KORANNTB.comPolda NTB menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Pratama, Kecamatan Manggalewa, Kabupaten Dompu. Sebanyak lima orang ditetapksan tersangka dalam kasus tersebut.

Direktur Reskrimsus Polda NTB Komisaris Besar Polisi Nasrun Pasaribu, mengatakan kasus tersebut menggunakan anggaran negara berjumlah Rp15 miliar.

Dalam kasus tersebut ditetapkan tersangka adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) berinisial M, Direktur PT. Sultana Anugrah selaku peyedia barang dan jasa berinisial MKM.

Kemudian, pemodal berinisial BR, konsultan pengawas berinisial CA dan F alias H selaku selaku pelaksana pekerjaan perencana dan pekerjaan pengawasan.

Dalam kasus tersebut, seorang tersangka telah menjalani hukuman dengan kasus yang berbeda.

“Ada lima tersangka yang telah kami tahan. Satu di antaranya adalah narapidana yang sedang menjalani hukuman untuk kasus berbeda,” kata Nasrun dalam konferensi pers di Polda NTB, Kamis, 11 Juli 2024.

Kelima tersangka diduga terlibat dalam manipulasi tender dan anggaran proyek pembangunan rumah sakit.

“Mereka diduga melakukan korupsi, dengan memanipulasi tender dan anggaran proyek pembangunan Rumah Sakit Pratama Kecamatan Manggalewa,” ujarnya.

Hari yang sama kelima pelaku diserahkan ke Kejaksaan Tinggi NTB untuk tahap dua, yang selanjutnya menanti persidangan.

Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol. Rio Indra Lesmana mengatakan pembangunan rumah sakit tersebut pada 2017, namun kasus dugaan korupsi baru mencual belakangan ini.

Dia mengatakan Polda NTB akan terus mengikuti persidangan nantinya untuk menggali keterlibatan pelaku lainnya.

“Kami akan terus mengikuti dan mengupdate perkembangan kasus ini, hingga putusan akhir di pengadilan. Jika ada tersangka lain yang muncul dari hasil persidangan, kami siap menindaklanjutinya,” kata Rio.

Pelaku dijerat Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

“Ancaman hukumannya adalah minimal empat tahun penjara, dan maksimal 20 tahun penjara serta denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah,” katanya.