Disnakertrans NTB Beri Tips Aman untuk Kerja di Luar Negeri
KORANNTB.com – Disnakertrans NTB kembali menunjukkan komitmennya dalam melindungi dan memberdayakan Pekerja Migran Indonesia (PMI) melalui partisipasi aktif dalam diskusi mengenai Orientasi Pra-Pemberangkatan bagi PMI di sektor kelapa sawit untuk koridor Indonesia-Malaysia yang diselenggarakan oleh International Organization for Migration (IOM) di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat “Puncang Hijau”, Kabupaten Lombok Barat, Minggu, 3 November 2024.
Kegiatan yang merupakan bagian dari program IOM ini bertujuan untuk mengedukasi para calon PMI yang akan bekerja di sektor perkebunan kelapa sawit dan dihadiri oleh 50 peserta dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk organisasi pemerintah, NGO, LSM, PMI Purna, serta calon PMI.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, yang hadir membuka sekaligus menjadi pemateri dalam kegiatan tersebut, memberikan apresiasi kepada IOM atas penyelenggaraan diskusi ini. Menurutnya, kegiatan ini memiliki peran strategis dalam membekali para calon PMI dengan pemahaman yang lebih mendalam mengenai aspek prosedural, hukum, dan budaya negara tujuan.
“Tujuan kita di sini adalah memastikan bahwa jika ada warga kita yang ingin bekerja di luar negeri, mereka dapat berangkat dengan aman dan kembali membawa berkah, bukan sebaliknya,” ujar Aryadi.
Karena itu, menurutnya, edukasi tentang migrasi yang aman seperti kegiatan ini sangat penting. Ia menyayangkan bahwa sering kali keinginan masyarakat untuk berangkat ke luar negeri demi mencari penghidupan yang lebih baik malah tidak sesuai harapan, bahkan menimbulkan musibah karena adanya keinginan mencari jalan pintas (berangkat cepat) yang dapat berisiko.
“Masih banyak yang berpikir bisa ke luar negeri tanpa dokumen atau melalui cara yang tidak sesuai aturan. Hal ini keliru karena setiap negara memiliki aturan, norma, dan hukum yang harus dipatuhi,” tegasnya.
Aryadi menyampaikan bahwa para pekerja migran yang berangkat secara prosedural sebenarnya telah banyak berkontribusi bagi negara sehingga negara juga memiliki kewajiban untuk melindungi mereka. Namun, hal ini perlu diimbangi dengan komitmen dari semua pihak untuk meminimalkan risiko.
Khusus untuk penempatan sektor sawit di Malaysia, saat ini ada peraturan baru di mana semua biaya, mulai dari perekrutan sampai penempatan, ditanggung oleh perusahaan di Malaysia, bukan oleh CPMI.
“Malaysia barat sempat ditutup dari awal Januari sampai September karena penataan, sebab banyak tenaga kerja ilegal yang datang dan tidak memiliki keterampilan, tetapi sekarang proses sudah dibuka kembali,” jelasnya.
Aryadi menyebutkan bahwa P3MI Felda Plantation Management Sdn Bhd (FPM) dan agensinya di Lombok membuka job order untuk 8.000 pekerja, dengan tahap awal 4.000 orang.
Terakhir, ia mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dengan penawaran dari pihak yang tidak resmi. Pastikan perusahaan yang merekrut memiliki izin resmi. Jika ragu, masyarakat dapat bertanya kepada petugas atau pihak berwenang.
Aryadi juga mengingatkan Disnaker Kabupaten/Kota untuk teliti sebelum memberikan izin bagi perusahaan yang ingin melakukan rekrutmen. Pastikan job order yang diberikan benar-benar jelas dan sesuai bidang yang diinginkan. Di tingkat desa, penting juga untuk memverifikasi dokumen calon pekerja migran dan memastikan bahwa izin diberikan secara sah dan sesuai prosedur. Jangan sampai ada pihak yang dirugikan.
“Kami telah menyediakan aplikasi SiapKerja yang bisa diakses langsung dari rumah untuk mempermudah pendaftaran kerja ke luar negeri. Jika mengalami kendala, masyarakat dapat meminta bantuan di Disnaker setempat,” tutup Aryadi.
Sementara itu, Kepala Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) NTB, Noerman Adhiguna, juga mengapresiasi dukungan IOM terhadap pemerintah dalam edukasi prosedural bekerja di luar negeri. Ia menyatakan bahwa pemerintah tidak menghalangi masyarakat untuk bekerja di luar negeri, namun menekankan pentingnya kepatuhan pada prosedur.
“Kami sebagai pemerintah hanya bertugas memfasilitasi dan mendampingi masyarakat agar hak bekerja di luar negeri dilakukan secara legal,” katanya.
Noerman mengungkapkan bahwa BP3MI NTB telah menangani 802 kasus dari berbagai negara penempatan dengan tingkat penyelesaian mencapai 89 persen. Data yang dimiliki BP3MI NTB menunjukkan bahwa sebagian besar PMI yang berangkat melalui jalur resmi cenderung lebih mudah mendapatkan perlindungan, karena data mereka tercatat dengan baik oleh pemerintah.
“Kepatuhan terhadap aturan legal sangat penting untuk menghindari persoalan hukum dan perlindungan di negara tujuan,” pesannya.
Shafira Ayunindya, perwakilan dari IOM, menambahkan bahwa pihaknya bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah, NGO, sektor swasta, institusi pendidikan, dan komunitas migran untuk menciptakan migrasi yang aman dan tertib.
“Migrasi yang tertib dan prosedural tidak hanya membawa manfaat bagi migran dan keluarganya tetapi juga berkontribusi positif bagi masyarakat asal dan negara penempatan,” ujarnya.
Namun, pekerja migran kerap menghadapi tantangan yang tidak mudah, antara lain upah rendah, jam kerja yang panjang, serta kondisi keselamatan yang minim. Hal ini diperburuk dengan adanya biaya migrasi yang tinggi dan upah yang kadang tidak dibayar. Kondisi ini sering kali dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, sehingga menimbulkan kerentanan bagi para pekerja migran.
Shafira berharap masyarakat NTB dapat melakukan migrasi secara resmi untuk menjamin perlindungan yang lebih baik.
“Kolaborasi ini penting agar masyarakat dapat memahami langkah-langkah apa saja yang perlu diambil sebelum memutuskan bekerja di luar negeri,” katanya.
Kegiatan ini diharapkan mampu mendorong pemahaman peserta untuk menjalankan prosedur bekerja di luar negeri dengan aman dan sesuai aturan, demi kesejahteraan bersama.
“Dengan pengetahuan yang cukup dan melalui prosedur resmi, pekerja migran dapat memperoleh perlindungan yang lebih baik dari pemerintah, dan memudahkan akses mereka terhadap bantuan saat menghadapi masalah,” tutupnya.