KORANNTB.com  – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diusulkan untuk menjadi bagian dari Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR). Hal itu agar KPK tidak dapat diintervensi, sekalipun oleh presiden.

Advokat  Lembaga Bantuan Hukum  Solidaritas Indonesia (LBH SI), Lalu Piringadi, SH  mengatakan secara resmi amandemen UUD 1945 telah diajukan gugatan pembatalan. Gugatan pembatalan dilakukan dr. Zulkifli S. Ekomei dengan kuasa hukumnya dari LBH SI, Advokat Lalu Piringadi, SH, dkk.

“Dokter Zul (sapaan Zulkifli S. Ekomei) menggugat MPR, DPR, presiden, pimpinan partai, panglima TNI hingga Kapolri dalam perkara pembatalan amandemen UUD 45 versi MPR yang disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002 itu terregister dgn nomor perkara : 592/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Pst tgl 27 September 2019,” kata Lalu Piringadi, Minggu ( 29/9 )

Dalam pointer gugatannya, dokter Zul mengajukan cara untuk penguatan lembaga antikorupsi KPK, yaitu dengan menaikkan status KPK menjadi bagian dari lembaga MPR dalam bentuk komisi atau badan pekerja MPR di bidang penegakan hukum, khusus penanganan kasus korupsi.

Link Banner

“Intinya, dengan menempatkan KPK sebagai bagian dari lembaga tertinggi negara, yaitu dengan sebuah Ketetapan /Tap MPR,  maka KPK tidak bisa lagi diintervensi oleh Presiden maupun DPR,” ujarnya.

Selain itu secara psikologis dan praktik ketatanegaraan, posisi KPK yang menjadi bagian MPR akan memberi legitimasi yang kuat bagi KPK untuk memeriksa lembaga Legislatif, Yudikatif dan Eksekutif.

“Tentu secara teknis perlu dibicarakan secara detail terkait proses ini. Namun ini merupakan sebuah inisiatif yang perlu dipertimbangkan untuk kebaikan republik ini,” terangnya.

Dampak Gugatan

Sisi lain, dalam gugatan tersebut juga memiliki poin pemalsuan UUD 45 versi MPR, yang nantinya akan berimplikasi pada Penundaan Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024, yang harus menunggu hasil putusan hukum Pengadilan, atau hasil Sidang Umum atau Sidang Istimewa MPR untuk menyikapi gugatan hukum tersebut.

“Secara hukum akan membawa konsekuensi, pertama penundaan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024, yang harus menunggu hasil putusan hukum pengadilan, atau hasil Sidang Umum atau Sidang Istimewa MPR untuk menyikapi gugatan hukum,” ungkap Lalu Piringadi, SH .

“Kedua, jika MPR menyetujui gugatan tersebut untuk kembali menggunakan UUD 45 asli, yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, maka MPR akan kembali menjadi lembaga tertinggi negara,” ucapnya.

Jika MPR menjadi lembaga tertinggi negara, maka proses pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan MPR. Juga penyusunan dan penetapan GBHN dan pengisian utusan golongan di MPR.

“Bisa saja MPR memilih dan menetapkan (kembali) pasangan Jokowi – KH Makruf Amin sebagai pasangan Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2019-2024,” Pungkasnya. (red)