Penulis: Andri Suherman (Dosen Universitas Hamzanwadi)

Beberapa waktu lalu, dunia pendidikan sempat dihebohkan dengan pemberitaan mengenai aturan baru terkait syarat kelulusan bagi mahasiswa di Indonesia. Tepat pada hari Selasa tanggal 29 Agustus 2023, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim mengumumkan aturan baru dalam dunia pendidikan.

Disebutkan bahwa skripsi tidak lagi menjadi syarat mutlak untuk lulus bagi mahasiswa jenjang Sarjana (S1) dan Diploma 4 (D4). Aturan baru inipun sudah dituangkan dalam Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 Tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Dalam hal ini, Mendikbudristek Nadiem mengatakan bahwa syarat lulus mahasiswa tidak harus skripsi, tapi bisa dalam bentuk tugas akhir seperti proyek atau prototipe.

Kepercayaan sepenuhnya diberikan kepada masing-masing perguruan tinggi untuk mengatur sendiri jenis tugas akhir bagi mahasiswanya. Terkait akan hal ini, apakah aturan baru tersebut disetujui oleh semua pihak?

Link Banner

Lulus Tanpa Skripsi, Kenapa Tidak Dari Dulu?

Beberapa pihak mendukung penuh aturan baru buatan Mendikbudristek Nadiem. Sebagian besar pihak tersebut berasal dari pejabat tinggi perguruan tinggi. Mereka sepertinya mendasarkan dukungannya dari keberhasilan beberapa negara di Eropa dan Amerika yang sudah menerapakan aturan serupa. Sebagai contoh, Prof. Dr. S Martono, Rektor Universitas Negeri Malang (UNNES) menyatakan bahwa aturan baru ini selaras dengan perkembangan zaman yang menuntut efisiensi dan subtantif, bukan seusatu yang bersifat administratif.

Pernyataan ini juga didukung oleh Dr. Ngabiyanto, Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan Sistem Informasi UNNES. Dalam keterangannya beliau menyebutkan bahwa pengganti skripsi dalam bentuk tugas akhir seperti proyek atau prototipe tidak serta merta akan menurunkan kualitas lulusan, malah sebaliknya akan melahirkan lulusan yang lebih berkualitas karena fleksibililitas yang dimiliki kampus. Ditambahkan pula bahwa UNNES pada dasarnya sudah mulai menerapkan aturan baru ini di mana skripsi pada program studi Tata Busana diganti dalam bentuk gelar karya dan pada program studi Seni Rupa diganti dalam bentuk pameran.

Sementara itu, Prof. Arif Satria, rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan bahwa tugas akhir dalam bentuk lain selain skripsi sama sekali tidak akan mempengaruhi atau menurunkan kualitas lulusan. Beliau memberikan contoh bahwa mahasiswa jurusan bisnis bisa saja membuat proposal bisnis dan tidak harus menjadi peneliti yang ditulis dalam skripsi. Menurutnya, yang perlu diasah adalah keterampilan menulis mahasiswa yang bisa dalam berbagai macam bentuk dan tidak harus dalam skripsi.

Dukungan lain juga disebutkan oleh Dr. Ir. Chairul Hudaya, rektor Universitas Teknik Sumbawa. Beliau menyatakan bahwa gagasan ini sebenarnya sudah ada sejak beberapa waktu lalu dan sekarang baru mendapatkan jawaban. Ditambahkan olehnya bahwa kepercayaan yang diberikan kepada masing-masing perguruan tinggi untuk mengatur regulasi kelulusan mahasiswa merupakan keputusan yang cukup baik. Terutama untuk perguruan tinggi yang berada di kawasan Indonesia timur yang memiliki tantangan tersendiri dibandingkan dengan wilayah lain.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat diasumsikan bahwa para pihak pendukung ini sepertinya sudah lama mengharapkan aturan yang sah terkait dihapusnya skripsi sebagai syarat lulus mahasiswa. Dengan kata lain, mereka seperti ingin mengatakan kenapa tidak dari dulu saja skripsi dihapuskan dan diganti dengan tugas akhir dalam bentuk lain.