KORANNTB.com – Jika menyebut Taman Budaya NTB di Mataram, tidak terlepas dari sebuah warung yang menjadi lokasi berkumpul para seniman. Namun kini, Warung Jack atau Warjack yang biasa menjadi lokasi kreativitas seniman ditumpahkan telah ditutup.

Penutupan Warjack oleh Kepala Taman Budaya Provinsi NTB, Baiq Rahmayati, karena pemilik warung, Jakaria atau Jack telah pensiun di Taman Budaya. Sebelumnya, dia merupakan pegawai di sana.

“Pak Jakaria kan pensiun, ada masukan pegawai Taman Budaya yang lain ingin berjualan. Tapi kita belum memastikan, karena kami harus tanya dulu komitmen tentang kebersihan dan menu yang dijual,” kata Baiq Rahmayati melalui sambungan telepon, Jumat, 3 Januari 2019.

Dia mengatakan, Warjack sering dikomplain soal kebersihan, sehingga dia mencari momentum yang tepat saat pemilik warung telah pensiun dari Taman Budaya.

“Justru (warung) malah mau diperbaiki. Sebelumnya Jack sering dikomplain soal kebersihan, sudah beberapa kali kita panggil, tapi kita pahami beliau sudah tua,” ujarnya.

Baiq Rahmayati mengatakan variasi makanan juga menjadi alasan dari ditutupnya Warjack. Menurutnya, makanan yang dijual tidak hanya itu-itu saja, tapi lebih bervariasi sesuai kebutuhan milenial.

“Varian makanannya menjadi perhatian kita juga, sehingga kemarin ada teman kami rapat beri masukan ada pengganti yang lebih bagus varian makanannya terus lebih bersih. Kebetulan Pak Jack pensiun momentum pas,” katanya.

Bicara Warjack tentu tidak hanya soal menu kuliner semata, tapi juga menjadi podium tempat berbagai kreativitas seni dipentaskan, juga menjadi tempat berbicara gagasan. Menampik soal itu, Rahmayati mengatakan ruang kreativitas tidak hanya dapat disalurkan di Warjack, tapi seluruh tempat di Taman Budaya  dapat dijadikan ruang berkreasi.

“Monggo saja bukan hanya di Warjack, sepanjang empat hektare Taman Budaya itu tempat aktivitas seni kita berikan. Kapanpun mereka berkesenian tidak ada hubungan dengan Warjack tutup, tidak hanya di pojok tempat kecil itu,” tandasnya.

Ditanya apakah seni tetap hidup meski Warjack ditutup, dia mengatakan hidupnya kreativitas seni hanya ditentukan oleh pelaku seni itu sendiri. Di mana pun tempatnya, jika pelaku seni suka berkreasi maka akan menjadi ramai.

“Kalau itu yang menjamin teman-teman seniman, yang pasti bukan Pak Jack yang berkesenian di sana, tapi dia jualan di sana, sama-sama diuntungkan. Malah kita berpikir bagaimana semakin bersih dan varian jualannya lebih dari satu. Varian makanan jangan itu saja, mungkin yang lebih milenial,” katanya.

Taman Budaya Bukan Soal Menu

Seniman Lombok, Adam Gottar Parra menyayangkan sikap Kepala Taman Budaya yang menutup Warjack dengan alasan variasi kuliner. Katanya, jika ingin mencari kuliner bukan di Taman Budaya, karena di Taman Budaya tempat orang menumpah kreativitas dan gagasan.

“Kalau bicara kuliner itu urusan lain. Warjack bukan warung isi perut tapi isi kreativitas kesenian. Kalau mau cari kuliner ke Punia aja, ke Udayana aja, atau ke Gunung Sari banyak sate Bulayak,” ujarnya.

Adam mengatakan, setiap pergantian Kepala Taman Budaya selalu muncul wacana menggusur Warjack, tapi selalu berhadapan dengan seniman. Para seniman juga akan segera mungkin bertemu Baiq Rahmayati untuk menyikapi penutupan Warjack.

“Setiap pergantian Kepala Taman Budaya, wacana penggusuran Warjack selalu ada, tapi yang terjadi teman-teman seniman selalu pasang badan sehingga penggusuran warung selalu gagal,” katanya.

Ia mengatakan, jika ada orang lain yang akan membuka warung di sana, maka para seniman tidak keberatan, namun Warjack tetap harus berdiri tanpa adanya penggusuran.

“Kalau ada temannya mau buka kuliner ya silahkan aja, jangan gusur Warjack, kan bisa berdampingan. Bangunan yang dipakai Warjack hasil urunan seniman,” ungkapnya. (red)

Foto: Kondisi Warjack pasca ditutup