KORANNTB.com – Presiden Joko Widodo mengumumkan ancaman bahaya di depan mata. Bahkan ancaman tersebut lebih cepat dari yang diperkirakan.

Dalam video yang diunggah YouTube Sekretariat Presiden, Jokowi pada Selasa, 11 Oktober 2022 menegaskan situasi perekonomian global sangat suram. Ancaman resesi ekonomi sudah tiba.

Jokowi menjelaskan sudah 28 negara mengantre menjadi “pasien” IMF untuk meminjam modal.

“Tadi pagi saya juga mendapatkan telepon dari DC, dari Bu Menkeu bahwa saat ini sudah ada 28 negara yang antre masuk menjadi pasiennya IMF. Artinya, badai itu sudah datang,” kata Jokowi.

Link Banner

Dia menekankan agar pemerintah tidak bisa bekerja seperti biasa saja menghadapi bahaya di depan mata. Apalagi Indonesia berpotensi juga mengalami resesi pada 2023.

Bank dunia memprediksi ekonomi dunia pada 2023 melambat 0,5 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani juga telah memastikan dunia jatuh pada jurang resesi tahun depan.

Bank sentral sejumlah negara telah menaikkan suku bunga acuan demi meredam lonjakan inflasi. Ini tentu akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi.

Resesi merupakan kondisi yang menandakan perekonomian suatu negara sedang buruk. Itu dapat dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang negatif, meningkatnya angka pengangguran, menurunnya daya beli dan lainnya.

Penyebab Resesi

Ada banyak faktor penyebab resesi terjadi di negara-negara. Tapi ada beberapa penyebab utama resesi global di 2023.

1. Tingginya Suku Bunga

Suku bunga yang tinggi sebagai akibat dari respon terhadap inflasi. Bank-bank sentral dunia kemudian menaikan suku bunga untuk menekan inflasi. Fungsi suku bunga tinggi untuk melindungi nilai mata uang, namun di lain sisi menjadi beban bagi para debitur dan mengakibatkan kredit macet.

Inflasi adalah naiknya harga secara umum dan berlangsung terus menerus. Kenaikan harga satu barang tidak dapat disebut inflasi. Tetapi jika banyak barang yang naik, itu menjadi tanda inflasi. Jika inflasi dibiarkan, maka masyarakat ekonomi menengah ke bawah tidak akan mampu membeli kebutuhan mereka, seperti kebutuhan dapur.

Demi menekan inflasi, bank sentral akan menaikkan suku bunga acuan, dengan harapan agar masyarakat dan investor tertarik menaruh uang mereka di bank karena bunga besar. Jika masyarakat menaruh uang di bank, otomatis permintaan terhadap barang akan menurun. Saat permintaan terhadap barang menurun, otomatis harga akan cenderung menurun juga, sehingga inflasi bisa ditekan.

Dalam teori ekonomi, semakin banyak uang beredar di masyarakat, maka semakin besar permintaan terhadap barang. Jika permintaan terhadap barang akan besar, maka harga akan naik dan memicu inflasi.

Pada bank ada namanya bunga simpanan, yaitu balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uang. Dengan naiknya suku bunga, maka nasabah yang menyimpan akan untung.

Tapi ada juga bunga pinjaman, dengan naiknya suku bunga, maka naik pula bunga yang harus dibayar nasabah yang meminjam di bank. Itu memicu kredit macet. Masyarakat khususnya pengusaha tidak berani meminjam dana (kredit) di bank karena bunga yang tinggi. Itu menjadi penyebab pertumbuhan ekonomi terkontraksi dan memicu resesi.

2. Perang Rusia-Ukraina

Perang dua negara bekas Uni Soviet itu menjadi bagian dari penyebab resesi global. Akibat perang panjang itu, terjadi disrupsi atau perubahan rantai pasok global yang mengakibatkan inflasi energi dan pangan.

Karena harga minyak dunia naik, maka BBM bersubsidi di Indonesia pun ikut naik. Naiknya harga BBM akan berdampak pada naiknya harga kebutuhan pokok lainnya, yang memicu inflasi. Sebagai contoh saat BBM naik, tentu sayuran ikut naik karena transportasi mengangkut sayuran tersebut menggunakan BBM.

Rusia dan Ukraina merupak dua negara eksportir utama barang-barang seperti minyak, bunga matahari, gandum dan pupuk. Saat perang, ekspor akan terganggu dan berdampak pada negara-negara lain yang membutuhkan produk mereka.

Seperti contoh, Inggris dilanda inflasi hebat akibat perang Rusia-Ukraina. Banyak perempuan menjadi PSK untuk memenuhi kebutuhan hidup di tengah naiknya harga kebutuhan pokok. Bahkan banyak anak sekolah menahan lapar saat jam istirahat karena tidak ada uang untuk makan. Itulah risiko jika suatu negara bergantung pada negara lain.

3. Perubahan Iklim

Tahukah Anda bahwa perubahan iklim lebih berbahaya dari perang? Saat ini iklim dunia sedang terganggu. Banyak negara sejak jauh hari berusaha mengurangi emisi karbon, namun terhalang oleh pandemi.

Perubahan iklim dapat memicu resesi. Banyak negara menghadapi badai hingga banjir dan potensi naiknya permukaan air laut. Bencana dapat menyebabkan krisis pangan. Bahkan di Indonesia yang saat ini memasuki musim hujan, sering terjadi banjir mengakibatkan panen gagal. Jika iklim ekstrem terus menerus, otomatis akan terjadi krisis pangan yang mengakibatkan kelaparan di mana-mana. Uang bahkan tidak berguna jika pangan tidak ada.

Dampak Resesi

Jika resesi terjadi, yang paling terdampak adalah masyarakat. Resesi akan menyebabkan pengangguran. Karena saat terjadi resesi, banyak perusahaan akan mengurangi pengeluaran, salah satunya dengan cara mengurangi tenaga kerja.

Mengapa itu bisa terjadi? Karena saat resesi global, ekspor akan terganggu. Itu mengakibatkan perusahaan akan mengurangi produksi dan bahkan tenaga kerja mereka.

Jika banyak masyarakat terkena PHK, otomatis kondisi keuangan sulit dan daya beli menjadi rendah. Ini menyebabkan kemiskinan.

Masyarakat akan meminjam ke bank dengan suku bunga yang tinggi. Ini membebankan masyarakat membayar kredit.

Seperti pada 2020, saat pandemi terjadi diikuti dengan PHK masal. Indonesia pun resmi mengalami resesi.

Solusinya?

Untuk menghadapi resesi tidak hanya peran pemerintah saja. Tapi peran masyarakat sangat dibutuhkan.

Yang harus dilakukan adalah untuk mengurangi pengeluaran pada hal-hal yang tidak perlu. Masyarakat harus bisa mengontrol keuangan mereka dengan mengurangi pengeluaran tidak produktif. Usahakan pengeluaran untuk kebutuhan yang penting saja, seperti membeli kebutuhan dapur untuk makan sehari-hari.

Mulai saat ini masyarakat juga harus menyiapkan dana darurat jika sewaktu-waktu terjadi inflasi yang mengakibatkan harga kebutuhan pokok naik. Tapi tentunya tidak perlu panik berlebihan. (red)

Foto: ilustrasi (ist)