KORANNTB.com – Kasus Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menjerat pengacara Ida Made Santi Adnya telah dilimpahkan Polda NTB ke kejaksaan. Kasus tersebut telah P21 dan menanti persidangan.

Ida Made Santi dijerat pasal 28 ayat (1) juncto pasal 45A ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Dia dinyatakan bersalah lantaran diduga menyebarkan berita bohong yang merugikan konsumen, di mana melalui unggahan Facebook pada 2021 melakukan promosi menjual Hotel Bidari. Padahal, hotel tersebut pada 2020 telah dilakukan pelelangan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), sehingga status penjualan telah daluarsa.

Kasus tersebut bermula saat Ida Made Santi menjadi kuasa hukum mantan istri pemilik Hotel Bidari. Putusan kasasi memutuskan untuk pembagian harta gono-gini terhadap 14 aset. Sementara baru satu aset yang berhasil terjual. Ida Made Santi kemudian berinisiatif menjual salah satu aset yaitu Hotel Bidari, melalui unggahan Facebook.

Buntut dari kasus tersebut, dia dilaporkan atas tuduhan menyebarkan berita bohong yang menyebabkan kerugian konsumen.

Lebih dari 100 advokat menjadi tim pembela Ida Made Santi dalam kasus ITE tersebut. Tidak hanya advokat, aktivis dan mantan korban ITE seperti, Baiq Nurul turut membela Ida Made Santi.

Lebih dari 100 pengacara siap membela Ida Made Santi atas kasus ITE yang menjeratnya

Pengacara Irfan Suriadiata mengatakan kasus yang menjerat Ida Made Santi sarat dugaan kriminalisasi. Ida memposting promosi menjual Hotel Bidari karena memiliki hak sebagai kuasa hukum kliennya.

“Kliennya mengajukan permohonan eksekusi lelang, namun sejauh ini (dari 14 aset) baru satu yang berhasil dilelang,” ujarnya, Sabtu, 30 Juli 2022.

Dia mengatakan, Ida Made Santi tidak berniat melakukan lelang sendiri. Namun berusaha untuk mencari pembeli, untuk selanjutnya akan diarahkan ke KPKNL untuk proses penjualan aset.

Irfan mengatakan Made Santi saat itu dalam kapasitas sebagai pengacara yang dilindungi undang-undang. Sehingga, masalah hukum atas kasusnya saat bertugas sebagai pengacara adalah bentuk kriminalisasi profesi advokat.

“Kalau klien ada masalah hukum bukan menjadi masalah hukum pengacaranya. Karena dilindungi UU tindakan rekan advokat tidak bisa dikriminalkan atau dipidana,” ujarnya.

Dia mengatakan, pengacara tidak bisa dipidana dengan alasan merugikan lawan kliennya. “Karena namanya lawan ya pasti dirugikan,” katanya.

Menurutnya, status tersangka terhadap Ida Made Santi adalah bentuk pelecehan terhadap UU Advokat. Dia meminta kejaksaan meninjau lagi kasus tersebut.

“Undang-undang mengatakan advokat memiliki hak imunitas menjalankan profesi baik di dalam maupun di luar peradilan,” ujarnya.

Lebih jauh, Irfan mengatakan tidak ada teori hukum yang mengatakan mempromosikan aset yang akan dilelang harus meminta izin terlebih dahulu kepada pelapor kasus tersebut.

“Kasus perdata sudah inkrah.tapi karena belum laku maka advokat membantu,” katanya.

Pengacara lainnya, M Ikhwan, mengatakan akan melakukan upaya restoratif justice atau RJ terhadap kasus yang menjerat Ida Made Santi.

“Kita akan melakukan RJ. Tetapi perlu dicatat, RJ bukan karena klien kami minta maaf tapi karena memang tidak bersalah,” tegasnya.

Saat ini kata M Ikhwan, tim kuasa hukum yang terdiri lebih dari 100 pengacara sedang berupaya melakukan advokasi agar RJ dapat dikeluarkan.

“Secara subjek beliau (Ida Made Santi) advokat aktif memiliki izin dilengkapi kuasa. Barangnya objek lelang negara. Secara aturan barangnya dilindungi UU. Kenapa ditetapkan tersangka. Ini kriminalisasi,” ujarnya.

Dia merasa bingung Polda NTB menjerat Made Santi dengan kasus tersebut. Padahal, proses lelang merupakan bagian dari realisasi putusan dari Mahkamah Agung untuk pembagian harta gono-gini.

“Kalau aset tidak boleh dilelang, lah terus untuk apa selama ini berperkara perdata sampai Mahkamah Agung, bahkan sampai peninjauan kembali,” ujarnya.

Sementara, Ida Made Santi menegaskan apa yang dilakukannya memiliki dasar, karena mewakili kliennya dalam menyelesaikan pembagian harta gono-gini. Dia mengatakan, pengacara tidak perlu meminta izin, karena putusan pengadilan telah berkekuatan tetap.

“Soal tanpa izin, kami tidak perlu izin lagi,” katanya.

Pengacara dari Pusat Bantuan Hukum (PBH) Mangandar, Yan Mangandar Putra, mengatakan ada tiga tuntutan yang akan diupayakan koalisi pembela Ida Made Santi. Pertama, meminta penyidik Polda NTB untuk diperiksa secara etik.

“Kami berharap rekan penyidik dilakukan pemeriksaan secara etik, kami menduga ada ketidakprosefesionalan,” ujarnya.

Kemudian kejaksaan diminta menghentikan kasus tersebut karena murni kriminalisasi. Dan, pengadilan diharapkan lebih meneliti berkas tersebut.

Pengacara Dr. Ainuddin, mengatakan pasal 28 ayat (1) yang menjerat Ida Made Santi harus memenuhi mens rea atau niat jahat seseorang. Dalam kasus tersebut, Ida Made Santi berkepentingan sebagai pengacara kliennya, sehingga tidak ada niat jahat yang dilakukan.

“Apa salahnya dengan postingan Facebook? Apa salahnya memberikan petunjuk bahwa ada barang yang akan dijual,” katanya.

“Lembaga negara saja mau lelang, lah kita sebagai pengacara kok tidak. Kalau tidak dilelang, bagaimana hak klien. Bagaimana proses hukum yang sudah memutuskan bagi hasil,” katanya.

Dia mengatakan, polisi terlalu cepat menetapkan tersangka dalam kasus tersebut. “Terlalu cepat dinyatakan tersangka,” katanya.

Mantan korban ITE, Baiq Nurul turut membela Ida Made Santi, yang merupakan mantan pengacaranya saat berkasus dulu. Nuril mengatakan, ini merupakan bentuk yang nyata ancaman dari UU ITE yang memakan banyak korban.

“Saya berharap UU ini segera direvisi. Bagaimana pun saya dan pengacara  bisa kena. Siapa tau di waktu akan datang kita yang lain kena juga,” ujarnya.

Dia meyakini dalam kasus tersebut Ida Made Santi tidak bersalah.

“Saya hadir memberikan dukungan pada Pak Santi bisa selesaikan masalahnya. Saya yakin tidak bersalah,” ujarnya. (red)