KORANNTB.com – NTB saat ini memasuki peralihan musim hujan dari musim kemarau yang cukup panjang. Beberapa wilayah di NTB khususnya di Lombok akhir-akhir ini dilanda hujan dan angin kencang. Meski demikian kondisi hujan pada I Dasarian November (1-10 November) masih berada dalam kategori rendah.

Prakirawan BMKG Stasiun Klimatologi Nusa Tenggara Barat, Yuhanna Maurits merinci kondisi hujan di NTB untuk II Dasarian November tanggal (10-20 November) diperkirakan curah hujan dengan intensitas >20 mm/dasarian memiliki probabilitas kejadian 70%- >90% untuk Pulau Lombok dan 10% – 80% untuk wilayah Pulau Sumbawa. Peluang curah hujan >50mm/dasarian masih kecil di seluruh wilayah NTB yaitu memiliki probabilitas kejadian <10% -70%.

Anomali Cuaca

Meski demikian, potensi bencana hidrometeorologi dapat terjadi di wilayah NTB selama peralihan musim tersebut.

Bencana hidrometeorologi saat peralihan musim meliputi angin kencang hingga pohon tumbang, angin ribut dan puting beliung.

“Memasuki masa peralihan menuju musim hujan 2023/2024, masyarakat perlu mewaspadai adanya potensi bencana hidrometeorologi seperti hujan secara tiba-tiba, angin kencang yang dapat terjadi secara tiba-tiba dan bersifat lokal,” ujarnya.

Peralihan musim tersebut tidak saja membawa hujan, tetapi kondisi cuaca bisa sewaktu-waktu panas seperti saat musim kemarau. Sehingga potensi kebakaran hutan dan lahan masih dapat terjadi di NTB. Ini dikenal dengan anomali cuaca.

“Masyarakat NTB diimbau agar dapat menggunakan air secara bijak, efektif dan efisien. Masyarakat juga perlu mewaspadai akan terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan serta kekeringan yang umumnya terjadi pada periode ini,” katanya.

El Nino Belum Hilang

Prakirawan lainnya, Cakra Mahasurya AP menjelaskan El Nino saat ini berada dalam kondisi moderat. El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas  kondisi normal. Fenomena tersebut terjadi di Samudra Pasifik bagian tengah. Jika suhu laut panas, dapat memicu pertumbuhan awan di Samudra Pasifik tengah dan mengurangi curah di Indonesia.

Selain El Nino, ada juga fenomena Indian Ocean Dipole (IOD). IOD adalah selisih suku muka air laut di Samudra Hindia bagian barat seperti Laut Arab dan timur Afrika dengan Samudra Hindia bagian timur yaitu sekitar Indonesia bagian barat. Atau dengan kata lain IOD dapat diartikan suatu fenomena naik turunnya suhu permukaan laut dalam periode tidak teratur yang melibatkan perubahan antara fase-fase suhu hangat dan dingin, terutama mempengaruhi bagian barat dan timur samudra tersebut.

Jika El Nino berasal di Samudra Pasifik maka IOD berasal dari Samudra Hindia. Kedua fenomena tersebut sama-sama berpengaruh terhadap cuaca di NTB.

“Hasil Monitoring ENSO terakhir menunjukkan indeks ENSO (+1.90) terpantau berada pada kondisi El Nino Moderat (kondisi El Nino sudah berlangsung selama 17 dasarian), sedangkan IOD sebesar (+1.366),” katanya.

“Kondisi IOD positif diprediksi bertahan hingga akhir tahun 2024 Sedangkan El Nino moderat diprediksi terus bertahan hingga Februari 2024,” ujarnya.

Aliran massa udara di wilayah Indonesia didominasi oleh angin timuran.  Aliran massa udara diprediksi masih didominasi oleh angin timuran dengan kecepatan yang melemah. Analisis terakhir menunjukkan MJO tidak aktif di fase 4 dan 5. MJO berkaitan dengan aktivitas konveksi/potensi awan hujan di wilayah Indonesia.