Resep Ditolak, Layanan Apotek Kimia Farma Dikeluhkan
KORANNTB.com – Pelayanan di sektor kesehatan belum paripurna. Semangat pemerintah mengangkat derajat kesehatan masyarakat dengan layanan yang baik, hanya berjalan di tataran teori. Di lapangan, pelayanan prima hanya basa-basi tanpa fakta.
Pengalaman ini dirasakan langsung oleh Ketua Gapeksindo NTB, Bambang Muntoyo Ia pun mengkritisi kinerja sektor kesehatan yang dinilai masih menganggap sepele masalah pelayanan.
“Kita nggak usah bicara yang besar soal kesehatan gratis dan lainnya. Untuk masalah beli obat di apotek saja, ini masih banyak yang nggak beres,” tegas pria yang akrab disapa HBM ini.
HBM menjelaskan, setelah menjalani pemeriksaan medis di klinik dokter syaraf di Mataram, ia mendapatkan resep sejumlah obat yang harus dikonsumsi untuk penyembuhan.
Beberapa obat dalam resep berhasil ditebus di Apotek Solata, Cakranegara. Sebagian obat didapatkan di Solata, Namun karena sebagian lagi tidak ada di apotek tersebut, ia pun beralih ke Apotek Kimia Farma di jalan Sriwijaya Mataram, tepat di depan Lombok Epicentrum Mall.
“Ke Kimia Farma saya bawa salinan resep, karena resep aslinya sudah masuk di Apotek Solata. Tapi di Kimia Farma resep itu ditolak, padahal obatnya tersedia,” kata HBM.
Menurut HBM, tindakan ini seharusnya tidak dilakukan petugas apotek. Apalagi ketika obat yang dibutuhkan sangat mendesak bagi masyarakat.
“Pihak Apotek KF meminta resep asli padhal resep asli ada di Apotek Solata.
Pertanyaan saya kenapa apotek menolak copy resep dari apotik yang lain, seolah copy resep tersebut diragukan kebenarannya,” ujarnya.
Ia menekankan, kebanyakan masyarakat awam tidak mengerti masalah internal apotek tersebut.
“Andaikata ada obat yang sangat dibutuhkan oleh pasien tersebut dan obat itu sangat vital sekali untuk kehidupan pasien tersebut, kemudian telat mendapat obat itu gara-gara harus bolak balik ke apotek untuk meminta asli resep dan berakibat pasien tersebut meninggal dunia, siapa nanti yang bertanggung jawab?,” katanya.
HBM menilai seharusnya setiap apotik bisa berkoordinasi antar apotek sehingga jika menerima salinan resep atau copy resep tetap bisa dilayani.
HBM mengatakan, pihaknya tidak ingin kejadian yang dialami ini menimpa masyarakat lainnya. Apalagi masyarakat yang kurang mampu dan sedang dalam keadaaan susah karena ada kerabat atau keluarga yang sakit dan membutuhkan obat.
“Bayangkan kalau misalnya masyarakat dari Lombok Tengah atau Lombok Timur yang jauh-jauh datang ke Mataram ternyata sulit membeli obat di apotek hanya karena salinan resep ditolak. Ini kan menyulitkan masyarakat,” katanya.
HBM berharap masalah ini menjadi atensi pihak Dinas Kesehatan NTB dan juga Balai Besar POM Mataram.
Sebab, ia menambahkan, percuma saja layanan medis di rumah sakit dan klinik kesehatan berjalan maksimal, namun di tingkat penyedia obat seperti apotek, layanan justru buruk.
“Karena orang berobat ke RS dan dokter itu muaranya pasti ketersediaan obat, agar bisa berikhtiar sembuh dari penyakit. Tapi kalau apotek seperti mempersulit, ya sama saja layanan kesehatan tidak paripurna,” tegasnya. (red)