Selaq Lombok: Jenis, Sejarah dan Musim
KORANNTB.com – Agustus 2020 masyarakat Indonesia dihebohkan dengan berita yang banyak diwartakan media nasional. Sebuah peristiwa di Lombok Tengah, seekor anjing dikubur hidup-hidup karena dianggap sebagai jelmaan yang diyakini memiliki ilmu selaq.
Meskipun kabar anjing jelmaan manusia itu dibantah pihak kepolisian, namun banyak masyarakat Lombok meyakini kebenaran mahluk jadi-jadian yang dikenal dengan Selaq atau Tuselaq.
Dalam buku ‘The Sociology of Rural Poverty in Lombok’ yang ditulis Mary Poo-Mooi Judd ditulis bahwa Selaq adalah manusia yang memiliki ilmu hitam yang dapat berubah wujud menjadi binatang.
Penelitian yang dilakukan Rezza Aditya, menulis Selaq berasal kata ‘salaq’ atau dalam bahasa Sasak artinya ‘salah’. Konon Selaq merupakan manusia yang mempelajari ilmu hitam yang dianggap syirik. Sehingga Selaq disimpulkan sebagai perbuatan yang salah.
Disebutkan Maldi L (2010), Selaq memiliki beberapa jenis:
1. Selaq Bonga (kapas) memiliki karakter yang sering berkelahi dengan sesama Selaq;
2. Selaq Bangke yaitu Selaq yang senang memakan bangkai dan meminum air bekas mayat yang dimandikan;
3. Selaq Mopol memiliki bentuk hanya berkepala dengan usus yang tergantung. Kebiasaan Selaq ini menakuti anak-anak;
4. Selaq Beruang yaitu Selaq yang sering mengirim santet ke perut korbannya. Konon santet yang dikirim menyerupai kutu yang akan menghisap dalam perut korban;
5. Selaq Ate yaitu Selaq yang memiliki sifat mudah tersinggung dan tidak bisa menerima kesalahan orang lain. Dia akan membalas dengan mengirim santet.
Sejarah Selaq
Zaman dahulu kala di Lombok masih menggunakan sistem kedatuan (kerajaan). Dulu kala, masyarakat condong berperang dan menjadi pengikut kedatuan. Sehingga sangat wajar jika masa itu, orang-orang khususnya pria akan mencari ilmu kesaktian.
Proses mencari ilmu untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Tidak jarang banyak juga yang mencari ilmu hitam atau ilmu selaq.
Dikutip dari VIVA, ada sebuah desa di Lombok Timur yang dikenal sebagai kampung Selaq. Itu karena banyak warga di sana memiliki ilmu selaq. Namun berangsur-angsur praktik tersebut mulai hilang.
Konon penduduk dusun di sana mempraktikkan ilmu hitam sebagai bekal melawan musuh. Mereka mengabdi kepada kerajaan sehingga diperintahkan untuk berperang dengan musuh kerajaan. Ini membuat penduduk mempraktikkan ilmu hitam.
Itu berlangsung turun temurun, bahkan diwariskan ke anak cucunya. Sehingga identik ilmu selaq dapat diwariskan ke orang lain tanpa orang itu perlu mencari ilmu.
Tokoh masyarakat Desa Marong, Lombok Tengah, Amaq Buan saat diwawancarai koranntb, mengatakan zaman dahulu identik dengan peperangan. Orang beramai-ramai mempelajari ilmu kesaktian.
Bahkan di Desa Marong, saat itu jika ada pria yang datang midang (mengunjungi gadis desa) akan dites kekebalannya. Sehingga tidak sembarang orang berani datang berkencan dengan gadis desa di sana.
“Zaman dulu orang dulu lebih condong berperang. Misalnya dulu di Marong kalau ada yang mau midang harus diuji kebal dulu. Kita saling coba dengan berang (parang) saling tebok (pukul) Setelah masuk ajaran dai jadi tidak boleh,” katanya.
Ini yang membuat orang saat itu berlomba mencari ilmu. Meskipun banyak yang mencari ilmu putih, namun banyak juga yang mempraktikkan ilmu hitam karena konon memiliki kesaktian yang lebih besar.
Musim Selaq
Seorang warga di Lombok Timur, Yulia menceritakan dirinya sering melihat Selaq. Dia mengatakan Selaq biasanya sering muncul pada hujan pertama usai musim kemarau.
Mahluk tersebut akan berjalan dengan kawanan mulai sejak senja hingga terbitnya matahari. Aroma hujan pertama disukai Selaq. Hujan pertama setelah kemarau disebut musim Selaq.
Biasanya mereka tidur dengan macam-macam gaya. Ada yang tidur berbantal lengan dengan rambut terurai panjang, ada yang berdiri dengan posisi kepada di bawah. Ada juga yang bersandar di tembok dengan kaki yang tergantung di atas tembok.
“Dia ndak ganggu, cuma senang menakuti aja dengan menampakkan dirinya. Kalau orang yang takut itu dingin langkah kakinya. Nah, mungkin itu yang dirasakannya, jadi kalau takut semakin di takuti,” ujar Yulia kepada VIVA.
Hingga sejauh ini, belum pernah terdengar ada korban jiwa dari Selaq tersebut. Mahluk tersebut hanya mengganggu atau menakuti manusia.
Konon Selaq akan susah mati saat mendekati ajalnya. Tubuhnya hanya kesakitan mengalami sakratul maut. Selaq baru dapat mati jika lidahnya menyentuh lantai.
Selaq sulit dikenali karena di hari biasa mereka berbaur seperti biasa dengan masyarakat. Salat lima waktu, berinteraksi dengan masyarakat dan melakukan aktivitas normal. Namun umumnya, tanda Selaq biasa ada di kening seseorang. Sinar merah di keningnya biasa akan muncul dari terbitnya matahari hingga menjelang siang.
Ritual
Untuk menjadi Selaq atau menjadikan seseorang Selaq membutuhkan ritual-ritual tertentu. Ada banyak ritual yang diyakini dapat mentransfer ilmu selaq ke orang lain.
Calon Selaq akan direbahkan telentang dan dilangkahi tujuh kali, dengan syarat calon Selaq tidak boleh bergerak selama proses melangkahi tubuhnya. Seluruh badan calon Selaq akan terasa sangat sakit sehingga berubah menjadi Selaq.
Ada juga ritual lain dengan beragam peralatan yang digunakan untuk menjadikan seseorang Selaq. Tentu saja tidak dianjurkan untuk mencoba. (red)
Foto: ilustrasi hantu (ist)