Upaya Restoratif Justice ke Eks Dewan NTB Cabuli Anak Dinilai Keliru
KORANNTB.com – Eks Anggota DPRD Nusa Tenggara Barat berinisial AA (65 tahun) diduga mencabuli anak kandungnya sendiri pertengahan Januari 2021 lalu.
Pelaku yang sempat ditahan Polresta Mataram kini ditangguhkan. Bahkan polisi akan mempertimbangkan kasus tersebut diselesaikan damai atau restoratif justice.
Polisi mengatakan upaya restoratif justice dilakukan karena korban anaknya sendiri telah mencabut laporan. Bahkan, anaknya tidak ingin hadir di persidangan jika kasus AA dilanjutkan ke meja hakim.
“Merujuk kepada kebijakan bapak Kapolri terkait RJ (restoratif justice), antara pelapor dan terlapor sudah cabut, perkara susah dilanjutkan,” kata Kasatreskrim Polresta Mataram, Kompol Kadek Adi Budi Astawa.
Menanggapi itu Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, mengatakan restoratif justice terhadap perkara pencabulan anak tidak bisa dilakukan. Apalagi, pencabulan bukan merupakan delik aduan.
“Kasus kekerasan seksual terhadap anak tidak ada istilah restoratif justice. Itu (restoratif justice) untuk perkara ringan, tidak ada pada perkara pencabulan, pembunuhan,” katanya, Rabu 17 Maret 2021 di Mataram.
Bahkan, kata Joko justru pencabulan terhadap anak sendiri dapat dikenakan pidana minimal atau hukuman yang lebih berat dari pencabulan lainnya.
Joko Jumadi juga menyesali aparat kepolisian memberi penangguhan penahanan terhadap pelaku AA. Dia mempertanyakan apa landasan diberikan penangguhan.
“Penangguhan penahanan harus jelas karena apa. Penangguhan itu harus urgen dan selektif misalnya pelaku sakit keras,” ujarnya.
Upaya restoratif justice terhadap pelaku pencabulan kata Joko, justru dapat menimbulkan maraknya kasus serupa. Itu karena tidak ada efek jera terhadap pelaku.
“Di Dompu saat marak kekerasan seksual, salah satu penyebabnya karena banyak kasus diselesaikan secara kekeluargaan, sehingga calon pelaku tidak takut,” katanya.
Joko mengatakan upaya perdamaian terhadap pelaku AA tidak dapat menghentikan proses hukum. Upaya perdamaian hanya dapat menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman.
“Itu tidak bisa menghentikan proses. Apalagi ini bukan delik aduan. Jika ini bisa mengurangi hukuman, mungkin bisa, tapi kembali ke hakim,” ujarnya. (red)