Dugaan Korupsi DAK Dikbud NTB 2023, Isu Markup Harga Hingga Pengaturan
MATARAM – Dana Alokasi Khusus (DAK) Dikbud NTB tahun 2023 diduga sarat dengan praktik korupsi. Indikasi markup atau penggelembungan biaya hingga pengaturan mencuat, sampai-sampai kasus tersebut menjadi bidikan aparat penegak hukum (APH) baik kejaksaan hingga kepolisian.
SPM Cair Duluan
Dugaan korupsi DAK 2023 ini muncul saat Surat Perintah Membayar (SPM) telah dicairkan duluan sebelum barang yang diterima tiba di sekolah. Bahkan hingga kini barang belum tiba ke sekolah, meskipun penyedia telah mendapat bayaran atas barang tersebut.
Bahkan ironisnya, barang sudah dibayarkan sebelum ada tanda tangan pemeriksa, bendahara dan pejabat pelaksanaan teknis kegiatan (PPTK).
Contohnya kejadian di SMK Negeri 1 Bayan, Lombok Utara. Pengadaan alat praktik siswa berupa traktor roda empat hingga 2024 belum tiba di sekolah.
Pengadaan tersebut dengan nilai sekitar Rp250 hingga Rp300 juta. Sudah lewat pertengahan tahun 2024 traktor tersebut belum tiba di sekolah, padahal seharusnya barang telah tiba pada 2023 lalu.
Sebelumnya, Kepala Sekolah SMKN 1 Bayan, Andi Munif yang dikonfirmasi mengatakan tidak mengetahui alasan mengapa unit traktor yang bersumber dari DAK Dikbud itu belum kunjung tiba di sekolahnya.
“Kami juga tidak paham. Coba tanyakan ke PPK. Kami juga menunggu info,” katanya.
Dia mengatakan telah berkomunikasi dengan PPK SMK Dikbud NTB, namun justru pihak PPK memintanya bertanya langsung ke suplayer.
“Sudah (komunikasi). Kita diminta tanya ke supliyer,” ujarnya.
Dugaan Markup
Selain traktor, di unit alat praktik tata busana juga mengalami masalah.
Dari sumber yang media ini terima, harga barang untuk alat praktik tata busana jauh lebih tinggi dibanding harga pasarannya. Misalnya untuk mesin jahit dengan nama pengadaan High Speed Juki sebesar Rp51.200.000 per unit. Padahal harga pasarannya berkisar Rp4 hingga Rp6 juta.
Parahnya lagi, dengan nilai kontrak Rp 1.491.000.000 hanya mampu mendatangkan 22 unit alat praktik tata busana. Ini justru jauh berbeda dengan DAK 2022 di mana unit yang sama dengan nilai kontrak Rp868 juta mampu menghadirkan 111 unit.
Fasilitator Fiktif
Masalah lainnya yang muncul adalah tenaga kerja fasilitator yang diduga fiktif. Ada sebanyak lima fasilitator yang diduga tidak pernah masuk dan bekerja, bahkan orangnya pun tidak diketahui, namun gaji mereka tetap dicairkan selama sembilan bulan.
Indikasi ini mencuat dan menjadi rahasia umum di kalangan fasilitator. Tidak diketahui identitas lima fasilitator tersebut.
Kasus ini sebelumnya telah masuk ke Polresta Mataram. Selain kasus fasilitator fiktif tersebut, laporan serupa juga terkait pemotongan honor fasilitator Dikbud NTB.
“Masih pengumpulan data (puldata) dan pengumpulan keterangan (pulbaket),” ujar Kasatreskrim Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama, saat itu.
Bahkan telah lama beredar surat pemanggilan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinisi NTB, Aidy Furqan oleh Polresta Mataram. Kadis Dikbud NTB dipanggil berdasarkan surat pemanggilan tersebut bernomor B/04/III/RES.3/2024/Reskrim tertanggal 19 Maret 2024.
Pada isi surat tersebut dijelaskan bahwa Unit Tipidkor Satreskrim Polresta Mataram telah melakukan Pengumpulan Bahan Keterangan dan Dokumen dugaan tindak pidana korupsi Pemotongan Honorarium Pendamping/Fasilitator DAK Fisik Bidang Pembinaan SMK di Dikbud NTB tahun anggaran 2023.
Dugaan Pengaturan
Jauh sebelum DAK 2023 dialokasikan, gelagat dugaan praktik pengaturan telah tercium. PPK SMK diduga mempertemukan para kepala sekolah bersama penyedia di sebuah hotel di Kota Mataram.
Dugaan praktik pengaturan DAK 2023 mulai menguat saat para kepala sekolah dipertemukan dengan penyedia.
“Ya kita diperintahkan Pak (menyebut nama PPK) untuk hadir,” ujar salah seorang kepala sekolah.
Indikasi korupsi DAK 2023 ini telah membuat aktivis melakukan beberapa kali unjukrasa di Dikbud NTB dan Kejati NTB.
Aliansi Pemuda dan Aktivis (ALPA) NTB telah menggelar rentetan aksi terkait DAK 2023.
Sebelumnya, Korlap ALPA NTB, M. Lukman meminta agar Kejati NTB untuk secepatnya memeriksa oknum-oknum yang terlibat.
“Seharusnya kasus ini tidak berlarut sampai sejauh ini, ketika ada laporan dari masyarakat, cepat dikaji dan diinvestigasi oleh Kejati. Kalau semua bukti sudah ada biar langsung ditangkap agar mereka bertanggung jawab,” tegasnya.
Kejati NTB sebelumnya telah mengusut indikasi korupsi terkait DAK 2023 ini. Telah banyak pihak terkait memenuhi panggilan penyidik kejaksaan. Namun sejauh ini belum ada penetapan tersangka dalam kasus tersebut.
“Penyidikan masih proses permintaan keterangan dan data,” ujar Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB, Elly Rahmawati sebelumnya.
Bahkan dugaan korupsi senilai Rp42 miliar menjadi sorotan publik sejak awal tahun lalu.
Sementara Kepala Dikbud NTB, Aidy Furqan belum menjawab pertanyaan media ini saat dihubungi. Pun demikian dengan PPK SMK Dikbud NTB, Ketut Sumardhana juga tidak menjawab pesan media ini. Keduanya dimintai konfirmasi pada Minggu siang 8 September 2024.