Berawal dari Jalanan, Kisah Sukses Pengusaha Walet Asal Lombok
KORANNTB.com – Seorang pria asal Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Lalu Ading Buntaran, berhasil menjadikan desanya sebagai kampung walet.
Pria asal Desa Kateng, Lombok Tengah itu kini menjadikan desanya sebagai kampung yang memproduksi walet.
Bahkan kini, produksi sarang walet milik Lalu Ading sudah menembus pasar pasar ekspor ke sejumlah negara asia, seperti China, Thailand, Singapura, Korea, dan Malaysia.
Tidak tanggung-tanggung, keuntungan bisa mencapai puluhan miliar. Ading kini menjadi Direktur Utama PT Ammar Sasambo Internasional, perusahaan walet asal NTB yang memiliki pasar internasional.
Saat mengunjungi kediamannya, pria humble ini tengah menyiapkan pusat pencucian sarang walet. Beberapa pekerja nampak sibuk memasang kelengkapan di bangunan dua tingkat.
“Alhamdulillah sebentar lagi kita punya pusat pencucian sarang walet. Ini jadi salah satu yang terbaik di Indonesia,” ujar Ading Buntaran, Jumat, 9 Juli 2021.
Selain membudidayakan walet sendiri di rumahnya, dia juga bermitra bersama warga lokal yang kini membudidayakan walet.
Dengan perkiraan 356 sarang walet, produksi tahunan bisa mencapai 7,12 ton sarang burung walet, dengan rata-rata produksi 5 Kg/sarang yang dipanen setiap tiga bulan sekali.
“Kalau rata-rata nilai ekspor kita Rp35 juta per/Kg maka bisa menghasilkan sekitar Rp20 miliar perbulan. Pasar kita ke China, Thailand, Singapura, Korea, dan Malaysia,” katanya.
Ammar Sasambo Internasional kini justru kewalahan memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat.
Bahkan Bank Indonesia Perwakilan Provinsi NTB siap membantu mengembangkan bisnis sarang burung walet ini.
Berawal dari jalanan
Kesuksesan Lalu Ading tidak datang secara tiba-tiba atau menjadi warisan. Dulunya, Ading hanya seorang aktivis kepemudaan, yang sering turun ke jalan untuk berunjuk rasa jika menemukan permasalahan yang berdampak pada masyarakat kecil.
Usai menjadi aktivis, Ading mencoba berbagai bisnis kecil namun tidak bertahan lama.
Sejak 2008 dia mulai memberanikan diri menjelajahi negara-negara untuk menjual sarang walet. Dia membawa seorang penerjemah.
Dia menjelajahi Singapura, Malaysia hingga Cina dan bahkan menjual hingga ke Afganistan dan Palestina.
“Dulu, ada satu kilo sampai lima kilo, saya bawa sendiri ke Malaysia, jual di sana. Malah sempat juga sampai ke Afghanistan,” kenangnya.
Itu terus dilakukan hingga pada 2020 saat Ading pulang ke Indonesia membawa hasil dagangan walet ke luar negeri. Tiba di bandara dengan selamat dan waktu itu bertepatan dengan pemerintah mengumumkan untuk melakukan PSBB saat COVID-19 menyerang.
“Alhamdulillah saya selamat sampai di Indonesia pas dengan momen penutupan bandara dan segala jalur masuk Indonesia,” katanya.
Namun saat itu dia sudah memiliki pasar di sejumlah negara yang dapat melakukan ekspor sarang walet tanpa harus berjualan keliling dunia. Saat itulah pasar mencarinya.
Saat ini selain mengekspor sarang walet bahan baku jadi, Ammar Sasambo juga memproduksi produk olahan turunan sarang burung walet. Produk yang dibuat antara lain kopi sarang walet, bubur sarang walet, dan yang paling populer sarang walet madu.
Pengembangan dan pemasarannya bekerjasama dengan Yayasan Dharma Bhakti Astra Koperasi serba Usaha.
“Sarang walet ini adalah satu di antara dua komoditi nasional unggulan, selain Porang. Saya awalnya bermimpi untuk membawa komoditi Lombok NTB ini terkenal sampai penjuru dunia. Insya Allah NTB bisa,” katanya.
Kampung Walet Lombok di Desa Kateng saat ini mencuri perhatian pusat. Cukup banyak pejabat kementerian yang berkunjung untuk melihat langsung proses produksinya.
Ketua Yayasan Dharma Bhakti Astra Koperasi serba Usaha, Lalu Aswadi mengatakan, Kampung Walet Lombok bisa menjadi percontohan nasional.
Sebab, di sini benar-benar rantai produksi dari hulu ke hilir dikelola dengan baik.
“Ada pola-pola kemitraan dengan masyarakat, dan produk turunan juga dikembangkan dngan standar mutu yang baik. Ini bisa jadi percontohan nasional,” katanya.
Mantan Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi NTB ini mengakui potensi sarang burung walet di NTB cukup besar dan lokasinya pun tersebar di hampir seluruh Kabupaten dan Kota. Jika dikembangkan dengan baik, maka komoditas ini bisa menjadi “mutiara baru” dari NTB.
Sementara itu, Ading Buntaran menambahkan, ke depan Kampung Walet Lombok di Desa Kateng akan didorong menjadi destinasi eduwisata.
“Semua orang pasti tahu sarang burung walet, tapi tidak semua orang pernah melihat langsung atau mencicipinya. Saya pikir ini menjadi potensi eduwisata yang menjanjikan ke depannya,” katanya. (red)