Polisi Pertimbangkan Restoratif Justice untuk Eks Dewan NTB Cabuli Anak
KORANNTB.com – Polresta Mataram mengaku kesulitan untuk melanjutkan kasus AA (65 tahun) yang mencabuli anak kandungnya sendiri.
Eks anggota DPRD Nusa Tenggara Barat ini melakukan aksi cabul kepada anaknya pada pertengahan Januari 2021 lalu. Itu dilakukan saat istrinya tengah diisolasi akibat COVID-19.
Polresta Mataram telah melimpahkan berkas kasus tersebut kepada kejaksaan, namun bekas tersebut dikembalikan atau P-19. Jaksa meminta penyidik memperbaiki berkas kasus tersebut.
Kasatreskrim Polresta Mataram, Kompol Kadek Adi Budi Astawa, mengatakan mengalami kesulitan untuk membawa perkara tersebut ke pengadilan. Itu karena korban telah mencabut laporan ke polisi.
“Ya masih P-19, kita masih lengkapi. Progres jalan terus, tapi pihak pelapor ada cabut laporan dan ada perdamaian,” katanya, Rabu, 10 Maret 2021.
Dia mengatakan, kasus tersebut kemungkinan diselesaikan secara restoratif justice (RJ) dengan mengutamakan perdamaian.
“Merujuk kepada kebijakan bapak Kapolri terkait RJ, antara pelapor dan terlapor sudah cabut, perkara susah dilanjutkan,” ujar Kadek.
Kadek juga mengatakan, pihak kejaksaan mengatakan pada dirinya bahwa korban tidak ingin hadir pada sidang jika kasus tersebut dilanjutkan. Hal ini membuat dilema aparat.
“Karena penyampaian korban ke kejaksaan nantinya pas sidang enggak mau hadir. Susah nantinya, makanya kita masih diskusi sama jaksa. Jaksa juga terkendala,” katanya.
Dia mengatakan belum berani menghentikan kasus tersebut, karena khawatir justru akan menimbulkan efek lebih besar.
“Belum ada dihentikan, masih pertimbangan juga. Jangan sampai menimbulkan efek lebih besar,” katanya.
Kompol Kadek juga telah diminta oleh ibu korban agar kasus tersebut dihentikan. Dia tidak ingin anaknya terbebani saat sidang yang justru berhadapan dengan ayahnya sebagai terdakwa.
“Kita memprotek korban, mengakomodir rasa keadilan bagi korban. Karena kemarin ibunya bilang nanti anaknya tambah drop hadir di persidangan. Lagian ini masalah antara anak dan bapak kandung, tolong pikirkan masa depan anak saya,” ujarnya.
Ia mengatakan akan mempertimbangkan menggunakan restoratif justice dalam kasus tersebut.
“Awal mula proses penyidikan pasti ada laporan dari pelapor. Kalau dicabut apalagi yang harus dipermasalahkan,”katanya.
“Kita takut perkara ini sama kayak perkara IRT di Lombok Tengah. Keadilan restoratif yang harus diutamakan bukan penegakan hukumnya,” ujarnya. (red)