KORANNTB.com – Perwakilan Koalisi Stop Joki Anak mendatangi Markas Kepolisian Daerah NTB sebagai tindak lanjut atas surat koalisi yang dikirimkan tanggal 20 September 2023 ditujukan kepada Kapolda NTB perihal Permohonan Hearing dan Penyerahan Pernyataan Sikap.

Koalisi yang tergabung di dalamnya berberapa perkumpulan seperti PBH Buruh Migran, Yayasan Tunas Alam Indonesia, Perkumpulan Pancakarsa, Solidaritas Perempuan Mataram, Pusat Bantuan Hukum Mangandar (PBHM) NTB dan Forum Diskusi dan Riset Fakultas Hukum UMMAT ini diterima oleh Kepala Subdit III Ditintelkan POLDA NTB, Kompol Setia Wijatono .

Perwakilan Koalisi, Yan Mangandar Putra menyampaikan bahwa ‘Koalisi Stop Joki Anak terbentuk dari tahun 2019 dan total anggotanya 42 organisasi menyampaikan surat Pernyataan Sikap yang salah satunya mengapresiasi dan dukungan kepada Polri karena telah menolak ijin pacuan kuda.

“Kami apresiasi Kapolda NTB Irjen. Pol. Drs. Djoko Poerwanto melalui Bapak Kapolres Bima Kota AKBP Rohadi yang tidak mengeluarkan ijin maupun rekomendasi terkait rencana penyelenggaraan pacuan kuda Wali Kota Bima Cup 2023,” kata Yan Mangandar, Jumat 29 September 2023.

Koalisi juga berharap hal ini konsisten baik untuk pacuan kuda di Kota Bima maupun Kabupaten Bima, Dompu, Sumbawa dan lainnya yang ada di Provinsi NTB.

Mereka juga berharap agar semua pihak mulai dari Pprdasi NTB, Koalisi Stop Joki Anak, Pemerintah Provinsi NTB, Polri, TNI, Tokoh Agama/Masyarakat, Budayawan dan Pemerintah Kabupaten/Kota termasuk dari Pemerintah Pusat seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia agar duduk bersama memusyawarahkan hal serius ini.

Hingga nantinya muncul kesepakatan aturan sehingga penyelenggaraan pacuan kuda tradisional tidak lagi ada eksploitasi dan penempatan dalam keadaan berbahaya mengancam fisik hingga nyawa terhadap anak.

Yan menyebut, sejak 2019 hingga 2023 telah ada 3 nyawa joki anak yang tewas tanpa ada satu pun pihak yang mau bertanggungjawab.

“Semua harus duduk bersama karena efek yang ditimbulkan dari perhelatan Joki anak selain membahayakan anak anak juga untuk menghindari kebiasaan buruk lainnya yang ditimbulkan seperti perjudian,” kata Yan.

Sementara itu, Baiq Sumiati menerangkan bahwa sebaiknya penyelenggara pacuan kuda tradisional juga mempertimbangkan dari sisi Perempuan yaitu Ibu sebagai pihak yang sangat dirugikan.

Setiap ibu yang telah merawat anaknya pasti memiliki harapan agar kedepan anaknya bisa menjadi orang sukses dan memiliki masa depan yang gemilang. Namun, yang terjadi kebalikannya, banyak anak anak dijadikan joki kuda pacuan yang mengancam nyawanya dan tumbuh kembang serta pendidikannya terbengkalai.

“Apalagi jika terjadi kecelakaan pasti yang merawat adalah ibunya dan Ibunya lah pihak yang paling merasa kehilangan jika sampai anaknya tewas,” kata dia.

Baiq Nur Aini menjelaskan bahwa dari sisi perlindungan memang negara terlah mengeluarkan BPJS Ketenagakerjaan, namun BPJS tersebut tidak menanggung asuransi bagi anak-anak yang menjadi joki pacuan kuda tradisional karena dinilai melanggar UU Ketenagakerjaan dan UU Perlindungan Anak dari syarat umur dan resiko pekerjaan.

“Begitu juga dengan BPJS Kesehatan tidak dapat diklaim karena dianggap kecelakaan tunggal akibat kelalaian sendiri. Terkait Budaya yang patutnya disitu ada nilai-nilai kebaikan, namun dilapangan sebaliknya anak-anak dieksploitasi menanggung beban ekonomi keluarga, fisik dan nyawanya terancam,” katanya.