KORANNTB.com – Vaksin bukanlah hal baru buat masyarakat Indonesia. Sudah puluhan tahun Indonesia akrab dengan vaksin. Sejarah vaksin di Indonesia secara resmi dimulai tahun 1956, ketika dilakukannya vaksinasi cacar. Pemberian vaksin ini diakui sebagai salah satu upaya pencegahan yang cukup efektif dalam upaya memerangi satu wabah penyakit.

Upaya vaksinasi ini berlanjut pada tahun-tahun berikutnya, vaksinasi campak pada tahun 1963, BCG untuk penyakit TBC di tahun 1973, vaksinasi tetanus toksoid tahun 1974 dan imunisasi difteri, pertusis, tetanus (DPT) tahun 1976, dan vaksinasi polio yang dimulai tahun 1981.

Pada tahun 1991 dirilis kembali vaksinasi untuk polio, kemudian vaksinasi Hepatitis B tahun 1997, hingga kampanye pencegahan kanker serviks untuk anak perempuan, dan vaksin HPV pada tahun 2016. Setahun setelahnya, pemerintah juga mengedarkan vaksin Rubella dan Haemophilus Influenza tipe B (HIV). Selain pencegahan, vaksinasi yang dilakukan pemerintah merupakan upaya melindungi rakyatnya dari wabah penyakit yang mematikan.

Jika melihat kembali ke belakang, upaya perlindungan pemerintah dapat kita lihat dengan aksi  Kementerian Kesehatan yang mengkampanyekan penanggulangan luar biasa untuk mencegah difteri pada anak selama 3 putaran – yang dimulai sejak Desember 2017 hingga akhir tahun 2018.

“Di tahun 2018, Kemenkes menggelar Outbreak Responses Immunization atau ORI. Aksi ini merupakan salah satu upaya penanggulangan luar biasa difteri yang bertujuan untuk meningkatkan kekebalan masyarakat. Program ini menyasar bayi berusia 1 tahun sampai dengan anak berusia kurang dari 19 tahun,” ujar dr. Reisa Broto Asmoro, Jubir Satgas COVID-19 dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru dalam dalam Dialog Juru Bicara Pemerintah dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru bertema ‘Tata Laksana Vaksinasi di Indonesia’ yang diselenggarakan di Media Center Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin (23/11/2020).

Selain melakukannya secara massal, Indonesia juga mengenal pemberian vaksin secara rutin, yang bisa diakses seluruh anak Indonesia di seluruh penjuru nusantara. Pemberian vaksin ini lebih dikenal dengan istilah imunisasi oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia.

“Kalau imunisasi rutin diberikan pada anak di umur tertentu. Misalkan pemberian Hepatitis 0 yang baru diberikan kepada bayi baru lahir. Pada hal-hal tertentu kita bisa memberikan imunisasi secara bersamaan, massal, dikampanyekan, seperti yang akan diberikan pada COVID-19 nanti,” terang dr. Jane Supardi, Pakar Imunisasi dalam forum yang sama.

Sebagai tenaga kesehatan yang menjadi salah satu ujung tombak pengawalan kesehatan masyarakat, dia berharap sekali masyarakat sadar dan paham bahwa vaksin berperan aktif meningkatkan angka harapan hidup manusia. “Dulu waktu vaksin belum ada, kematian karena difteri, campak, pneumonia banyak sekali. Kemudian begitu ada vaksin, beberapa penyakit itu mulai hilang, karena sudah ada vaksinnya,” ungkap dr. Jane.

Di sisi lain, pemerintah juga diharapkan untuk berperan secara terus menerus dan konsisten untuk mengkampanyekan pentingnya imunisasi, utamanya pada anak sejak usia dini- karena banyak penyakit yang dapat dicegah lewat vaksin ini. “Jadi masyarakat kita itu harus terus diberi pengetahuan, tentang penyakit-penyakit yang sudah bisa dicegah dengan imunisasi. Jangan nanti lupa, lalu berubah pikiran, tidak mau disuntik karena sakit, lalu menghindari suntikan. Itulah yang banyak terjadi sekarang, sehingga muncul lagi penyakit-penyakit lama, yang dulu sudah mulai hilang, muncul lagi seperti difteri,” ujar pakar imunisasi tersebut.

Kini ketika menghadapi wabah penyakit COVID-19, pemerintah juga tengah mengupayakan vaksinnya. Pemerintah memastikan bahwa vaksin COVID-19 yang nantinya akan tersedia, sudah melalui tahapan uji pra klinik dan klinik yang memastikan keamanan, kehalalan dan keefektifannya. (red)