KORANNTB.comDesa Adat Bayan di Lombok Utara memang terkenal dengan keindahan alam di sana. Rumah-rumah adat, hutan yang asri dan air terjun yang menawan dijumpai di sana. Itu mengundang banyak wisatawan yang datang ke sana sekedar berwisata atau belajar banyak hal.

Masyarakat adat di Bayan memang jauh dari modernitas. Namun prinsip-prinsip adat yang kental di sana dan menjadi pijakan bagi setiap masyarakat di sana dan tamu yang datang.

Terdapat delapan hutan adat di Desa Bayan, yaitu Hutan Adat Pangempokan, Bangket Bayan, Tiurarangan, Mandala, Lokoq Getaq, Singang Borot, Sambel, dan Montong Gedeng.

Hutan di sana begitu dijaga dan bahkan sakral. Masyarakat adat Bayan memiliki awiq-awiq untuk melestarikan alam. Masyarakat Desa Bayan menerapkan awiq-awiq atau sanksi kepada siapa saja yang melanggar.

Sedikitnya ada lima aturan dalam hukum adat Desa Bayan, yaitu dilarang mengambil, memetik, mencabut, menebang, menangkap satwa, dan membakar pohon atau kayu mati di kawasan hutan adat.

Kemudian, dilarang menggembala hewan ternak di sekitar dan di dalam kawasan hutan adat karena berisiko merusak flora dan fauna yang tumbuh di hutan. Selanjutnya, dilarang mencemari sumber mata air di kawasan hutan adat, juga dilarang meracuni Daerah Aliran Sungai (DAS) menggunakan fottas, decis, setruman, dan lainnya di sekitar hutan dan di luar kawasan hutan adat.

Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

Terakhir, bagi siapapun yang menggunakan air, diwajibkan membayar iuran kepada pengelola hutan dan sumber mata air.

Seorang penjaga hutan adat di Bayan, Denda Kusmawati mengatakan prinsip-prinsip melestarikan hutan terus diturunkan kepada setiap generasi di sana.

“Mewariskan hutan adat yang tetap terjaga kepada anak cucu, merupakan tugas yang diberikan leluhur kami. Kami selalu tanpa lelah akan terus menyampaikan awiq-awiq (aturan adat Desa Bayan) kepada anak-anak kami dan kepada masyarakat umum. Menjaga hutan adat itu adalah kehormatan” katanya.

Aturan adat yang berlaku di sana membuat sungai di sana layaknya sungai pada zaman dahulu kala. Air mengalir begitu jernih dan sejuk. Tidak seperti kota-kota besar yang tercemar racun dan polusi. (red)