya akan menjadi santapan ikan. Tidak sampai tumbuh besar di perairan Awang.
Peristiwa itu hampir satu tahun yang lalu terjadi. Saat seluruh penduduk Lombok masih mengungsi di tenda darurat.
Lelaki tua itu adalah kepala dusun di Awang. Dia memberanikan diri datang ke pelabuhan. Sementara warga lainnya tengah mengungsi di kaki bukit.
Kami mencoba berbincang dengannya, menanyakan sejarah kelam tahun 1977. Pada Jumat 19 Agustus 1977 menjadi hari yang buruk bagi masyarakat Sumba, NTT. Di hari kelabu tersebut terjadi gempa bumi yang diperkirakan berkekuatan mencapai 8,0 magnitudo mengguncang Sumba. Tidak lama berselang, Sumba diporak-porandakan dengan terjangan tsunami yang hebat.
Tsunami tersebut menghantam Sumba dengan ketinggian 15 meter. Akibatnya, menewaskan sekitar 316 orang dan menghancurkan ribuan bangunan.
Bagaimana dengan NTB? Justru gempa dan tsunami Sumba tidak terlalu familiar. Yang justru lebih familiar adalah wilayah yang terdampak akibat gempa Sumba. Lunyuk, Kuta dan Awang. Lebih familiar dikenal tsunami Lunyuk Sumbawa.
Desa Lunyuk Besar, Kabupaten Sumbawa turut dihantam gelombang tsunami. Sekitar 198 orang meninggal dunia akibat bencana tersebut. Kerugian materil pun berjumlah ratusan juta.
Banyak penduduk di pinggir pantai tiba-tiba dibuat kaget dengan air laut yang surut secara mendadak. Surutnya air laut tersebut disertai dengan suara dentuman bagaikan bom yang berulang-ulang. Tidak lama berselang, tsunami datang menghempas Desa Lunyuk.
Gempa bumi dan tsunami yang sama menerjang Lombok. Dusun Awang dan Desa Kuta, Lombok Tengah dihantam gelombang tsunami. Sekitar dua orang meninggak dunia di Kuta dan kurang lebih 20 orang meninggal dunia di Awang akibat hantaman tsunami.
“Air datang tiba-tiba. Rumah-rumah warga terhempas. Kita mengungsi ke bukit,” ujar lelaki tua itu.
Saat itu tepat hari Jumat, 19 Agustus 1977. Saat warga menjalankan ibadah puasa. Di bulan Ramadhan itu, dari tengah laut terdengar bunyi dentuman besar seperti bom. Dentuman terdengar sekitar tiga kali. Beberapa saat kemudian gelombang tsunami menerjang Awang.
Pusat gempa berada di Samudera Indonesia sebelah Barat Daya Pulau Sumba (NTT). Menurut perhitungan Pusat Meteorologi dan Geofisika, pusat gempa atau episenter berada di laut pada posisi 118.6* BT – 11,8* LS pada kedalaman sekitar 33 kilometer.Kekuatan gempa diperkirakan mencapai 8 Skala Reichter. Gempa tepat di lempeng Indo-australia dan lempeng eurasia. Lebih familiar dikenal Sesar Selatan Lombok.
Lelaki tua itu menceritakan air laut datang dan melompat dari atas gunung di Awang. Meskipun belum ada bukti yang menguatkan, namun di desa tersebut memang memiliki bukit tinggi yang membatasi laut Awang. “Air lompat dari gunung itu terus menghantam ke sini,” ungkapnya.
Memang sebelum gempa besar telah terjadi gempa pendahuluan 6,2 magnitudo. Namun saat itu masyarakat belum mengetahui soal tsunami. Mereka belum paham ketika terjadi gempa besar akan disusul tsunami jika gempa terjadi di laut dengan kedalaman dangkal. Bahkan kata “tsunami” belum akrab di telinga masyarakat. Tsunami baru dikenal sejak gempa Aceh.
Lombok Dikelilingi Sumber Gempa
Kami berusaha bertanya pada seseorang ahli kegempaan di BMKG pusat tentang potensi gempa-gempa besar lainnya. Namun jawabannya, itu terlalu mengerikan untuk diberitakan dalam kondisi masyarakat NTB yang baru pulih pasca gempa. Dia memberikan data grafik tentang sumber-sumber gempa besar yang mengelilingi Pulau Lombok, Pulau Sumbawa dan Pulau Bali. Namun sayangnya, kami tidak dapat mempublikasikan data tersebut atas perjanjian off the record.
Namun dia menjelaskan, gempa itu pada dasarnya tidak melukai apalagi membunuh. Hanya bangunan tak tahan gempa yang membunuh masyarakat. Sehingga sudah seharusnya masyarakat membangun rumah tahan gempa.
Rumah tahan gempa tidak harus mahal. Rumah berbahan kayu pun bisa menjadi tahan gempa jika dibangun kontruksi yang sesuai.
Dia menyarankan agar masyarakat tidak panik saat terjadi gempa. Jika terjadi gempa besar hendaklah lari ke daerah dataran tinggi, khususnya bagi masyarakat di pinggir pantai. Jangan sekali-kali menunggu tsunami kelihatan baru mengungsi. Perhatikan sifat air laut jika surut. Anda memiliki kesempatan untuk membawa keluarga lari ke dataran tinggi.
Sosialisasi dan Mitigasi Minim
Sosialisasi maupun mitigasi di masyarakat NTB terbilang sangat minim pasca gempa. Hanya BMKG semata yang beberapa kali melakukan sosialisasi dan mitigasi pada masyarakat.
Pihak Pemda saat ini disibukkan dengan progres rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa. Belum ada tindakan nyata yang mereka lakukan untuk sosialisasi dan mitigasi bencana pada masyarakat.
Rumah tahan gempa hanya dibangun bagi masyarakat yang rumahnya rusak akibat gempa 7,0 dulu. Sementara masyarakat yang rumahnya tidak mengalami kerusakan, tidak ada sosialisasi atau bantuan untuk membangun rumah tahan gempa.
Negara ini memang tidak pernah dapat belajar dari bencana. Pengobatan tanpa dibarengi pencegahan memang sesuatu yang akan sia-sia. Impian pemahaman mitigasi bencana seperti Jepang masih jauh tertinggal. Peradaban kita belum siap meniru itu. (red)