Kawin Ngiwet, Mulai Punah Ditelan Zaman
KORANNTB.com – Kawin lari atau Merariq merupakan tradisi pernikahan unik suku Sasak di Lombok. Itu hingga kini masih menjadi tradisi yang dipertahankan kelompok masyarakat.
Namun, ternyata tidak hanya Merariq yang menjadi tradisi unik di tanah Lombok. Bahkan ada kelompok masyarakat tertentu yang juga memiliki tradisi kawin lari dengan istri orang.
Tradisi tersebut bernama kawin Ngiwet. Tradisi itu tidak umum di masyarakat dan mulai berangsur punah.
Dikutip dari buku Tradisi Nyongkol dan Eksistensinya di Pulau Lombok karya, I Wayan Suca Sumadi, I Gusti Ngurah Jayanti dan Anak Agung Rai Geria, tradisi kawin Ngiwet dikenal pada masyarakat suku Sasak yang menganut Islam Wutu Telu dan Sasak Boda.
Perkawinan ini pada hakikatnya melanggar hukum adat juga, karena melakukan perkawinan dengan cara melarikan istri orang lain yang sah.
Saat seorang suami kehilangan istri akibat dibawa lari oleh pria lain, maka penyelesaiannya dilakukan secara adat.
Menurut hukum adat masyarakat penganut Wutu Telu, menganggap kegiatan ini merupakan ranah adat mereka dan diselesaikan dengan adat juga.
“Wanita yang dilarikan tersebut dapat kawin dengan laki-laki yang melarikannya dengan kewajiban membayar denda kepada bekas suaminya sebanyak dua kali biaya perkawinan pertama,” dikutip dari buku Tradisi Nyongkol dan Eksistensinya di Pulau Lombok.
Kemudian, pihak suami yang istrinya dilarikan laki-laki lain akan melaporkan ke tokoh adat setempat. Suami menuntut kembali istrinya dikembalikan. Namun jika istrinya tidak ingin kembali, calon suami yang baru itu diwajibkan melakukan meloloh yaitu membayar ganti rugi pada bekas suami sebanyak dua kali jumlah pembayaran adat sewaktu perkawinan pertama.
Pembayaran akan dilakukan melalui tokoh adat setempat, baru kemudian upacara pernikahan bisa dilakukan.
Perlu digarisbawahi bahwa, tradisi ini bukan menjadi umum di masyarakat sana. Karena hanya kelompok kecil masyarakat yang menganutnya dan kini berangsur punah seiring zaman. Namun pahit manis sebuah sejarah tetap menjadi sejarah yang dapat dikenang. (red)
Foto: Ilustrasi Nyongkol.