KORANNTB.com – Puncak Bau Nyale digelar pagi tadi, Sabtu, 15 Februari 2020. Namun Nyale tidak muncul sesuai diharapkan. Banyak warga kecewa dan menduga penetapan tanggal Bau Nyale keliru.

Masyarakat justru mengatakan nyale muncul pada tanggal 13-14 Februari kemarin.

“Saya dan beberapa orang teman saya menginap di Pantai Aan sejak malam kemarin untuk menunggu Bau Nyale di sini,” kata Amaq Alwan, warga Masbagik Lombok Timur ditemui di Pantai Seger sambil menenteng jaring tangkap nyale. Namun keranjang miliknya tampak kosong tak terisi Nyale.

Penetapan tanggal Bau Nyale berdasarkan perhitungan kalender Sasak hasil sangkep wirage, tanggal 20 bulan 10 kalender Sasak yang kemudian ditentukan berdasarkan tanggal kalender Masehi.

Empat tokoh adat (mangku) dari empat penjuru mata angin (timur, barat, selatan dan utara) kemudian melakukan musyawarah bersama pemerintah untuk memastikan tanggal puncak Bau Nyale.

Budayawan Sasak, Lalu Putria, mengatakan jelang kemunculan nyale terdapat tanda-tanda alam yang terjadi di Lombok.

Tanda alam tersebut mulai dari terdengar suara gemuruh di laut selatan Lombok. Suara gemuruh tersebut dapat terdengar jelas oleh warga.

Kemudian, akan disertai hujan angin dan sambaran petir yang menggelegar.

“Ditandai tanda alam terdengar bunyi gemuruh di laut selatan disertai hujan angin kemudian ada kisap (kilat) bersamberan,” katanya belum lama ini.

Tanda lainnya akan muncul pucuk bambu muda yang disebut rembaong. Terdengar suara tengkerek dan banyak jamur yang mulai tumbuh di sawah atau kebun.

Bau Nyale tidak semata-mata menangkap nyale, namun sebagai bentuk bukti patuhnya warga Sasak terhadap “Ubaye”, yaitu permintaan terakhir Putri Mandalika sebelum menjatuhkan diri ke laut.

Ubaye tersebut mengungkapkan janji Putri Mandalika yang akan datang setiap tahun pada tanggal 20 bulan 10 kalender Sasak.

Biasanya jenis nyale yang muncul saat perayaan Bau Nyale adalah Nyale Tunggaq dan Nyale Potto. Namun tahun ini diberi istilah Nyale Kemonten atau nyale yang tidak keluar. (red)