Polemik Kunjungan Wisatawan, Dispar NTB dan BPS Klarifikasi
KORANNTB.com – Data kunjungan wisatawan Dinas Pariwisata (Dispar) Nusa Tenggara Barat sepanjang 2019, menyebut jumlah wisatawan yang datang ke NTB sebanyak 3,7 juta. Itu turun dari target 4 juta wisatawan.
Sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan jumlah hunian hotel sepanjang 2019 sebesar 1,8 juta. Ini membuat tanda tanya terkait perbedaan data.
Guna meluruskan polemik tersebut, Dispar NTB dan BPS NTB bersama sejumlah pelaku pariwisata menggelar konferensi pers di Rumah Langko, Kota Mataram, Senin, 6 Januari 2020.
Kepala Dispar NTB, HL Moh. Faozal mengatakan perbedaan data wisatawan karena BPS hanya mendata jumlah penghuni hotel yang diambil dari sampel hotel berbintang. Sementara Dispar sendiri mendata wisatawan yang masuk dari enam pintu masuk di NTB.
“Perbedaan karena memang kami mencatat wisatawan bukan hanya di hotel tapi kapal pesiar yang masuk pagi dan keluar sore. Dia (wisatawan) datang surfing pagi dan sore dia balik lagi. Termasuk di Bangko Bangko,” katanya.
Enam pintu masuk wisatawan yang didata Dispar meliputi Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air, Bandara Internasional Lombok, Lembar, Bangsal dan Sape.
“Bandara ada dua (jenis pendataan) internasional flight dan flight domestik yang membawa wisatawan,” katanya.
Itu meliputi wisatawan yang datang langsung dari negaranya menuju Lombok, dan wisatawan yang terlebih dahulu datang di wilayah lain di Indonesia, kemudian menuju Lombok.
“Mengenai perbedaan angka kunjungan hasil yang dirilis BPS dan Dinas Pariwisata, kita ingin agar 2020 menghindari hiruk pikuk seperti saat ini. Hasil kompilasi terhadap angka kunjungan, asumsi kita 2019 adalah masa pemulihan dari bencana gempa,” katanya.
Sementara kata Faozal, tidak mencapai target kunjungan wisatawan pada 2019, karena NTB sedang pemulihan pascagempa 2018.
“Kami merilis 3,7 juta wisatawan memang tidak tercapai, karena belum pulih penerbangan langsung ke Lombok. Meskipun ada direct flight oleh AirAsia tapi itu mulai Agustus 2019,” ujarnya.
Penghambat kunjungan wisatawan lainnya, karena terjadi penutupan rute penerbangan oleh Lion Air dari Bandung ke Lombok, lantaran maskapai merasa merugi.
Selain itu, konektivitas jalur Jawa sudah sangat luar biasa, karena wisatawan dalam hitungan jam dapat menikmati wisata di sana. Itu dinilai berimbas pada menurunnya kunjungan wisatawan ke NTB.
Kemudian yang menghambat pertumbuhan wisatawan, karena harga tiket yang terlampau tinggi, yang tidak dapat diintervensi oleh Dispar.
Faktor lainnya adalah trauma wisatawan Malaysia terhadap bencana gempa tahun lalu, di mana beberapa warga mereka menjadi korban tertimbun longsor di Lombok.
“Yang internasional Malaysia belum pulih karena trauma pasar Malaysia. Belum menganggap safety ke Lombok sudah aman semua. Trauma masih berada di calon wisatawan atau masyarakat Malaysia,” katanya.
Data Jangan Dibenturkan
Kepala BPS NTB, Suntono, mengatakan BPS merilis jumlah tamu yang menginap sampai November 2019, sehingga memperoleh data 1,8 juta tamu. Itu tentunya bukan hanya wisatawan.
“Jika tamu yang nginap dan dikompilasi dengan wisatawan rasanya tidak tepat karena semua tamu tidak hanya wisatawan,” katanya.
Sementara catatan BPS soal kunjungan wisatawan, katanya, hanya mendata melalui pintu masuk BIL, tidak melalui pintu masuk lainnya.
“BPS mencatat jumlah wisatawan yaitu wisatawan luar negeri dengan pintu masuk BIL. Kalau nanti dibandingkan dengan data Faozal enggak sesuai karena kita data direct flight langsung dari luar negeri, kalau wisatawan mancanegara dari Bali ke Lombok kita tidak catat karena bukan domain kami. Rasanya kurang tepat kalau ini dibenturkan,” jelasnya.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB, Ni Ketut Wolimi, mengatakan data PHRI dengan Dispar NTB dan BPS juga mengalami perbedaan, namun guna menghindari polemik, PHRI tidak mengekspos hal itu.
“Menurut saya tidak perlu diperdebatkan menjadi data yang tidak singkron. Kadispar mencatat dari enam pintu, kalau BPS satu pintu dari BIL saja. Angka kunjungan yang menginap di hotel data PHRI tidak singkron antara PHRI dan BPS juga tidak sama, penyebabnya karena sekarang baru datang tamu nginap di kota tercatat, selanjutnya mau ke Gili tercatat juga di Gili, jadi satu tamu bisa dua tiga kali catat karena tamu pindah-pindah,” jelasnya.
Dia memberikan saran agar ke depan pihak Dispar NTB, BPS bersama organisasi terkait duduk bersama sebelum merilis kunjungan tersebut.
“Kalau berpolemik orang berkunjung ke NTB tidak bagus. Kami dari swasta meminta bapak dari pemerintah untuk tidak berpolemik,” katanya. (red)
Foto: Kadispar NTB Moh Faozal (kiri) dan Kepala BPS NTB Suntono (kanan)