Oleh : Isnan Nursalim

Mahasiswa Peminat Sosiologi Pariwisata Universitas Mataram

KORANNTB.com – NTB kini menempatkan pariwisata sebagai salah satu sektor prioritas pembangunan sebagai mesin penggerak perekonomian di daerah ini. Terdapat 99 desa wisata yang akan dikembangkan Pemerintah Provinsi NTB sebagai sektor unggulan pariwisata di daerah yang dikenal mimiliki kekayaan alam dan budaya yang mempesona ini.

Namun, agar desa wisata bukan hanya sekedar bersifat sementara, desa wisata seharusnya dijalankan dengan kesadaran untuk bertanggung jawab dan melestarikan budaya serta lingkungan sekitar dengan menjalankan praktik-praktik pariwisata berkelanjutan. Dibutuhkan kesadaran seluruh stakeholder yang terlibat dalam pengembangan desa wisata untuk memahami pariwisata berkelanjutan bukan hanya untuk tujuan kesejahteraan ekonomi semata namun juga menjamin terciptanya lingkungan yang bersih serta terawatnya budaya masyarakat.

Pariwisata berkelanjutan menekankan bahwa penduduk lokal harus dilibatkan dalam kegiatan pariwisata dan berbagi secara adil dalam manfaat ekonomi, sosial, dan budaya, khususnya dalam penciptaan lapangan pekerjaan langsung maupun tidak langsung. Kebijakan kepariwisataan harus diterapakan sedemikian rupa untuk membantu meningkatkan taraf hidup dan kualitas hidup masyarakat dari daerah yang dikunjungi wisatawan (Ardika, 2018).

Pariwisata telah terbukti menjadi generator penggerak dalam pembangunan ekonomi dan menjadi lokomotif perubahan sosial-budaya serta lingkungan. Kepariwisataan sudah seharusnya mampu mempelihara budaya masyarakat serta menciptakan alam yang lestari dan lingkungan yang bersih. Dengan budaya yang atraktif serta alam yang lestari dan lingkungan yang bersih tentu wisatawan akan senang dan nyaman untuk berkunjung. Hal ini tentu harus berangkat dari kesepemahaman bahwa NTB yang telah mendeklarasikan diri sebagai tuan rumah bagi wisatawan dari berbagai penjuru dunia, maka sudah semestinya harus mampu menyuguhkan dan memberikan kenyamanan bagi wisatawan.

Pemerintah, pegiat dan pengelola wisata beserta masyarakat harus bahu membahu untuk menciptakan suasana lingkungan yang bersih dan alam yang lestari yang mampu dinikmati oleh wisatawan.

I Gede Ardika dalam bukunya yang berjudul Kepariwisataan Berkelanjutan Rintis Jalan Lewat Komunitas mengungkapkan bahwa pariwisata menjadi instrumen strategis yang memiliki peran besar terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) yang telah ditetapkan oleh PBB. Sedangkan menurut kode etik kepariwisataan dunia, dalam konteks kepariwisataan sebagai alat pembangunan yang berkelanjutan, pembangunan kepariwisataan harus menjaga lingkungan hidup agar dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang maupun generasi mendatang secara berkeadilan.

Konsep hidup dalam keseimbangan menjadi slogan dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan yang ramah terhadap lingkungan. Menjaga kelestarian alam dengan cara tidak melakukan eksploitasi berlebihan terhadap alam dan lingkungan menjadi keniscayaan yang harus diwujudkan.

Pariwisata Bebas Sampah

Permasalahan sampah menjadi isu menarik dalam kepariwisataan yang memerlukan perhatian dan penanganan serius. Mewujudkan pariwisata berkelanjutan yang bebas dari sampah menjadi pekerjaan rumah yang besar guna menjadikan Nusa Tenggara Barat sebagai surga wisata dunia. Hal tersebut juga disampaikan oleh Wakil gubernur Nusa Tenggara Barat, Dr. Ir. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, M. Pd saat membuka Rakor Pariwisata Daerah 2019.

Dalam sambutanya Wakil Gubernur yang juga fokus terhadap permasalahan sampah dan kelestarian lingkungan melalui program NTB Zero Waste ini menekankan setiap destinasi wisata harus mampu memeberikan rasa aman, nyaman, kebersihan dan keramah-tamahan (ntbprovgo.id, 15 Desember 2019).

Keindahan alam dan budaya NTB memang cukup berlimpah potensinya untuk dijadikan sebagai destinasi wisata unggulan Indonesia. Permasalahan sumber daya manusia dan kesadaran masyarakatnya akan potensi yang ada harus didorong agar mereka memiliki sense of belongings terhadap suatu destinasi wisata. Kesadaran akan kelestarian lingkungan dan kebersihan destinasi wisata harus dimiliki oleh masyarakat guna terwujudnya NTB Zero Waste di setiap destinasi wisata.

Robert D. Putnam dalam Field (2010) menyatakan bahwa modal sosial merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat berupa jaringan, kepercayaan dan norma yang mendorong partisipan untuk bertindak secara lebih efektif untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. Keterlibatan masyarakat dalam pengentasan permasalahan sampah dan lingkungan sangat penting. Kegiatan bersih-bersih lingkungan di berbagai destinasi wisata merupakan wujud nyata gotong royong yang memperlihatkan modal sosial. Urusan kebersihan bukanlah menjadi tanggung jawab pemerintah maupun petugas kebersihan semata melainkan masyarakat juga harus terlibat dalam menyelesaikan permasalahan ini. Pengelolaan sampah yang terintegrasi dengan berbagai pihak akan menciptakan kolaborasi dalam mengatasi permasalahan sampah yang ada di berbagi destinasi wisata. Kolaborasi yang menghasilkan kondisi lingkungan yang bersih dan lestari dapat menigkatkan kepercayaan masyarakat dalam mengatasi permasalahan yang ada.

Resiprositas tercipta dari hasil pertukaran yang saling menguntungkan dalam hal kebersihan dan lestarinya lingkungan sehingga menciptakan harmonisasi dalam simfoni kepariwisataan. Oleh karena itu pariwisata harus menekankan terhadap pelestarian lingkungan dan budaya yang menjadi tanggung jawab berbagai kita bersama.

Pariwisata berkelanjutan mendorong setiap komponen dalam kepariwisataan untuk menjaga dan bertanggung jawab terhadap alam dan lingkungan. Salah satu langkah konkrit melalui upaya prefentif untuk mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan dan bebas sampah yaitu melalui green tourism yang menekankan kepada kepariwisataan yang lebih ramah lingkungan. Hal ini bisa dimulai dari sektor yang terkecil yaitu  desa wisata. Desa wisata harus berani menginstal sebuah program wisata yang mengedepankan kearifan lokal dengan memanfaatkan fasilitas yang ramah lingkungan serta dapat didaur ulang. Barang-barang yang hanya bisa digunakan sekali pakai harus diminimalisir penggunaannya serta menggantikannya dengan barang yang bisa digunakan dalam waktu yang lebih lama.

Di sini peran masyarakat lokal menjadi sangat penting mengingat mereka sebagai subyek sekaligus obyek dari adanya destinasi wisata maka pemberdayaan terhadap masyarakat harus di-support oleh pemangku kebijakan maupun lembaga swasta.