KORANNTB.com – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram yang diketuai Kelik Trimargo dan dua anggotanya yaitu I Wayan Sugiartawan dan Mukhlasuddin, menjatuhkan vonis dua bulan penjara dan denda Rp2 juta subsider satu bulan kurungan terhadap terdakwa Zikrul Mustakim, Selasa, 27 Desember 2022.

Terdakwa sebelumnya dijerat Omnibus Law yaitu Pasal 55 pada paragraf 5 Pasal 40 UU No. 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang mengubah UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang ancaman hukumannya 6 tahun penjara dan denda Rp60 miliar.

Majelis mengatakan terdakwa terbukti bersalah berdasarkan surat dakwaan penuntut umum menyalahgunakan LPG yang disubsidi dalam tabung 3 Kg ke tabung-tabung portabel yang ukurannya lebih kecil dan dijual kepada para pendaki Gunung Rinjani.

Putusan Majelis Hakim lebih ringan dari Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Mataram yaitu pidana penjara selama tiga bulan dan denda Rp1 juta subsidair dua bulan kurungan.

Atas putusan tersebut dari pihak penuntut umum yang diwakili oleh Mila Meilinda menyatakan menerima dan begitu pun tim penasehat hukum terdakwa Yan Mangandar Putra, Rusdin Mardatillah dan Herry Sukmawan dari Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) UIN Mataram juga menyatakan menerima, sehingga putusan majelis hakim telah berkekuatan hukum tetap atau ingkrah.

“Putusan ini telah mempertimbangkan itikad baik klien kami untuk kelestarian lingkungan Gunung Rinjani dari sampah tabung portabel dan memiliki kelakuan baik di masyarakat serta bersikap jujur selama persidangan,” kata Yan Mangandar.

Terdakwa sebelumnya telah ditahan hampir dua bulan, maka dengan putusan ini terdakwa hanya akan menjalani penjara selama 10 hari.

“InsyaAllah dengan putusan ini klien kami ZM akan hirup udara bebas minggu depan sekitar tanggal 6 Januari 2023,” ujarnya.

Yan mengatakan ZM hidup di bawah kaki Gunung Rinjani, yang tentu awam dengan hukum, dari sejak awal bertemu Tim PKBH UIN Mataram sudah sangat sabar berupaya untuk ikhlas hadapi cobaan ini.

“Apalagi selama ditahan di LAPAS Mataram diperlakukan baik oleh seluruh pegawai dan mengharapkan masalah ini cepat selesai sehingga bisa kembali beraktivitas seperti biasa melanjutkan usaha mandirinya penyewaan peralatan kamping atau pendakin di Senaru Lombok Utara yang diberi nama Kampung Rinjani Zick Jack Trecker,” katanya.

Seusai persidangan keluarga ZM menyampaikan ucapan terima kasih kepada majelis hakim, jaksa penuntut umum dan tim pengacara atas kebaikan hatinya memberikan keadilan bagi ZM.

Tim Penasehat Hukum berharap tidak ada lagi masyarakat kecil seperti ZM yang menjadi korban kriminalisasi oleh kepolisian menggunakan ketentuan Omnibus Law yang faktanya secara formil UU Cipta Kerja adalah ketentuan yang tidak memiliki kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan sehingga telah dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi RI No. 91/PUU-XVIII/2020 tanggal 25 November 2021.

“Dan hal cukup mengecewakan berdasarkan fakta persidangan bahwa Penyidik Kepolisian Resor Lombok Utara memproses kasus ZM hanya karena ada perintah Mabes Polri agar kepolisian di daerah menangani kasus Migas,” ujarnya.

Namun Yan Mangandar menilai kepolisian keliru memahami perintah, bukan berarti harus memenjarakan masyarakat kecil, tapi seharusnya menangani kasus migas yang lebih besar. Contohnya penimbunan solar subsidi di SPBU Meninting yang hingga kini kasusnya alot dan hanya menetapkan tersangka pelaku kelas teri saja.

“Namun kami menilai kepolisian salah memaknai perintah tersebut, bukan untuk memenjarakan masyarakat kecil seperti ZM tapi seharusnya untuk kasus-kasus besar seperti penimbunan BBM Bersubsidi di SPBU Meninting Lombok Barat 1.500 Liter dan Kapal Tangker di Lombok Timur 544.00 Liter yang pastinya berdampak luas bagi masyarakat sampai hari ini proses kasusnya tidak jelas,” katanya. (red)