KORANNTB.com – Profesi advokat atau pengacara kerab menerima stigma sebagai profesi yang selalu mengedepankan pundi-pundi bayaran. Upaya pembelaan dan pendampingan hukum akan berbeda terhadap masyarakat berduit dan masyarakat kurang mampu.

Tapi stigma ini dibantah oleh Anindya Primadigantari SH, seorang pengacara cantik dari Lombok NTB.

“Sebagai pengacara kita harus berpegang teguh pada hukum, untuk itu profesi advokat harus dijalankan dengan profesional. Advokat adalah profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab, serta berdidikasi tinggi,” kata Anindya, Rabu, 24 Maret 2021 di Mataram.

Pengacara cantik kelahiran Mataram ini, meraih gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang pada 2014. Kini di usia 28 tahun, Anindya menempuh pendidikan S2 di Universitas Udayana, Bali.

Tak hanya dikenal karena muda dan cantik, kecerdasan dan ketegasan Anindya saat beracara membuatnya cukup dikenal di Lombok, NTB.

Beberapa tahun terakhir, nama Anindya telah meramaikan dunia advokat di NTB, dengan kepiawainya sebagai pengacara dan telah banyak perkara yang didampinginya menang dalam sidang pengadilan.

Ketegasan Anindya dalam membela kliennya selalu menjadi acuan penting dalam menjalankan tugas profesinya sebagai pengacara. Selain tegas dan berkompeten, Anindya juga selalu bersikap lurus dan profesional.

”Dalam menegakan hukun di negeri ini, serta mewujudkan prinsip-prinsip kehidupan bermasyarakat dan bernegara, maka kita harus berpegang teguh pada dasar-dasar hukum negara ini,” katanya.

Anindya mengatakan, dalam proses peradilan, peran advokat juga terlihat di jalur profesi di luar pengadilan. Misalnya dalam memberikan jasa konsultasi, negosiasi, maupun dalam pembuatan kontrak-kontrak dagang.

“Untuk itu perlu diketahui, sebagai advokat saya pun memberi kebebasan bagi mereka yang membutuhkan, serta memberikan pemahaman bagi mereka yang buta hukum, serta memberikan bantuan kepada masyarakat yang tertindas di bidang hukum,” ujarnya.

Anindya menceritakan pengalaman berkesan saat menjalani profesi advokat. Saat itu kliennya adalah seorang korban pengancaman dari salah satu perbankan. Berawal dari sertifikat tanah milik kliennya digadaikan oleh oknum PNS ke sebuah bank, tanpa sepengatuhan si klien.

Suatu ketika, oknum pegawai bank menagih pembayaran utang ke klien Anindya. Namun penagihan dilakukan dengan cara yang sangat arogan.

“Mereka menggebrak meja seolah klien saya yang mempunyai pinjaman di bank dengan mengantarkan surat somasi kepada klien saya. Hal ini klien saya dibuat malu oleh oknum bank tersebut,” katanya.

Saat itu, Anindya yang mendampingi kliennya langsung menanyakan maksud oknum bank berbuat hal tersebut. Karena apa yang dilakukan oknum bank tersebut dapat memenuhi unsur pidana pemerasan.

“Kemudian secara tegas saya sampaikan dalam 3x24jam tidak ada itikad baik dari pihak bank saya akan memproses perbuatan oknum bank tersebut dan hal itu akan mempengaruhi reputasi bank tersebut dalam melakukan pelayanan publik,” katanya.

Anindya Primadigantari

Karena ketegasan Anindya itu, pihak bank pun membuat permintaan maaf secara tertulis kepada klien Anindya.

Dari pengalaman itu, Anindya mengatakan, hal tersebut membuktikan bahwa masih terdapat banyak oknum-oknum yang masih menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Padahal negara kita adalah negara yang menjunjung tinggi penegakkan hukum, sehingga mobilitas kepentingan masyarakat, golongan dan negara pun juga diatur di dalamnya.

Menurut dia, saat ini masih banyak juga masyarakat yang mengira bahwa jika seseorang tidak tahu atau tidak paham dengan keberlakuan peraturan perundang-undangan, bisa lolos dari jerat hukum saat melanggar. Namun pada faktanya meskipun ketidaktahuan seseorang tentang peraturan tersebut, semua orang dianggap tahu hukum, dan tidak dapat membebaskan atau memaafkan orang tersebut dari tuntutan hukum.

“Hal inilah yang dinmaakan asas fiksi yaitu asas fiksi hukum, beranggapan bahwa ketika suatu peraturan perundang-undangan telah diundangkan maka pada saat itu setiap orang dianggap tahu (presumption iures de iure). Dan ketentuan tersebut berlaku mengikat sehingga ketidaktahuan seseorang akan hukum tidak dapat membebaskan/memaafkannya dari tuntutan hukum,” jelasnya.

Karena itulah pengacara cantik ini berharap agar setiap orang yang mempunyai masalah yang berkaitan dengan hukum dapat berkonsultasi kepada pemberi bantuan jasa advokat, Lembaga Bantuan Hukum dan Posbakum. Agar dapat memahami dan memberikan perlindungan hukum kepada orang membutuhkan bantuan hukum.

“Harapan saya untuk masyarakat agar ke depannya tidak ragu meminta bantuan hukum dan tidak menstigma bahwa profesi advokat adalah identik dengan uang dan kemewahan. Karena profesi advokat adalah oficium nobile, tugas yang mulia, membantu orang yang membutuhkan bantuan hukum. Kita juga berpartisipasi dalam penegakkan hukum di Indonesia,” kata Anindya. (red)