KORANNTB.com – Di balik visi Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat yang Maju, Religius dan Berbudaya, tersimpan sejumlah persoalan pelik. Urusan prostitusi online salah satunya.

Banyak aplikasi pesan instan maupun media sosial dijadikan lapak prostitusi. Salah satunya yang bukan menjadi rahasia umum adalah aplikasi MiChat. Aplikasi tersebut  membuat orang dengan mudahnya menemukan pramunikmat untuk layanan prostitusi.

Sebelum gempa Lombok pada 2018 silam, prostitusi online banyak dijumpai di BeeTalk. Aplikasi yang hampir sama dengan MiChat. Namun, karena aplikasi mengurangi fitur pencarian teman terdekat (people nearby), banyak pramunikmat dan lelaki hidung belang beralih di aplikasi lainnya, seperti MiChat.

Dari SPA ke kos

Wulan (bukan nama sebenarnya) seorang wanita berusia 20-an tahun itu lebih aktif di MiChat. Dahulunya, dia bekerja sebagai seorang terapis di salah satu SPA di Kota Mataram.

Layanan pijat plus plus tersebut tidak terlalu menguntungkan banyak baginya. Lebih banyak justru masuk ke pengusaha SPA, sehingga kini dia berhenti bekerja di SPA dan beralih menjajakan layanan prostitusi bermodus SPA di kos-kosan.

“Sudah berhenti (kerja di SPA) sejak Corona (pandemi COVID-19). Sekarang sudah buka di kos,” ujarnya pada Viva.co.id.

Ya, pandemi menjadi suatu alasan banyak pramunikmat membuka praktik di kos-kosan. Selain, kerja kapan saja sesuai keinginan, keuntungan yang didapat lebih besar.  Mereka dapat langsung menerima dari pelanggan tanpa harus menyetor ke kasir SPA.

Berbeda dengan Wulan, Bulan (bukan nama sebenarnya) lebih memilih mencari pelanggan di MiChat dengan lokasi prostitusi adalah hotel. Rata-rata hotel melati menjadi lokasi kopi darat dengan pelanggan setelah mencocokan harga.

Bulan tidak memiliki kos-kosan. Dia datang merantau ke Mataram bersama bibinya sebelum gempa Lombok. Sehingga, lokasi paling praktis adalah dengan sistem bayar di tempat di sebuah hotel.

Di ujung Kota Mataram, sebuah kos-kosan bebas di belakang sawah, tempat yang aman bagi para pramunikmat mencari target pria hidung belang. Kos tersebut memiliki sepuluh kamar. Masing-masing lima kamar berhadapan. Hampir semua isinya adalah wanita pramunikmat dan waria.

“Di sini bebas, enggak ada razia,” ujar M, seorang pramunikmat yang aktif menggunakan MiChat.

Hanya saja tantangan menuju kosnya adalah banyaknya anjing yang cukup galak. Butuh keberanian ekstra untuk sampai ke kosnya. Kos-kosan miliknya cukup mewah. Memiliki pendingin ruangan, kulkas dan tv. Serasa berada di sebuah hotel. Di sana praktik prostitusi dengan modus pijat sering dilakukan.

Tarifnya Rp500 ribu. Tergantung deal-dealan di aplikasi. Bahkan banyak pramunikmat memasang tarif lebih tinggi mulai dari Rp800 ribu hingga Rp1 juta untuk short time.

Marak penipuan

Pria mana yang tidak tergiur melihat banyaknya foto seksi di Michat. Namun dari banyak foto tersebut, bukan merupakan foto asli. Tujuannya hanya untuk menipu para lelaki hidung belang.

Modus penipuan dengan menggunakan e-money retel modern. Penipu biasanya akan menawarkan pelanggan untuk bertemu di sebuah hotel. Namun, ia meminta agar si pelanggan membeli jajanan dan minuman di retel modern. Dari sana dia merayu pelanggan untuk terlebih dahulu mengisi saldo pada akun e-money milik penipu tersebut sesuai dengan tarif transaksi prostitusi yang disepakati.

Jika pelanggan lengah, maka dengan mudah masuk jebakan penipuan. Usai mengirim saldo, pelanggan akan datang ke hotel yang dijanjikan, namun tidak ada yang ditemuinya.

Seorang Satpam salah satu hotel di Mataram yang enggan ditulis namanya, mengatakan banyak sekali korban dari MiChat yang ke hotel tersebut namun tidak menemukan wanita yang janjian dengannya. Padahal dia sudah mengirim uang dalam saldo e-money milik si wanita tersebut.

“Banyak sekali korbannya. Kalau ada dari MiChat yang minta kirim ke saldo retail, itu dipastikan penipuan,” katanya.

“Nama hotel kami yang rusak gara-gara itu. Jadi terkesan hotel ini banyak buat orang kena tipu. Padahal korbannya ketipu dari MiChat,” ujarnya.

Penipuan lainnya biasanya pelanggan memiliki ekspektasi berbeda. Saat berkenalan melalui aplikasi menggunakan foto cantik. Namun saat bertemu, ternyata teman kencannya adalah seorang waria.

Itu dialami seorang lelaki sebut saja IB. Ia beberapa kali menemukan teman kencan melalui aplikasi yang ternyata seorang waria.

“Sudah beberapa kali tertipu. Ternyata banci,” ujarnya.

Pemilik SPA dirugikan

Seorang pengusaha pemilik sebuah jasa SPA di Lombok, sebut saja Budi, mengaku resah dengan praktik prostitusi online ini. Bukan saja lantaran pasar usahanya terganggu, tetapi juga kekhawatiran dampak sosial yang buruk ke depannya.

“Ya dari sisi bisnis jelas kita dirugikan, tamu kita banyak yang hilang. Tapi yang lebih mengkhawatirkan kan masalah lainnya, misalnya praktik begitu kan rawan penyebaran HIV/AIDS, tidak terkontrol,” katanya.

Menurut Budi, pengusaha lainnya tentu akan bersuara sama. Menganungi izin berusaha SPA tidak lah mudah. Mereka harus menyediakan tempat usaha yang memenuhi standar, menanggung retribusi dan pajak-pajak usaha untuk daerah. Mereka juga berkontribusi pada peluang lapangan kerja.

“Dan terapis kita juga terkontrol. No sex, no drug, itu sudah aturan baku. Kalau pun ada yang nakal dan ketahuan melayani plus-plus ya kita keluarkan,” katanya. (red)

Foto ilustrasi prostitusi online (Shutterstock)