KORANNTB.com – Pemprov NTB mengajukan rancangan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang penanggulangan penyakit menular kepada DPRD setempat.

Hanya saja kendati merupakan raperda yang bersifat urgen untuk disahkan. Namun Raperda itu masih mengundang polemik.

Pasalnya, judul Raperda itu tidak sesuai dengan isinya. Yakni, substansi materi yang diatur lebih terarah kepada Covid-19. Sehingga, Ranperda penyakit menular rasa Covid-19.

Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) H. Makmun mengatakan, seyogyanya, sistematika harus dilakukan perbaikan, sehingga arah substansinya sesuai dengan judul penanggulangan.

“Jadi, judul rancangan peraturan daerah tidak sesuai dengan isinya, yaitu substansi materi yang diatur lebih terarah kepada covid-19 karena ranperda penyakit menular rasa covid-19,” ujar Makmun saat membacakan saran dan pendapat Bapemperda dalam sidang paripurna DPRD NTB, kemarin.

Menurut dia, setiap penyakit menular memiliki protokol sendiri-sendiri dalam penanggulangannya, maka berkaitan dengan protokol penanggulangannya. Hal itu menyusul,  karena masalahnya sangat teknis, cukup diatur dalam peraturan gubernur.

“Sehingga, ketentuan sanksi perlu dibedakan antara norma pelanggaran sebagai ranah peraturan daerah dan norma kejahatan ranah undang-undang. Ini agar tidak salah dalam merumuskan normanya,” jelas Makmun.

Politisi PKB itu mengungkapkan, kendati banyak catatan dalam raperda ini. Namun pihaknya menyetujui jika Raperda tentang penanggulangan penyakit menular itu ditingkatkan menjadi sebuah produk hukum.

Apalagi, jajaran Pemprov melalui jajaran Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 NTB sudah kewalahan mengatur penegakan disiplin oleh masyarakat selama ini.

“Dari awal kami sarankan seharusnya Perda dulu dibuat bukan Pergub. Karena pengaturan sangsi itu hanya diatur oleh Perda. Tapi, kami karena hal ini urgen maka kita setujui untuk dilanjutkan pembahasannya lebih lanjut,” tandas Makmun.

Terpisah, Wakil Gubernur NTB Hj. Sitti Rohmi Djalilah mengatakan, pengajuan Raperda ini, diharapkan dapat mengurangi atau menghambat penyebaran penyakit menular, termasuk segera tertuntaskannya Covid-19.

Menurut Wagub, saat ini trend peningkatan kasus Covid-19 di NTB cenderung meningkat hingga kini. Khususnya, di Kota Mataram dan Lombok Barat.

Oleh karena itu, adanya ranperda ini akan bisa memberikan sangsi dan efek jera bagi masyarkat yang tidak disiplin. Selain itu, diharapkan bisa menurunkan angka kasus masyarakat yang terpapar Covid-19 di NTB.

“Di salah satu pasal di Ranperda ada aturan sanksi denda pada masyarakat sebesar Rp 500 ribu bagi yang tidak mengenakan masker. Ini adalah upaya kita menangani daerah zona merah yang perlu penanganan khusus yang lebih progresif dan komprehensif,” tandas Wagub Rohmi.

Hari Ini Diketuk

Raperda tersebut diketuk pada Senin, 3 Agustus 2020. Raperda tersebut akan ditetapkan menjadi Perda sehingga dapat berlaku di masyarakat.

Nantinya, apabila ditemukan masyarakat yang tidak menggunakan masker maka akan didenda Rp500 ribu.

Selain itu, warga yang tidak mematuhi protokol Covid-19 akan diberikan sanksi pidana kurungan maksimal enam bulan atau pidana denda maksimal Rp50 juta.

Sanksi tersebut sebagai efek jera bagi masyarakat yang mulai tidak mematuhi protokol Covid-19. Diperkirakan pertengahan Agustus tahun ini penerapan sanksi dapat berjalan. (red)

Foto: Ilustrasi razia kendaraan