KORANNTB.com – Amira Zanzabila Islami balita asal Dusun Karang Bucu, Desa Bagek Polak, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat, berjuang melawan penyakit langka.

Perutnya membesar seperti menderita busung lapar, sementara kulitnya berwarna kuning. Dia sangat tersiksa dengan kondisi seperti itu.

Amira didiagnosa menderita Atresia Bilier atau gangguan saluran empedu. Penyakit tersebut menyebabkan empedu tidak dapat mengalir keluar dari hati, sehingga dapat memicu gangguan serius pada hati.

Balita mungil tersebut terbaring lemas. Dia membutuhkan uluran tangan dari “orang baik”.

Ibunda Amira, Rizki Noviani (21) menuturkan Amira bersama saudara kembarnya Rizki Salsanbila Amara lahir pada bulan oktober 2018 lalu. Keduanya dilahirkan dengan cara operasi sesar.

Saat dilahirkan kondisi keduanya normal dan sehat. Namun keanehan terlihat pada Amira saat usia dua minggu. Terlihat ada perubahan pada tubuhnya. Ia tidak tahu apa yang dialami anaknya tersebut. Warga sekitar menyarankan agar Amira dijamur di bawah terik matahari pagi, karena mereka beranggapan kondisi Amira akibat efek dari lahir kembar.

Kemudian di usia lima bulan, perut Amira membesar sehingga ia dan suaminya memutuskan membawa anaknya itu ke petugas medis di desa setempat. Setelah beberapa lama,  ia pun kembali membawa anaknya ke dokter spesialis.

“Setelah diperiksa dokter, anak saya divonis terkena penyakit kerusakan hati, dan menyarankan agar dibawa langsung ke Bali (RS Sanglah),” katanya.

Beberapa kali ia membawa anaknya berobat namun tak ada perubahan. Ia waktu itu tidak mampu membawa anaknya berobat ke Bali karena tak ada biaya. Jangankan untuk biaya kata dia, kebutuhan sehari-hari terkadang tak mampu dipenuhi.

Selama mengalami penyakit ini, anaknya sudah lima kali bolak balik rumah sakit untuk dirawat inap. Sekali sebulan, anaknya harus menjalani cuci darah.  “Ini sudah yang terlahir kami bawa ke rumah sakit kota, dibantu beberapa lembaga kemanusiaan,” ujarnya.

M. Izul Islam (19), ayah dari Amira mengaku istrinya melahirkan dua anaknya dengan cara operasi karena saat itu mengalami insiden keracunan kandungan sehingga harus dipaksa sesar pada usia delapan bulan.

Praktis semenjak anaknya sakit ia tak pernah bekerja. Ia sendiri mengaku sebagai pedagang kaki lima (PKL) di pinggir jalan. Ia juga jualan bensin eceran. Sebelum anaknya sakit, hasil jualannya Rp200 ribu sehari, jika dari jualan PKL400 ribu.  Namun semenjak sakit, penghasilannya tidak ada.

Sementara untuk biaya kebutuhan sehari-hari, ia menghabiskan lebih dari Rp500 ribu.

Untuk biaya berobat sang anak, dia terpaksa menjual Pertamini miliknya. “Tapi sudah habis untuk biaya berobat dan kebutuhan sehari-hari” imbuhnya.

Kini, hanya dari gerakan hati yang tulis para “orang baik”, yang dapat membantu Amira tersenyum menjejaki masa depannya. (red)