Pembangunan Perumahan di Desa Sembung Rusak Irigasi Warga
KoranNTB.com – Pembangunan perumahan di Desa Sembung, Kecamatan Narmada, Lombok Barat, diduga melanggar aturan. Pasalnya, rencana pembangunan perumahan tersebut berdiri di lokasi sawah abadi atau sawah berkelanjutan.
Dari pantauan media, memang belum ada pembangunan unit rumah, namun lahan yang sudah diratakan tersebut jelas terpasang baliho bertulis perumahan bersubsidi Sembung Palace.
Tidak hanya berdiri di sawah abadi, proyek yang dikerjakan PT. Maulana Raya Lombok merusak saluran irigasi petani di sana.
“Kalau di Sembung, gara-gara ada pembangunan proyek perumahan bersubsidi Sembung Palace, saluran irigasi ke sawah yang dulunya lancar sekarang terganggu. Dampaknya, produksi pertanian mulai berkurang. Sehingga, rezeki saya sebagai buruh otomatis berkurang,” ungkap seorang buruh tani Desa Sembung, Muhammad, belum lama ini.

Dia juga menyayangkan pembangunan di lahan produktif. Saat ditemui, ia sedang panen padi di lokasi setempat. Pria yang hanya diupah Rp35 ribu per hari itu mengaku, banyak sawah yang dulu pernah dilihatnya kini sudah mulai hilang.
Tidak heran, kakek itu rela pergi ke tempat jauh untuk merampek (panen padi) bersama para buruh tani lain. Karena mereka hanya mengandalkan lahan pertanian untuk makan sehari-hari. Bila ada permintaan pemilik sawah, ia diajak buruh lainnya untuk ikut merampek, termasuk ke Kota Mataram.
Ia berharap, jika ada proyek pembangunan perumahan di Desa Sembung, maka sebaiknya perlu diatur terkait saluran irigasi yang sudah ada agar tidak dirusak atau diratakan.
“Sekarang bisa dilihat, air irigasi pascatanah diratakan, melubernya ke mana-mana. Sehingga, sawah petani banyak yang fuso dan dipanen lebih dini,” kata Muhammad
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB Husnul Fauzi, meminta Pemda kabupaten/kota di NTB agar lebih selektif menerbitkan izin pembangunan di atas areal yang masuk lokasi persawahan yang masuk kategori sawah abadi atau berkelanjutan di wilayahnya masing-masing. Salah satunya, di Desa Sembung.
Husnul mengatakan, dalam UU tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) telah diatur secara komprehensif terkait perencanaan alih fungsi dan selanjutnya ada kewajiban lahan pengganti seluas dua kali lipat dari lahan yang telah dialih fungsikan tersebut.
“Langkah ini dimaksudkan agar keseimbangan alam dan ketahanan pangan dapat terjaga. Mengingat, alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan perumahan dan perkantoran menjadi ancaman serius akhir-akhir ini di semua wilayah di Indonesia, termasuk di NTB,” ujarnya Kamis, 25 Juli 2019 kemarin.
Menurut Husnul, pemberian izin peralihan fungsi lahan pertanian produktif telah menjadi kewenangan Pemda kabupaten/kota. Oleh karena itu, ia menyarankan agar pemda kabupaten/kota mulai serius menyiapkan perangkat penyidik pegawai negeri sipil atau PPNS.
“Jika ada PPNS itu, biasanya pengawasan terhadap RT/RW masing-masing kabupaten/kota, khususnya alih fungsi lahan pertanian akan bisa berjalan efektif seperti yang sudah kita terapkan di Pemprov NTB,” kata Husnul.
Terkait apakah kawasan persawahan Desa Sembung masuk areal persawahan produktif di NTB. Dijelaskan Husnul, dalam pantauannya memang sejauh ini, kawasan Desa Sembung dan Kecamatan Narmada pada umumnya memang merupakan lokasi persawahan produktif di NTB.
Mengingat, selama ini, produksi pertanian di wilayah setempat mampu memberikan kontribusi pada produksi beras di NTB.
“Tapi, apakah substansi perlindungan lahan di sana (Desa Sembung), sudah masuk dan ditetapkan dalam kawasan tata ruang Kabupaten Lombok Barat. Yakni, kawasan hijau, tentu Pemkab Lombok Barat perlu melakukan klarifikasi. Ini penting agar lahan-lahan produktif itu tidak gampang dialih fungsikan ke depannya,” tandas Husnul Fauzi. (red)