KORANNTB.com – Sebanyak 5.000 massa direncanakan akan menggelar aksi menolak pergantian nama bandara dari Lombok Internasional Airport (LIA) ke Bandara Zainuddin Abdul Madjid atau ZAM.

Massa rencananya akan menggelar aksi pada Senin, 18 Oktober 2019 di DPRD NTB dan Kantor Gubernur NTB.

Massa akan berkumpul dari Bencingah Adiguna Alun-alun Tastura, Praya, Lombok Tengah dan berkonvoi menuju Kota Mataram.

Koordinator Umum, Lalu Hizzi, mengatakan pengusulan nama bandara oleh Gubernur NTB sebelumnya, yakni Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) tidak pernah melibatkan DPRD maupun Bupati Lombok Tengah, sehingga hal tersebut memancing ketersinggungan banyak pihak.

Link Banner

“Pengusulan pergantian nama bandara BIL/LIA oleh Gubernur terdahulu/TGB tidak pernah ada pelibatan DPRD I dan II, juga Bupati. Sehingga membuat ketersinggungan banyak pihak, terutama tokoh-tokoh di Lombok Tengah,” katanya dihubungi melalui pesan singkat, Sabtu, 16 November 2019.

Selain itu, nama bandara ZAM dinilai bermuatan politik identitik, dan justru nama bandara sebelumnya sudah familiar di telinga masyarakat.

“Yang kedua pergantian itu sangat bermuatan politis, politik identitas, nama BIL (Bandara Internasional Lombok) sudah sangat familiar dan representatatif keterwakilan semua pihak,” ucapnya.

Sebelumnya, Gubernur NTB Zulkieflimansyah meminta pihak Angkasa Pura I mengumumkan pergantian nama bandara dari Lombok Internasional Airport (LIA) ke Bandara Zainuddin Abdul Madjid.

Itu tertuang dalam surat bernomor 550/375/Dishub/2019 tertanggal 15 November 2019. Dalam surat tersebut ditandatangani Gubernur NTB dengan stempel Sekretariat Daerah.

Pada surat yang sama, disampaikan perintah agar pihak maskapai melakukan announcement (pengumuman) dengan menyebut nama Bandara Zainuddin Abdul Madjid sesuai Keputusan Menteri Perhubungan.

Kemudian, memerintahkan pihak PT. Angkasa Pura I untuk memasang papan nama bandar udara Zainuddin Abdul Madjid di lingkungan bandara.

Sikap Gubernur NTB tersebut menimbulkan reaksi pro dan kontra di tengah masyarakat. Ada yang mendukung, tapi adapula yang menolak. (red)