KORANNTB.com – SK Menteri Perhubungan Nomor 1421 tentang perubahan nama bandara di Lombok dinilai tidak dapat dieksekusi.

Direktur Lembaga Studi Advokasi Demokrasi Rakyat dan Hak Asasi
(Lesa Demarkasi) NTB, Hasan Masat, mengatakan SK tersebut telah kadaluarsa karena telah ada Permenhub baru, sesuai dengan Pasal 45 ayat (2) Permenhub Nomor 39 tahun 2019, menyebut pengusulan nama bandara harus melampirkan syarat-syarat.

Syarat-syarat dimaksud mulai dari, surat persetujuan gubernur, surat persetujuan DPRD NTB, surat persetujuan bupati atau walikota, DPRD kabupaten atau kota, tokoh masyarakat sekitar bandara, dan lainnya. Sementara permasalahan muncul ketika tidak sepenuhnya mendukung perubahan nama bandara.

“Artinya begini, semestinya harusnya dilakukan serangkaian kegiatan ulang untuk melakukan 12 persyaratan untuk perubahan nama bandara, seperti kehendak pasal 45 ayat (2) Permenhub 39 tahun 2019 apalagi pada ayat (3) dicantumkan asas mutatis mutandis,” katanya, Jumat, 31 Januari 2020.

“Yang kira-kira artinya berlaku juga untuk situasi atau keadaan yang sama dengan varibel yang berbeda, persyaratan yang kira-kira sama juga dilakukan pada pengusulan perubahan nama dari BIL ke BIZAM yang melahirkan SK Menhub 1412 tahun 2018 itu,” katanya.

Dia mengatakan, SK yang kadaluarsa dan tidak disetujui pemerintah daerah kabupaten dinilai dapat menghalangi perubahan atau eksekusi nama bandara BIL ke Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (BIZAM).

“Ini bukan soal lagi nama BIL atau BIZAM tapi masak Gubernur lewat DPRD menghidupkan SK yang kadaluarsa, ini kan tidak menyelesaikan masalah dan kita malu ditertawain tidak bisa menjalankan admistrasi pemerintahan yang baik dan benar,” ujarnya.

“Menhub pasti lewat Dirjen akan meneliti kronolgis dan syarat syarat yang ditentukan pasal 45 Permenhub 2019 tersebut, termasuk persetujuan DPRD dan Pemerintah Daerah di mana bandara itu berada,” katanya.

Lebih jauh dia merasa ada praktik administrasi dan kejanggalan  yang harus diluruskan untuk melakukan perubahan dari BIL menjadi BIZAM.

“Aneh saja ketika Gubernur NTB berkirim surat kepada DPRD NTB untuk meminta rekomendasi pelaksaan SK yang sudah masa tenggangnya habis,” katanya. (red)