KORANNTB.com – Klaim PT Rezka Nayatama atas tanah di Dusun Pengawisan, Desa Sekotong Barat, Lombok Barat dinilai tidak berdasar, karena masyarakat di Dusun Pengawisan, Kecamatan Sekotong sudah puluhan tahun menempati lahan tersebut.

Link Banner

Kepala Desa Sekotong Barat, Saharudin mengatakan lahan yang disengketakan antara warga dan perusahaan dahulunya merupakan pecahan Dusun Gili Genting, yang kemudian menjadi Dusun Pengawisan.

Tiang (saya) dapat informasi dari bapak tiang yang menjabat waktu itu sebagai kepala desa bahwa ada perkampungan pecahan dari Dusun Gili Genting ini namanya dulu sebelum menjadi dusun namanya RT Pengawisan,” kata Saharudin, Minggu, 21 Januari 2024.

Masyarakat di sana telah menempati lahan tersebut secara turun temurun. “Masyarakat Pengawisan sekitar 60 tahunan sudah menempati lahan tersebut.”

Warga setempat telah lama menggarap lahan tersebut secara turun temurun tanpa ada masalah maupun klaim-klaim pihak luar.

“Di sana banyak juga warga yang sudah menempati tanah tersebut dan menggarapnya,” ujar dia.

Bahkan kini lahan yang diklaim PT Rezka Nayatama tersebut sudah dibangun sebuah sekolah (SD) dan masjid, di mana masjid tersebut telah memiliki sertifikat karena dibangun di tanah adat.

“Sampai saat ini masyarakat menggarap turun temurun sampai saat ini. Bahkan sekarang sudah ada masjid, sudah ada SD (Sekolah Dasar), dan masjid sudah ada sertifikat. Dasar pembuatan sertifikat karena tanah adat,” kata Saharudin.

Belakangan muncul klaim dari PT Rezka Nayatama bahwa itu adalah tanah milik PT yang didapatkan dari SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) tahun 1993. Di mana SHGB tersebut untuk hak guna pembangunan hotel dan pariwisata.

Jika klaim perusahaan benar, maka dapat berstatus sebagai tanah telantar atau tanah hak, tanah hak pengelolaan dan tanah yang diperoleh berdasarkan dasar penguasaan atas tanah, yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, dan/atau tidak dipelihara. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar.

Sehingga tidak ada alasan untuk mengusir warga yang sudah puluhan tahun menetap di sana dan mengelola lahan tersebut.