KORANNTB.com – Rencana pembangunan cable car atau kereta gantung di Gunung Rinjani telah lama menjadi wacana.

Pada tahun 2014 investor asal Korea Selatan tertarik membangun kereta gantung dari kawasan Aik Berik menuju Danau Segara Anak di Rinjani. Namun itu menjadi kendala dan perdebatan.

Saat itu Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) memberikan sinyal penolakan terhadap rencana proyek wisata tersebut. Pada 2017 TGB mengatakan perizinan di kawasan hutan lindung sangat ketat dan tidak boleh sembarangan. Ia mengatakan masih banyak cara untuk mengoptimalkan sektor pariwisata Lombok tanpa harus membangun proyek fisik yang berbenturan dengan undang-undang.

Tahun yang sama Kepala Dinas Kehutanan NTB, Madani Mukarram dengan tegas menolak proyek cable car itu. Bahkan dia tegas mengatakan haram membangun di zona inti Rinjani.

Baru pada 2019 Gubernur NTB Zulkieflimansyah, mulai melirik lagi rencana lama yang belum terealisasi tersebut. Bahkan, dikabarkan Gubernur meminta bantuan Owner Golden Palace Hotel, Teddy Sanyoto untuk mencari investor. Teddy telah berusaha mencari investor China melalui Konsulat Jenderal (Konjen) China di Denpasar.

“Pak Gubernur konsen untuk itu, makanya saya minta DPR kita mengawal agar segera terealisasi, mumpung itu sudah didukung sama pusat,” kata Teddy, November 2019 dulu.

Gubernur kemudian telah bertemu investor PT Indonesia Lombok Resort sebuah perusahaan konsorsium antara China dan Indonesia untuk membangun kereta gantung.

Pada April 2018 Gunung Rinjani ditetapkan sebagai kawasan geopark dunia oleh UNESCO. Penetapan tersebut dilakukan di Paris setelah Gunung Rinjani memenuhi syarat-syarat menjadi geopark.

Sementara untuk tetap mempertahankan status global geopark tersebut, ekosistem dan geologinya harus dijaga. Bahkan Pemerintah NTB saat ini tengah mempersiapkan validasi untuk menjamin Taman Nasional Gunung Rinjani tetap menjadi geopark dunia.

Pada tahun 2021 tim asesor UNESCO akan datang melakukan validasi untuk memenuhi predikat geopark dunia periode 2022-2026, karena validasi geopark dilakukan setiap empat tahun sekali.

Ancaman Pencabutan Status Geopark

Jika kawasan bentang alam Gunung Rinjani rusak akibat proyek kereta gantung, maka dapat dipastikan status geopark Rinjani akan dicabut.

Syarat utama status geopark mulai dari kelestarian, edukasi dan pengembangan masyarakat. Jika sisi kelestarian rusak maka bukan tidak mungkin status geopark Rinjani yang telah bersusah payah didapat akan sirna. Apalagi jika pembangunan kereta gantung justru berdampak buruk pada perekonomian masyarakat yang bekerja di Rinjani, seperti porter.

Eksekutif Daerah WALHI NTB, Murdani, mengatakan jika proyek cable car itu akan dilakukan, maka akan berdampak pada perubahan bentang alam di Rinjani.

“Proyek  pembangunan kereta gantung di sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani ini akan memberi dampak perusakan lingkungan oleh commercial facilities development, karena jelas akan terjadi perubahan bentang alam yang signifikan apalagi luasan areal yang akan diminta izinnya lebih dari 500 ha,” ujarnya.

Dia mengatakan rencana proyek itu adalah kebijakan yang tergesa-gesa karena belum ada uji kelayakan.

“Kebijakan yang tergesa-gesa karena sampai saat ini belum ada feasibility studies atau kajian kelayakannya, kemudian tidak ada kajian lingkungan hdup strategis (KLHS), yang dilakukan, yang kemudian dilakukan izin lingkungan berupa AMDAL yang akan memberikan informasi detail desain proyek…,” Katanya.

Kereta gantung juga dinilai akan merubah perilaku dan pergerakan fauna yang bisa saja menyebabkan kepunahan. Sisi lain, masalah sampah yang selalu menjadi krusial di Rinjani justru akan bertambah.

Pemerintah NTB mengklaim bahwa pembangunan kereta gantung tidak akan merusak bentang alam Rinjani karena berada di luar zona inti. Namun rencana desain pembangunan belum diketahui pasti terkait rencana proyek tersebut. Kepala Balai TNGR dan Kadis Kehutanan NTB memilih diam saat ditanya soal rencana proyek ini. (red)

Foto: Ilustrasi Cable Car (dok.istimewa)