Oleh: I Gusti Ketut Satria Bunaga, S.Tr
(BMKG Geofisika Mataram)

KORANNTB.com – Gempa bumi merupakan salah satu fenomena alam yang sudah “akrab” dengan manusia sejak dahulu kala. Tanggapan dan pemahaman manusia atas kejadian gempa bumi tersebut sangatlah dipengaruhi budaya masyarakat setempat pada saat itu.

Bangsa-bangsa di dunia bahkan di wilayah Indonesia pun memiliki mitos gempa bumi dengan pendeskripsian yang unik dan kental akan budaya setempat. Berdasarkan berbagai hasil penelitian yang dirangkum (Widodo Pawirodikromo, 2012), pemahaman ini berevelosi mulai era mitos kuno hingga era ilmu pengetahuan modern.

Pemahaman Gempa Bumi di Era Mitos Kuno

Bangsa Yunani kuno mempercayai gempa bumi terjadi akibat gerakan air laut, di mana tanah kita berpijak mengapung di atas permukaan laut. Terdapat juga bangsa Indian dengan pemahaman gempa bumi yang mengaitkan kegiatan para dewa dan pasukannya membuat tanah bergetar dan terjadilah gempa bumi.

Selain itu, mengaitkan keberadaan kura-kura yang ada di bawah laut dengan membawa tanah di atas punggungnya. Di saat kura-kura tersebut bertengkar, kemudian kura-kura tersebut berenang atau berpindah tempat dan di saat itulah terjadi gempa bumi serta retakan besar pada tanah.

Bangsa Jepang pun mempercayai bahwa gempa bumi terjadi karena terdapat semacam ikan lele raksasa yang berada di bawah tanah yang sedang bermain-main. Tak kalah menariknya, Bangsa India mempercayai tanah kita berpijak berada di atas kepala gajah. Saat gajah menggeleng-gelengkannya, saat itulah gempa bumi terjadi.

Pemahaman Gempa Bumi di Era Mitos Modern

Orang-orang mulai beranggapan bahwa gempa bumi menyebabkan retakan tanah yang besar sehingga orang-orang terjatuh ke dalamnya dan meninggal. Selain itu, kejadian gempa bumi dikaitkan dengan adanya gelombang pasang air laut yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi planet-planet.

Pemahaman Gempa Bumi di Era Semi Analitik

Pada saat era ini, gempa bumi mulai dideskripsikan secara non-mitos. Manusia mulai menjelaskan fenomena gempa bumi dan tsunami sebagai proses dinamika alam. Dalam hal ini, bergolaknya angin yang terperangkap di bawah lautan dan kemudian keluar sehingga menyebabkan pergerakan tanah yang disebut gempa bumi. Pada masa ini, Strabo (63 Sebelum Masehi) sudah mulai memiliki pemahaman bahwa gempa sering terjadi di daerah dekat pantai dibanding daratan.

Pemahaman Gempa Bumi di Era Ilmu Pengetahuan Modern

Pemahaman kegempaan mulai berkembang dengan ditandainya seismograf pertama di Cina oleh Chang Heng (132 tahun Masehi). Cara kerjanya sangatlah unik di mana menggunakan sebuah guci terbalik dengan patung naga di segala arah berserta bola yang ada di dalam mulutnya. Bola tersebut akan jatuh menyesuaikan arah gerakan gempa relatif terhadap episenter ke patung-patung katak dengan mulut terbuka, seolah-olah menyambut datangnya bola dari patung naga.

Setelah itu, kira-kira tahun 1620 merupakan cikal bakal munculnya teori pergerakan lempeng tektonik. Francis Bacon mulai menyadari adanya kesamaan garis pantai di benua yang berbeda. Kemudian di akhir abad ke -18, terbentuknya konsep Benua Tunggal “Gondwanaland” dan diperkuat penelitian ini oleh Walfred Wegener bahwa memang benar dulu daratan menjadi satu (supercontinent) berdasarkan kesamaan struktur geologi, jejak spesies hewan atau binatang dan fosil. Daratan tersebut dinamakan Pengea dan Panthalasa untuk lautan.

Pendeskripsian penyebab gempa bumi berkembang lagi dengan lahirnya teori “konveksi termal” bahwa pergerakan lempeng tektonik diakibatkan kandungan panas dalam bumi. Dilanjutkan dengan konsep tentang pergerakan lempeng yang saling menumbuk, menggeser, dan menjauh. Sejak saat itulah, secara umum penyebab gempa bumi akibat tabrakan lempeng sering kita dengar sampai saat ini.

Bagaimana Pemahaman di Masyarakat Kini

Walaupun perkembangan mengenai gempa bumi sudah sangat maju, namun masih saja masyarakat mempercayai isu-isu yang tidak berlandaskan secara ilmiah untuk mengaitkan kejadian suatu gempa bumi. Memang sangat menarik untuk diperbincangkan, akan tetapi efek sekunder yang ditimbulkannya adalah ketakutan dan berita hoax secara masif.

Sudah banyak contoh kejadian yang tersebar di media sosial. Berita diunggah secara responsif tanpa mengidentifikasi secara menyeluruh dan logis. Kenapa muncul kata logis? Ingat kembali lagi, bagaimana perkembangan pemahaman gem pabumi dari zaman kuno sampai zaman modern.

Memang inilah kondisi saat ini yang sekaligus menjadi “pekerjaan rumah” bagi pemerintah, media, dan pihak akademisi untuk memastikan edukasi kebencanaan yang benar sampai ke masyarakat.

Mulai saat ini kita baru menyadari, bagaimana perjuangan yang begitu lama untuk memahami fenomena ini tidaklah gampang. Sangatlah beruntung hidup di zaman sekarang karena sudah bukan menjadi tanda tanya besar penyebab terjadinya gempa bumi. Hanya saja sekarang tantangannya adalah kita harus bisa beradaptasi dengan fenomena alam ini. Sehingga bisa hidup berdampingan tanpa ada meninggalkan korban jiwa lagi.