Kepala BP3MI NTB, Mangiring Hasoloan Sinaga menyampaikan PMI yang bekerja di sektor perladangan, baik di Malaysia timur atau barat mayoritas berasal dari NTB.

“Kami melihat kegiatan ini sangat strategis, mengingat 92% warga NTB bekerja di sektor perladangan kelapa sawit di Malaysia,” katanya.

Mangiring berharap dengan memperkaya modul Orientasi Pra Pemberangkatan (OPP) dapat memberikan pemahaman pada CPMI yang ingin bekerja sebagai PMI, khususnya di kelapa sawit. BP3MI berharap ke depannya PMI semakin memahami standar internasional dan kebijakan. Serta memahami kewajiban dan hak di Malaysia baik dalam melindungi diri sebagai pekerja di sektor ladang sawit.

“BP3MI NTB berterima kasih atas partisipasi ILO dan IOM atas kepeduliannya dalam isu pelindungan PMI di sektor kelapa sawit, khususnya wilayah Malaysia,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, National Project Officer International Organization for Migration (IOM) Eni Raitatul Navisa menyampaikan tujuan kegiatan ini adalah untuk memberikan pelindungan hak-hak pekerja bagi warga Indonesia yang mencari pekerjaan di sektor kelapa sawit di Malaysia.

Menurut Eni upaya tersebut dilakukan melalui pengembangan materi pelatihan Orientasi Pra Pemberangkatan (OPP) yang dilengkapi dengan materi KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) oleh Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), pengawas ketenagakerjaan, organisasi serikat pekerja terkait, LSM, dan lembaga mitra lainnya.

“Berdasarkan data BP2MI, Malaysia masih mendominasi sebagai negara tujuan terbanyak nomor 3 setelah Taiwan dan Hongkong,” katanya.

Sektor kelapa sawit merupakan sektor yang paling diminati oleh PMI. Namun, fakta di lapangan menunjukkan adanya pelanggaran dan HAM, seperti kerja paksa, mempekerjakan anak dibawah umur dan pelanggaran lainnya.

Sejak Juli tahun 2023 hingga sekarang, mayoritas pengaduan PMI berasal dari NTB sebanyak 79 pengaduan, dengan wilayah pengaduan dari Kab. Lombok Timur dan Lombok Tengah.

Eni mengatakan CPMI rentan mengalami eksploitasi dalam bentuk biaya penempatan berlebih, informasi job order menyesatkan dan instruksi pekerjaan yang transparan.

Untuk mengantisipasi tantangan dan resiko, Eni menegaskan pemenuhan informasi sangat penting. IOM bekerja bersama Kementerian Ketenagakerjaan dan BP2MI, melakukan seluruh tahapan yang akan dilalui PMI selama proses pra pemberangkatan, termasuk mencari dan melamar pekerjaan, mendapatkan informasi khusus terkait pekerjaan di sektor perkebunan, memahami hak-hak di tempat kerja, termasuk sebelum dan setelah bekerja, serta persiapan yang diperlukan.

“CPMI harus mendapatkan informasi yang aktual, seperti job order, tahapan imigrasi hingga pemenuhan hak-hak pekerja serta bagaimana mekanisme pengaduan yang dapat di akses saat terjadi masalah di negara penempatan/perusahaan bekerja,” ujarnya.