KORANNTB.com – Praktik maladministrasi pembuatan paspor sangat kentara terlihat di Unit Layanan Paspor (ULP) Lombok Timur. Para calon paspor dengan mudahnya mengakses setiap petugas secara langsung dari ruang ke ruang kantor.

Ini kontras sekali dengan maraknya Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau TKI asal Lombok yang banyak menjadi korban kecelakaan laut, atau kasus-kasus lainnya.

Hasil investigasi Ombudsman Perwakilan NTB di ULP Lombok Timur, ditemukan pelayanan imigrasi yang buruk.

Kepala Ombudsman Perwakilan NTB, Adhar Hakim, mengatakan terjadi perbedaan perlakuan antara warga yang merupakan calon pekerja migran yang mengurus paspor menggunakan calo dan mengurus sendiri. Jika menggunakan calo, tanpa perlu ribet dan mengantre, calo akan mengakses setiap petugas terkait untuk penerbitan paspor.

Selain itu, pelayanan paspor melalui calo dilakukan di luar jam resmi kantor. Mulai berlangsung pukul 06.00 WITA.

“Pelayanan di ULP Lombok Timur kepada sejumlah jaringan percaloan paspor dilakukan di luar jam resmi kantor pukul 06.00 WITA,” kata Adhar Hakim, Selasa, 2 Agustus 2022.

Saat kantor masih sepi, ada sekitar dua petugas yang akan melayani calo. Para calo dengan leluasa mengakses ruang petugas.

Lebih ironis lagi, para calon pekerja migran ini dimintai bayar proses pembuatan paspor sebesar Rp2,5 juta, lebih tinggi dari ketentuan harga yang ditentukan pemerintah sebesar Rp350 ribu.

“Harga yang harus dibayar calon pekerja migran kita Rp2,5 juta. Padahal ketentuan harga Rp350 ribu. Ini merusak SOP,” ujarnya.

Adhar Hakim mengatakan praktik pembuatan paspor di ULP Lombok Timur diduga kuat telah terjadi sejumlah maladministrasi.

“Dugaan maladministrasi tersebut antara lain diskriminasi, penyalahgunaan wewenang, pengabaian kewajiban hukum, penyimpangan prosedur, perbuatan tidak patut, dan penundaan berlarut,” katanya.

Dugaan diskriminatif tersebut di mana warga yang mengurus paspor sendiri dan melalui calo dipisahkan. Jika melalui calo tidak perlu antre dan langsung dilakukan pengambilan foto, sidik jari tanpa wawancara.

“Temuan kami, yang mengurus paspor melalui calo dan mengurus sendiri dilakukan di ruang terpisah. Bahkan pemohon melalui calo tidak antre dan wawancara,” ujarnya.

Kemudian, penyalahgunaan wewenang di mana pada ULP Lombok Timur menetapkan standar harga yang tinggi melalui calo di luar harga yang ditetapkan pemerintah.

“Sementara terkait pengabaian hukum, ULP membiarkan calo leluasa bergerak bebas menjalankan aksinya di lingkup kantor imigrasi,” katanya.

Terjadi juga penyimpangan prosedur. Saat menggunakan calo, petugas tidak meminta surat kuasa pengambilan paspor ke calo. Sementara pada maladministrasi kategori perbuatan tak patut, petugas melayani pembuatan paspor melalui calo sebelum jam kerja.

Bagi warga pemohon paspor tanpa calo, terjadi penundaan berlarut penerbitan paspor melebihi jangka waktu, dengan alasan ketersediaan blangko dan gangguan sistem.

Ombudsman juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan Ham dan Dirjen Imigrasi agar melakukan upaya perbaikan pada ULP Lombok Timur. (red)