KORANNTB.com – Beredar kabar bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) di Lombok Tengah diperintahkan untuk menggelar aksi menolak perubahan nama bandara dari Lombok Internasional Airport (LIA) menjadi Bandara Zainuddin Abdul Madjid (ZAM).

Sekda hingga Kadis se-Kabupaten Lombok Tengah diisukan memerintahkan ASN untuk berunjuk rasa di Kantor DPRD NTB dan Kantor Gubernur NTB pada Senin, 18 November 2019.

Direktur Lombok Global Institute (Logis) Muhammad Fihiruddin menyayangkan rencana pengerahan ASN oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah untuk turun aksi.

“Kami sangat menyesalkan jika benar ada aksi pengerahan ASN oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah dalam aksi unjuk rasa menolak perubahan nama bandara,” ujarnya di Mataram, Minggu, 17 November 2019.

Selain menyayangkan aksi tersebut, Sekretaris Pemuda Nahdatul Wathan (NW) ini, juga akan melaporkan Sekda Lombok Tengah, HM Nursiah dan seluruh kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) jika terbukti mengajak ASN untuk berunjuk rasa.

“Ada temuan di beberapa group OPD ajakan dari kepala dinas yang mengajak ASN untuk turun aksi besok hari Senin. Bahkan kepala desa dikumpulin oleh Camat untuk memerintahkan BKD (Badan Keamanan Desa) untuk ikut aksi juga. Karena ini informasinya atas perintah langsung bupati,” tegasnya.

Menurut Fihirudin, sejatinya tugas ASN adalah bekerja dan melayani masyarakat. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, di mana PNS harus menaati jam kerja. Bukan justru sebaliknya ikut-ikutan turun ke jalan dan melakukan aksi unjuk rasa.

“Ini namanya sudah melanggar disiplin PNS. Apa jadinya kalau ASN ikut-ikutan berunjuk rasa. Padahal notabenenya ASN itu adalah pelayan masyarakat,” ketus Fihir.

Lebih lanjut, Fihirudin menegaskan, perubahan nama bandara nama BIL atau LIA menjadi Bandara ZAM mestinya harus dihargai semua pihak. Apalagi perubahan nama bandara tersebut adalah keputusan pemerintah pusat, bukan keputusan gubernur atau bupati.

“Keputusan mengganti nama bandara dengan nama Maulana Syeh bukan karena beliau pendiri NW atau apa, tapi karena penghargaan pemerintah pusat kepada beliau sebagai pahlawan nasional. Beliau milik kita semua bangsa Indonesia, bukan milik kelompok atau daerah tertentu. Jari beliau kebanggaan kita semua sesungguhnya,” tandas Fihir. (red)