KORANNTB.com – Nusa Tenggara Barat memiliki aneka pulau yang membentang dan menjadi daya tarik banyak orang. Pulau-pulau kecil itu disebut gili.

Salah satu yang tidak kalah menarik adalah Pulau Sophia Louisa. Pulau ini terletak di Samudera Hindia berbatasan dengan Australia. Pulau ini masuk di wilayah Lombok Barat.

Nama pulau itu diambil dari nama penemunya. Dua pelaut bernama Sophia dan Louisa tanpa sengaja menemukan pulau itu saat berlayar di perairan Lombok. Penemuan itu pada masa penjajahan Belanda.

Masyarakat Lombok saat itu tidak ingin nama pulau di sana menggunakan nama asing, sehingga Pulau Sophia Louisa diganti namanya menjadi Gili Sepatang.

Nama Gili Sepatang memiliki arti timbul tenggelam. Sesuai dengan pulau tersebut yang timbul dan tenggelam saat air surut atau naik.

Gili Sepatang memang bukan seperti Gili Trawangan. Pulau tersebut tidak luas, hanya berupa bebatuan karang yang besar. Di tengah pulau tersebut menjulang marcusuar sebagai navigasi kapal.

Pulau ini memiliki beragam kekayaan laut. Bahkan, keindahan bawah laut membuat banyak orang tertarik untuk menyelam di sana.

Jaga Keamanan Laut

NTB sebagai daerah kepulauan dengan bentang laut lebih luas dari daratan membutuhkan pengawasan maksimal. Keterbatasan sumber daya membutuhkan teknologi untuk “memelototi” perairan laut dalam rangka menjaga kedaulatan sekaligus potensi sumber daya alam sebagai medan pertempuran baru di era globalisasi.

Hal itu terungkap dari pertemuan Tim Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI untuk membahas rekomendasi kebijakan keamanan laut, identifikasi isu wilayah berkoordinasi dengan pemerintah provinsi NTB. Kebijakan yang komprehensif diharapkan dapat membangun sinergi para pihak dalam menjaga laut.

“Hasil evaluasi Bakamla, kebijakan keamanan laut harus berkoordinasi dengan pemilik wilayah dalam hal ini pemerintah daerah agar rekomendasi yang akan disampaikan ke Presiden menjadi rumusan kebijakan yang komprehensif dan menuntaskan isu keamanan laut loka,l” ujar Kolonel Bakamla Gontri Nopel, Kasubdit Perumusan Kebijakan Bakamla RI di ruang rapat Sekretaris Daerah NTB, Rabu, 17 Maret 2021.

Gontri menambahkan, NTB termasuk dalam wilayah tengah laut yang secara nasional menjadi isu kehadiran keamanan perbatasan. Luas laut yang demikian luas dengan beragam isu mulai dari kedaulatan sampai dengan isu penegakan hukum dan ekonomi dari hasil laut.

Selain menyerahkan daftar pertanyaan terkait isu keamanan dan kelautan NTB, Bakamla berharap koordinasi melalui komunikasi teknologi dapat terus ditingkatkan dalam hal pencegahan maupun penindakan.

Misalnya pemasangan menara sensor kemaritiman oleh Bakesbangpoldagri di perairan perbatasan selain aturan hukum mulai undang-undang sampai dengan peraturan daerah yang mengatur tentang laut dan kelautan yang dimiliki pemerintah provinsi melalui Dinas KKP.

Sekretaris Daerah, Lalu Gita Ariadi mengatakan, sangat relevan mengetahui potensi laut  NTB agar kebijakan keamanan menjadi komprehensif.

Sebagai daerah kepulauan, NTB masuk dalam daerah berbasis maritime sehingga kebijakan tentang daerah ini termasuk dalam anggaran.

Hal ini seperti dikatakan Sekda merupakan daya dukung keamanan laut karena sekaligus menjaga potensi ekonomi selain ancaman kedaulatan, pelanggaran hukum dan kedaulatan wilayah. NTB termasuk dalam Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) kategori II. Di antara kategori I dan III, ALKI II merupakan lintasan laut dalam yang ekonomis sebagai jalur perdagangan dan pelayaran internasional. Begitupula dengan potensi kekayaan laut seperti penghasil lobster terbesar dan potensi lain juga pariwisata.

“Kalau bicara perbatasan, pualu terluar NTB bernama Sovia Louisa di wilayah Sekotong patut menjadi perhatian Bakamla. Sebagai catatan di masa kini dalam mengambil kebijakan keamanan laut, pantai selatan Lombok menjadi benteng pertahanan Jepang zaman Perang Dunia II,” kata Gita.

“Pantai wilayah utara yang termasuk laut dalam pernah akan dijadikan Global hub untuk kilang minyak dan Pelabuhan internasional. Dalam perspektif pertahanan, kilang minyak itu sebagai pendamping Bontang juga lintas distribusi minyak mentah impor untuk Indonesia timur,” ujarnya.

Potensi ekonomi laut NTB, laut Lombok bagian barat adalah untuk konservasi dan wisata. Wilayah selatan untuk potensi perikanan tangkap dan lobster sedangkan wilayah timur laut Lombok bervariasi  perikanan, konservasi dan juga wisata yang dikelola dengan program industrialisasi.

Sumber daya ala mini adalah medan pertempuran baru yang harus dipertahankan termasuk dari kerusakan oleh masyarakat sendiri dengan destructive fishing, penyelundupan dan lainnya yang diatur oleh Perda 8/2020.

Ada pula Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil nomor 12/2017 sebagai acuan izin lokasi dan pemanfaatan ruang laut yang sedang menunggu integrasi perizinan antara zonasi dan RTRW yang selama ini diajukan melalui OSS (One Single Submission) yang diatur dalam UU Cipta Kerja.

Begitupula dengan potensi pariwisata dengan pelabuhan tikus yang seringkali menjual NTB sebagai tujuan wisata oleh agen perjalanan luar daerah. Pemprov meminta, Bakamla tidak terlalu mudah memberi izin fastboat yang membawa wisatawan dari Bali memasuki perairan Lombok.

“Kami juga meminta agar Angkatan Laut yang sekarang sedang merekrut anggota, untuk memprioritaskan putra daerah dalam personel coastguard karena mereka lebih memahami lingkungannya dan sudah memiliki kemampuan maritim yang natural,” kata Sekda Gita. (red)

Foto: Pulau Sophia Louisa di Lombok Barat (istimewa)