KORANNTB.com – Guru Besar Universitas Mataram, Prof Dr.H. Zainal Asikin, SH, SU, melayangkan surat terbuka kepada Kapolda NTB atas kasus empat ibu rumah tangga (IRT) yang ditahan Kejari Praya atas kasus pelemparan pabrik rokok.

Empat IRT ditahan Kejari Praya lantaran melempar gudang rokok di UD MAWAR, Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah.

Ironisnya, dua dari empat IRT membawa balita dan menyusui di balik jeruji penjara.

Mereka ditangkap dan ditahan atas tuduhan pengerukan. Padahal mereka melakukan protes karena pemilik pabrik tidak pernah mendengar aspirasi mereka. Banyak anak-anak yang sakit akibat polusi dari pabrik. Bahkan, warga sekitar sama sekali tidak dipekerjakan di pabrik.

Diketahui, masing-masing IRT asal Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah adalah Nurul Hidayah (38), Martini (22), Fatimah (38) dan Hultiah (40). Mereka merupakan warga Dusun Eat Nyiur yang diancam pasal 170 KUHP ayat (1) dengan ancaman pidana lima sampai tujuh tahun kurungan penjara atas tuduhan pengerukan.

Berikut surat terbuka dari Guru Besar Universitas Mataram, Prof Zainal Asikin.

SURAT TERBUKA UNTUK KAPOLDA NTB

Oleh Prof Dr.H. Zainal Asikin, SH, SU

Assalamualikum Wr Wb
Yang saya banggakan Pak Kapolda NTB !

Mohon maaf beribu maaf, jika surat ini saya buat, karena jika saya sampaikan langsung, saya hawatir surat ini tidakn cepat sampai dan tidak segera dapat bicara. Padahal saat ini ada 4 orang ibu (Nurul  Hidayah, Martini, Fatimah, Hultiah)  dan dan 2 orang balita  sedang menanti  “tangan mulia “ bapak agar ibu dan anak anak tersebut dapat segera dikeluarkan sari tahanan, atas nama keadilan, kemanusiaan dan kepanasan.

Keadilan sangat dibutuhkan oleh ibu ibu dan anak anak tersebut, karena betapa naifnya jika gara-gara  mereka melepmpar dan atau merusak sebuah gudang atau bangunan yang mungkin  dianggap merugikan pengusaha puluhan  juta rupiah yang berujung penahanan ibu  ibu dan anaknya yang masih balita.

Jika memang ada kerugian 4  juta rupiah atau  puluhan juta rupiah, maka kami siap mengganti ruginya dengan nilai yang lebih tinggi dan  seimbang dengan nilai kesalahan yang dilakukan. Tapi menahan ibu ibu dengan anaknya, adalah suatu ketidak adilan yang justru dapat meruntuhkan nilai nilai moralitas  penegakan hukum.

Kemanusiaan,  adalah sebuah cita cita hukum yang memerlukan  semangat persaudaraan dan persatuan. Bahwa ibu ibu yang lugu ini tentunya tidak berlaku seperti itu  (melempar sampai rusak sebuah  fasilitas perusahaan), jika tidak dilandasi oleh sebab yang terjadi sebelumnya. Maka tentunya  patutlah didalami apa sebabnya seorang wanita lugu bersikap seperti.

Wanita akan berbuat seperti itu karena merasa perlindungan akan rasa aman dan nyaman, mungkin tidak diperoleh selama ini atas keberadaan yang berada didekatnya. Di sinilah pentingnya “penyelidikan secara seksama dengan pendekatan kemanusiaan dan hati nurani.”

Maka menahan ibu ibu dengan bayinya atas sebuah kerugian materiel yang terlalu kecil bagi seorang pengusaha sangatlah tidak berkesesusaian dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

Kemanfaatan (utility) apa yang  dapat diperoleh dengan melakukan penahanan ibu ibu  dan anak ananya? Bukankah gudang tembakau  berada pada lingkungan masyarakat  dan setiap hari berinteraksi dengan masyarakat. Tentu penahanan ini justru akan menimbulkan disharmoni antara masyarakat dengan pengusaha.

Pak Kapolda!

Tentu saya berharap dan sama sama  pernah  menbaca  Surat Edaran Kapolri Nomor : SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif (restorative Justice) Dalam Penyelesaian Perkara Pidana.

Proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, merupakan entry point dari suatu penegakan hukum pidana melalui sistem peradilan pidana (criminal justice system) di Indonesia. Proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana merupakan kunci utama penentuan dapat tidaknya suatu tindak pidana dilanjutkan ke proses penuntutan dan peradilan pidana guna mewujudkan tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan dengan tetap mengedepankan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.

Perkembangan sistem dan metode penegakan hukum di Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan mengikuti perkembangan keadilan masyarakat terutama perkembangan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) dengan membebani pelaku kejahatan dengan kesadarannya megakui kesalahan, meminta maaf, dan mengembalikan kerusakan dan kerugian korban seperti semula atau setidaknya menyerupai kondisi semula, yang dapat memenuhi rasa keadilan korban.

Surat edaran Kapolri tentang Restorative Justice inilah yang selanjutnya dijadikan landasan hukum dan pedoman bagi penyelidik dan penyidik Polri yang melaksanakan penyelidikan/penyidikan, termasuk sebagai jaminan perlindungan hukum serta pengawasan pengendalian, dalam penerapan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) dalam konsep penyelidikan dan penyidikan tindak pidana demi mewujudkan kepentingan umum dan rasa keadilan masyarakat, sehingga dapat mewujudkan keseragaman pemahaman dan penerapan keadilan restoratif (restorative justice) di lingkungan Polri.

Metode penyelesaian perkara pidana yang mencerminkan penerapan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) yang dapat dijadikan acuan dalam penerapan prinsip keadilan restoratif (restorative justice) terhadap perkara pidana, adalah  juga  mengacu pada   Pasal 16 ayat (1) huruf L dan Pasal 18 Undang Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pasal 5 ayat (1) angka 4 Undang Undang No.08 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Pedoman penanganan penyelesaian perkara dengan pendekatan restorative justice adalah sebagai berikut: Tidak menimbulkan keresahan masyarakat dan tidak ada penolakan masyarakat; Tidak berdampak konflik sosial;  Adanya pernyataan dari semua pihak yang terlibat untuk tidak keberatan, dan melepaskan hak menuntutnya di hadapan hukum.

Prinsip pembatas lainnya bahwa  pada pelaku: Tindak kesalahan pelaku relatif tidak berat, yakni kesalahan (schuld) atau mensrea dalam bentuk kesengajaan (dolus atau opzet) terutama kesengajaan sebagai maksud atau tujuan (opzet als oogmerk); dan pelaku bukan residivis.

Berdasarkan alasan-alasan di atas, mengingtat tingkat kesalahan pelaku  relatif tidak berat dan kami dan masyarakat lainya bersedia menjadi penjamin bahkan bersedia memberikan ganti rugi, dan demi kedamaian bersama dan keberlanjutkan iklim berusaha pada wilayah sekitar, maka alangkah pantasnya Bapak berkenan  menerapkan “restoratif justice” dalam  perkara ibu-ibu dan anak anak yang sekarang ditahan pada tahanan Polres Lombok Tengah.

Demikianlah surat tebuka ini saya sampaikan, dan atas kebijakan dan kebaikan hati bapak kami haturkan terima kasih.

Mohon Maaf jika terdapat kekeliruan kami. Wassaaalam Wr Wb.

Mataram  18  Februari 2021
Prof.Dr. H.Zainal Asikin, SH, SU