KORANNTB.com – Gubernur Nusa Tenggara Barat, Zulkieflimansyah menjadi penjamin penangguhan penahanan tersangka kasus korupsi eks Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB, Husnul Fauzi.

Namun, Kejaksaan Tinggi NTB tegas menolak permohonan penangguhan penahanan tersebut.

Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB, Dedi Irawan, mengatakan kejaksaan akan tetap pada pendiriannya hingga berkas diajukan ke pengadilan.

“Pada intinya kami menolak dan kami tetap pada pendirian menggunakan kewenangan kami hingga pelimpahan berkas perkara tersebut ke pengadilan,” ujarnya, Rabu, 21 April 2021.

Masuknya nama Gubernur NTB sebagai penjamin tersangka korupsi disesalkan banyak pihak.

Peneliti Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (Somasi) NTB, Jumaidi, menyesali sikap Gubernur Zulkiflimansyah yang menjadi penjamin kasus korupsi.

“Sikap Gubernur justru kami nilai sangat tidak berpihak pada pemberantasan korupsi,” ujarnya.

“Keseriusan pemberantasan korupsi mestinya ditunjukkan oleh seorang pemimpin, jangan kasi ampun pada pelaku korupsi. Ini soal political will,” katanya.

Somasi NTB merasa ragu komitmen Pemprov NTB dalam melakukan pemberantasan terhadap korupsi.

“Kami justru ragu pada visi NTB bersih dan melayani bisa terwujud kalau pemimpinnya tidak serius dalam memberantas korupsi,” ujarnya.

Jumaidi juga mengapresiasi Kejati NTB yang dengan tegas menolak permohonan penangguhan penahanan Husnul Fauzi, meskipun penjaminnya adalah Gubernur NTB.

“Kami mengapresiasi sikap tegas dari kejaksaan yang menolak penangguhan, karena kita harus sepaham bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa maka perlakuan terhadap tersangka dan pelaku korupasi harus tegas,” imbuhnya.

Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Mataram, Syamsul Hidayat, menilai sikap gubernur sebagai penjamin merupakan tindakan tidak etis dan bertolak belakang dengan semangat melawan korupsi.

“Gubernur menjadi penjamin tersangka kasus korupsi merupakan hal yang tidak etis karena gubernur sebagai perpanjangan pemerintah pusat bertugas memimpin, mengawasi, mengevaluasi,  penyelenggaraan pemerintahan oleh bawahannya,” ujarnya.

Syamsul menilai sikap Gubernur NTB tidak sejalan dengan komitmen pemberantasan korupsi di NTB.

“Tindakan tersebut tidak sejalan dengan komitmen pemerintah sendiri untuk mendukung pemberantasan korupsi untuk tercapainya tujuan pembangunan,” katanya.

Kritikan terhadap sikap Gubernur NTB juga datang dari Direktur BKBH Fakultas Hukum Unram, Joko Jumadi. Menurut Joko, Gubernur NTB seharusnya berada di garis depan pemberantasan korupsi, bukan justru sebaliknya.

“Seyogyanya sebagai seorang gubernur, harusnya berada di garis depan pemberantasan korupsi, khususnya apabila dilakukan anak buahnya sendiri, bukan malah menjadi penjamin,” katanya.

Senada dengannya, Ketua Pusat Bantuan Hukum (PBH) Mangandar, Yan Mangandar Putra, mengatakan masih banyak pekerjaan rumah yang lebih penting dilakukan Gubernur NTB daripada sekedar menjadi penjamin.

“PR di NTB ini masih banyak yang harus diselesaikan Gubernur NTB, daripada menjadi seorang penjamin penangguhan penahanan tersangka korupsi,” katanya.

Direktur FITRA NTB, Ramli meminta agar Gubernur Zulkiflimansyah lebih fokus untuk tuntaskan pencapaian target RPJMD.

“Agar tidak ada persepsi macam-macam dari publik, lebih baik Pak Gub fokus untuk tuntaskan pencapaian target RPJMD dan biarkan APH telusuri lebih jauh aliran dana korupsi benih ini, termasuk kemungkinan pidana pencucian uang atas hasil korupsi yang cukup besar. Kami meyakini, Pak Husnul tidak menikmati sendiri,” katanya.

Husnul Fauzi sebelumnya ditahan Kejati NTB pada Senin, 12 April 2021. Dia ditahan bersama dua tersangka lainnya di Rutan Polda NTB.

Dia ditahan atas kasus benih jagung yang tidak bersertifikat dan gagal tanam pada 2017. Mereka diduga merugikan negara Rp15, 45 miliar. (red)