Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketidaktahuan terhadap apa yang dilarang di medsos, seperti ujaran kebencian, menyebar berita bohong atau hoax, menghina SARA.

Di isu keamanan ini, para alumnus akademi Pemilu ini bisa berperan banyak dengan aktif mengampanyekan internet sehat. Solusinya banyak, di antaranya meminta tanggung jawab pengusaha medsos.

Dalam kasus hoax dan fitnah, misalnya, ini bisa dideteksi dengan teknologi tapi tidak akan akurat 100 persen, karenanya manual juga harus dilakukan. Jadi para pengusaha medsos harus menambah SDM di kantornya untuk menghadapi hoax atau fitnah.

Solusi lainnya adalah ternofuse saat seseorang membuat akun medsos harus diubah dalam format proses tanya jawab. Contoh “Jika kami memberikan akun Twitter ini, anda berjanji tidak melakukan tidak melakukan fitnah?”

Intinya, pemerintah harus memaksa Twitter, Facebook, Instagram, dan Google menguji kelayakan seseorang untuk mendapatkan akun medsos.

Terkait keamanan yang perlu diperhatikan juga adalah keamanan data, apakah dengan terus menggunakan produk luar, seperti Twitter, Facebook, YouTube, Instagram, Google, dan lainnya kita aman? Karena mereka memiliki semua data kita.

Kesimpulannya, kita tidak anti-media buatan luar, tetapi Indonesia harus terbiasa menggunakan mesin pencari dan medsos sendiri buatan Indonesia.

Isu kedua di medsos adalah kreativitas, maksudnya bagaimana mendorong pengguna medsos Indonesia menjadi produsen konten sosial minat dan bakatnya. Di sini pasukan medsos alumnus pemilu bisa membagi ilmunya kepada pengguna medsos.

Salah satu pembelajaran penting dari pemilu adalah boleh jadi kita menganggap konten yang kita produksi ataupun yang kita sebar menguntungkan kelompok kita, tetapi belum tentu menguntungkan Negara Republik Indonesia. (Baca selanjutnya)