KORANNTB.com – Pengusaha mobil asal Lombok Tengah, H. Fajarudin bersama puluhan warga dan Lembaga Komunitas Pemberantasan Korupsi (KPK) NTB mendatangi Polres Lombok Tengah untuk hearing terkait kasus jual beli mobil, Kamis, 16 Januari 2020.

Bermula dua mobil milik H. Fajarudin jenis Suzuki Jimny dan Land Cruiser disita polisi. Mobil tersebut disita karena seorang pembeli berinisial RN melaporkan Fajarudin atas tuduhan melakukan penipuan dan penggelapan.

Kasus tersebut bermula saat RN mengambil mobil jenis Suzuki Jimny pada showroom miliknya. Perempuan tersebut berjanji akan segera membayarkan uang Rp 125 juta padanya. Namun empat tahun berlalu, mobil tersebut belum juga dilunasi. Padahal mobil itu dijual tanpa uang DP.

Bahkan hingga kini BPKB dan STNK mobil masih dipegang H. Fajarudin karena terlapor enggan membayar  mobil.

Alih-alih mendapat bayaran, H. Fajarudin justru dilaporkan oleh RN dengan kasus berbeda. Pada 24 Juli 2017 lalu, RN melaporkan H. Fajarudin ke Polres Lombok Tengah atas tuduhan melanggar pasal 378 (penipuan) dan pasal 372 (penggelapan).

Kasus bermula saat H. Fajarudin menjual sebuah mobil land cruiser pada H. Rukli (saksi). Namun diduga H. Rukli belum memenuhi kewajibannya terhadap H. Fajarudin, maka dia dimintai untuk melunasi kewajibannya.

Sambangi Polres Lombok Tengah

Singkat cerita, menurut H. Fajarudin, saat mobil tersebut dibawa H. Rukli ke rumah H. Fajarudin untuk balik nama, tiba-tiba laporan masuk ke Polres Lombok Tengah yang melaporkannya kasus penipuan dan/atau penggelapan. Pelapornya adalah RN, yang merasa bahwa mobil Land Cruiser adalah bagian dari mobilnya, karena RN dan H. Rukli berhubungan bisnis atau memiliki saham yang sama. RN merasa mobil land cruiser tersebut juga adalah hak miliknya.

Mobil Sitaan Dibawa

Beberapa lama disita di Polres Lombok Tengah, H. Fajarudin melihat Land Cruiser justru dibawa keluar dari Polres. Padahal status mobil tersebut barang sitaan.

Dia kemudian bersama Lembaga KPK dan warga melakukan hearing ke Polres Lombok Tengah.

Di sana mereka bertemu Kasatreskrim Polres Lombok Tengah, AKP Rafles P Girsang. Baru terungkap bahwa salah satu mobil yang disita telah dipinjam pakai. Namun diskusi tersebut belum membuahkan kesepakatan terhadap kasus tersebut. Sehingga, pihak H. Fajarudin bersiap melakukan praperadilan.

Dirwasda Lambaga KPK NTB, H Junaidi, menyesali mobil tersebut diizinkan dipinjam pakai oleh pihak kepolisian.

“Mobil itu tidak ada di Polres, dia dipinjam pakai dan itu sangat kita sayangkan,” katanya.

Dia mengatakan siap mengajukan praperadilan atas tingkah polisi yang memberikan izin kendaraan sitaan digunakan.

“Kami dari Lembaga KPK akan melakukan praperadilan sehingga masyarakat tahu tentang proses hukum. Polisi mengakui bahwa kendaraan tersebut dipinjam pakai,” ujarnya.

Mobil sitaan ditemukan di Mataram

Sementara, Biro Hukum Lembaga KPK, Ratni mengatakan polisi yang menghilangkan barang bukti telah melanggar KUHP termasuk beberapa peraturan perundang-undangan.

“Dalam KUHP Pasal 415 tentang penggelapan barang bukti ancaman hukumannya paling lama tujuh tahun penjara. Sanksi hukuman bagi anggota kepolisian yang melanggar atau menghilangkan barang bukti terkait peraturan internal kepolisian UU nomor 2 tahun 2002, peraturan pemerintah nomor 1 tahun 2003 tentang pemberhentian anggota,” ungkapnya.

“Peraturan pemerintah tentang disiplin anggota nomor 2 tahun 2003, kemudian Peraturan Kapolri nomor 14 tahun 2011 tentang kode etik profesi kepolisian. Menghilangkan barang bukti pasal 14 huruf h,” jelasnya.

Kasatreskrim Polres Lombok Tengah AKP Rafles P Girsang, mengatakan, telah berkoordinasi dengan jaksa penuntut untuk melimpahkan kasus tersebut.

“Masih ada alat bukti yang kami harus penuhi untuk melengkapi berkas dan kami sudah koordinasi dengan KPU (Jaksa Penuntut Umum), jadi tinggal kami mencari barang buktinya, mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa P21,” ujarnya.

Dia mengatakan akan melakukan penggeledahan untuk mencari dan menyita barang bukti lainnya terhadap kasus itu.

“Karena barang bukti masih ada pada saudara berinisial HF, kami sudah meminta tapi tidak diberikan jadi dalam waktu dekat kami akan geledah dan akan kami sita,” katanya.

Terkait rencana praperadilan dari pihak H. Fajarudin, AKP Rafles mengatakan polisi telah sesuai SOP sehingga siap jika menghadapi praperadilan.

“Praperadilan itu hak terlapor, atau pengacara atau keluarga untuk menguji apakah hasil penyidikan kami cacat hukum, tidak sesuai atau tidak sesuai SOP, dan kami sudah melakukan sesuai prosedur, jadi kalau mau praperadilan kita selalu siap,” katanya. (red)