KORANNTB.com – Pembangunan cable car atau kereta gantung menuju Gunung Rinjani telah lama diwacanakan. Kini wacana tersebut telah mendapatkan lampu hijau pemerintah dan siap dibangun sepanjang 10 kilometer di Desa Air Berik, Kecamatan Batukliang Utara, Lombok Tengah.

Investor juga telah bertemu Gubernur NTB membahas rencana pembangunan. Anggaran besar dipersiapkan.

Namun, rencana pembangunan tersebut diminta untuk dipertimbangkan secara matang aspek-aspek lain yang berdampak terhadap pembangunan cable car tersebut.

Komunitas Pemerhati Lingkungan Hidup Sembalun Lombok Timur, Rijal Sembapala, mengatakan pemerintah harus mempertimbangkan sejumlah hal sebelum realisasi pembangunan.

Dia meminta agar alternatif bagi pendaki yang tidak mampu mendaki Rinjani untuk menggunakan transportasi kuda ketimbang kereta gantung. Itu bertujuan agar eksotis Rinjani yang natural dapat dipertahankan tanpa balutan modernisasi berupa pilar-pilar yang menancap di tubuh Rinjani.

“Alternatif bagi pendaki yang tidak mampu melakukan pendakian yakni dengan menggunakan transportasi kuda,” ujarnya.

Sejumlah catatan terkait dampak yang ditimbulkan jika kereta gantung dibangun dipaparkan. Pemerintah diminta untuk memikirkan pembangunan dengan teliti.

Pertama, pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) dengan sistem zonasi maka tentu pembangunannya di zona pemanfaatan yang sering dilalui pendaki.

“Bisa dibayangkan para pejalan kaki akan berjalan di antara tiang-tiang  yang ada jika memang pembangunannya sampai dalam kawasan TNGR,” katanya, Kamis, 23 Januari 2020.

Pembangunan nantinya diprediksi akan membawa ledakan pengunjung, sehingga persoalan sampai harus betul-betul teratasi. Apalagi selama ini program zero waste masih dipandang belum berjalan maksimal.

“Pengunjung yang banyak tentu tumpukan sampah di Rinjani akan semakin banyak, sementara sampai saat ini masalah sampah Rinjani masih belum tuntas,” ujar Rijal.

Rijal juga menyoroti TNGR yang menjadi hutan konservasi, di mana bangunan yang bersifat permanen dilarang. Sementara pembangunan kereta gantung tentu memiliki beton-beton raksasa.

Selain itu kondisi Lombok yang masih rawan longsor dan gempa diminta untuk dipertimbangkan agar bahaya dapat diantisipasi sedini mungkin.

Kemudian dampak ekonomi bagi masyarakat lingkar Rinjani perlu dipikirkan. “Dampak ekonomi bagi para pelaku wisata dan masyarakat lingkar Rinjani perlu menjadi kajian jangan sampai manfaatnya hanya kepada investor dan para pengambil kebijakan,” katanya.

Rijal juga meminta pemerintah mempertimbangkan kawasan Rinjani yang disakralkan oleh masyarakat Sasak khususnya umat Hindu. Dia meminta pemerintah lebih masif berdialog bersama masyarakat sebelum realisasi pembangunan.

“Kemudian, mengingat sistem pengelolaan Rinjani saat ini dengan sistem boking online maka besar kemungkinan para tamu tidak lagi boking ke para TO tapi langsung boking ke perusahaan dengan alasan lebih murah karena tanpa membeli paket,” katanya.

Dia juga mengatakan sebagian besar pendaki Rinjani datang karena alami pegunungan, bukan modernisasi dengan teknologi praktis, sehingga itu perlu dipertimbangkan.

Aktivis lingkungan ini meminta pemerintah agar berkaca dari over kapasitas Gunung Rinjani. Bahkan sebelum gempa TNGR mengeluarkan sistem kuota maksimal 750 orang per hari. Sehingga dengan adanya kereta gantung sangat berpengaruh pada kuota.

Kemudian, Rijal berharap agar pengembangan wisata harus berbasis masyarakat dan kelestarian lingkungan, tingkatkan peromosi setiap destinasi melalui digitalisasi dan pemerintah dapat membangun  sinergi dengan para stekholder yang ada seperti Pokdarwis, penggiat lingkungan, tokoh adat dan akademisi. (red)

Foto: Cable Car (istimewa)