KORANNTB.com – Covid-19 pada tahun sebelumnya yang terjadi di Indonesia dan NTB khususnya, justru membawa berkah bagi NTB. Itu semua berkat tangan dingin Gubernur NTB saat itu Zulkieflimansyah alias Bang Zul.

Saat itu, Covid-19 membuat pembatasan kegiatan masyarakat secara besar-bisaran. Imbasnya, pendapatan masyarakat menurun dan ekonomi melemah. UMKM di NTB sangat terdampak akibat pandemi.

Presiden Jokowi mengintruksikan semua daerah untuk memberi bantuan tunai atau cash kepada masyarakat.

Namun, Bang Zul memiliki inovasi agar bantuan tersebut bukan dalam bentuk cash. Namun bisa dalam bentuk produk yang diberikan ke masyarakat, dengan catatan produk tersebut merupakan komiditas lokal hasil UMKM lokal di NTB. Itu untuk memberikan stimulus terhadap UMKM di tengah kondisi pandemi saat itu.

“Covid kalau daerah lain Pak Jokowi bilang kasi bantuan cash. Kita sowan, bisa NTB dikasi diskresi bantuan bukan dalam bentuk cash tetapi komoditi tetapi itu lokal komuditi. Kami kumpulkan kepolisian, BPK, BPKP, kejaksaan kami kasi tahu. Jadi ada insentif buat UMKM bikin produk dan diserap oleh kami,” kata Bang Zul dalam siniar atau podcast di channel Youtube Gita Wirjawan.

“Jangan (APH) permasalahkan secara hukum, karena pengalaman di negara berkembang mana pun jika diawali industri pasti produknya tidak mungkin bersaing dengan Jawa dan China karena pasti lebih murah dan kualitas pasti lebih rendah. Tapi jangan sampai, kita kasi produk ke masyarakat lebih mahal, kualitas lebih jelek nanti dianggap merugikan negara. Kita tidak mau berurusan dengan hukum,” ujarnya.

Benar saja, usai memberikan bantuan dalam bentuk Jaring Pengaman Sosial (JPS) tersebut, NTB memperoleh apresiasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) karena bukan saja sebagai daerah yang mampu mengatasi covid, namun NTB juga dapat mengatasi masalah di sektor ekonomi.

“Evaluasi BNPB bahwa NTB termasuk provinsi yang mampu mengatasi covid sekaligus ekonominya. Karena selama covid kami punya 5 ribu UMKM baru dan kita bukan hanya mampu mengemas ayam Taliwang dalam kemasan, tapi rapid antigen pun kita bikin. Bukan hanya jual kain tapi bikin pakaian,” katanya.

Bang Zul menjelaskan, konsep di NTB tidak sesederhana yang orang pikirkan. Sebagai contoh proses pengemasan ayam Taliwang, tidak hanya asal bungkus, namun diproduksi sedemikian rapi untuk menambah durasi waktu agar produk tersebut tidak busuk atau rusak.

“Orang yang gak paham industrialisasi menyebut proses ayam Taliwang dikemas itu ecek-ecek. Oh jadi industrialisasi hanya proses mengemas ayam Taliwang. Padahal kita lihat proses menjadi ayam Kaleng yang dikemas dengan teknologi yang tidak sederhana, itu tidak costless (gratis), timeless dan tidak otomatis. Proses pembelajarannya berdarah-darah,” kata Bang Zul.

Bagi Bang Zul industrilalisasi adalah kemampuan suatu bangsa untuk adanya pendalaman struktur, tidak hanya bicara tentang perusahaan besar, urbanisasi, polusi atau kerusakan lingkungan.

“Industrialisasi identik dengan perusahaan besar, urbanisasi, asap mengepul, merusak lingkungan dan lain sebagainya. Tetapi dari pengalaman kami di Eropa, sebenarnya tidak selalu identik dengan proporsi industri dalam kue ekonomi kita, sejatinya industrilalisasi adalah kemampuan suatu bangsa untuk adanya pendalaman struktur. Mulai punya keberanian tidak menjual komoditas mentah di luar tetapi mengolahnya di daerah untuk menghadirkan eksternalitas yang positif,” paparnya.

Dia menjelaskan Indonesia timur lebih miskin karena komoditas mentah dijual ke luar daerah atau luar negeri dengan harga murah, kemudian dari luar daerah atau luar negeri mengolah kembali menjadi bahan baku dan kembali dijual ke NTB. Itu karena NTB belum mampu mengemas sebuah bahan mentah menjadi bahan baku. Oleh karena itu, dengan adanya industrialisasi, Bang Zul berusaha membalik keadaan.

“Kenapa Indonesia timur miskin, karena kami jual jagung ke Kalimantan, ke Sulawesi, kami jual jagung berkapal-kapal ke Filipina, kemudian kami beli pakan ternak dari bahan baku yang kita kirim sendiri. Kita punya ikan banyak sekali dikirim ke Surabaya, kemudian dibersihkan, diolah jadi ikan baku bukan dieskspor ke China tapi dijual ke hotel-hotel yang ada di tempat kita,” kata dia.

“Kita selalu menjual komoditas yang lebih murah, kemudian kita beli produk yang lebih mahal. Ini kita balik,” kata pria yang digandrungi untuk kembali menjabat dua periode ini.